5. it makes us become.. friends

7.2K 1.2K 199
                                    

"Ini tidak adil!" Jean meruntuk. "Aku sudah berhasil membuat ramuannya, meminumnya, dan dia tidak memberitahu fungsinya? Apa dia gila?" omel gadis itu kesal.

"Apa? Kau meminumnya?" tanya Hermione terkejut.

"Tentu saja. Aku dan Malfoy selesai terlebih dahulu, dan Snape menyuruh kita meminum ramuan itu. Tentu kami meminumnya, kami hanya murid." Ucap Jean berapi-api.

Hermione menyiapkan diri untuk bicara, "Aku baru mencari tahu tentang Unctuous unction ini, dan ternyata itu adalah ramuan yang baik. Maksudku, tidak berefek samping dan kegunaannya juga bagus." Ucapnya.

"Bisakah kau jelaskan saja kegunaan Unctuous unction menyebalkan ini?" tanya Jean gemas. Ron disebelahnya mengangguk setuju dengan cepat.

"Unctuous unction diciptakan oleh Gregory the Smarmy. Ramuan ini membuat si peminum menjadi teman si pemberi ramuan." Jelas Hermione.

Ron membelalakkan matanya lebar, "Maksudmu Jean akan berteman dengan Malfoy?"

"Hei, dia tak seburuk itu." Bela Jean tanpa sadar. Ron dan Hermione mendelik kearahnya dengan tatapan tak percaya.

Jean memutar bola matanya, "Percayalah, sebelum aku meminum Unctuous unction yang dia berikan, aku sudah merasa bahwa dia memang tidak seburuk itu—jika dia mau. Dimana Harry, ngomong-ngomong?" gadis itu menjenjangkan lehernya, mencari-cari sahabatnya yang sejak tadi ada perkumpulan dengan para finalis Triwizard.

"Kudengar Rita Skeeter mewawancarainya tadi. Bersama finalis lain. Itu sebabnya dia tak mengikuti pelajaran hari ini." Ucap Ron pelan.

"Rita Skeeter?" Hermione membeo ucapan laki-laki berambut merah itu. "Dia adalah biang gosip yang sangat menyebalkan. Kapan Daily Prophet menyadari itu?"

"Hei, guys." Tiba-tiba Harry datang.

"Jean menanyakanmu, mungkin dia ingin tahu tentang Cedric." Ungkap Ron tiba-tiba. Jean melotot, "Apa? Aku tidak bilang seperti itu!" omelnya tidak terima.

"Kau bisa memberikan Cedric Amortentia jika mau." Kata Hermione sambil tertawa.

Ron mengerutkan dahi, "Amor.. apa?"

"Amortentia, ramuan cinta. Kita belum diajari membuatnya, namun aku sudah membaca tentang ramuan super kuat ini." Jawab Hermione bangga.

Jean mendengus. "Kau sudah membaca tentangnya, tentu saja." Cibirnya. "Tapi tidak, maaf saja. Aku bisa membuat Cedric jatuh cinta padaku tanpa Amortentina." Sambungnya lalu tertawa bercanda.

"Wow, sangat rendah hati." Sahut Harry lalu tertawa. "Its Amortentia.." koreksi Hermione dengan kerutan di dahi.

"Anyway, Cedric adalah orang yang baik hati, jika kau bertanya-tanya. Dia tidak sombong, pekerja keras, dan sangat.. Hufflepuff." Ucap Harry kemudian.

Jean memutar bola matanya, "Aku tidak bertanya-tanya, Harryyy.." katanya salah tingkah di akhir kalimat. Ketiga temannya tertawa melihat reaksi perempuan berambut sebahu itu.

*****

Malam ini, entah mengapa tidur terasa sulit bagi Jean, padahal rasanya hal itu mudah dilakukan jika kau memiliki hari yang melelahkan. Perempuan itu menoleh ke ranjang sebelahnya, Hermione sudah tidur. Tak mungkin rasanya membangunkan gadis itu hanya untuk menemaninya berbicara sampai mengantuk.

Akhirnya Jean memutuskan untuk berjalan keluar kamar. Di ruang rekreasi sudah kosong. Tak ada siapa-siapa. Jean melanjutkan langkah kakinya keluar asrama Gryffindor. Kegelapan di lorong-lorong sempat membuatnya mengurungkan niat dan memilih berlari kembali menuju kasurnya.

Jean merogoh bajunya. Astaga, dia lupa tak membawa tongkat sihirnya. Awalnya dia berpikir untuk menggunakan Lumos Maxima agar penerangan dari tongkatnya semakin terang. Tapi bahkan membawa tongkat saja tidak.

Sebelum berpikir untuk kembali, matanya menangkap setitik cahaya berjalan seperti kearahnya. Lama kelamaan cahaya itu mendekat, dan..

"Draco?" gumam Jean dalam hening. Laki-laki itu terlihat sama terkejutnya dengan Jean.

"Wah, wah. Kau suka menyelinap juga ya saat jam malam?" ejek Draco. Menekan deguban jantungnya karena Jean memanggilnya dengan nama depan setelah empat tahun mereka bersekolah di Hogwarts.

Gadis itu mengerutkan dahi, "Memangnya apa yang kau lakukan sekarang kalau bukan menyelinap juga, huh? Terakhir yang kutahu, kau bukan seorang Prefect. Lagipula kalau iya sekalipun, Prefect tak berkeliaran semalam ini. Apalagi Prefect Slytherin." Ucapnya.

Draco menaikkan kedua alisnya, "Kau masih benar-benar segar rupanya, omonganmu panjang sekali. Belum mengantuk?" tanyanya mendadak lembut di akhir kalimat.

"Bagaimana menurutmu, Tuan Suka Menyelinap?"

Draco tertawa kecil, "Setidaknya aku melakukannya lebih baik darimu." Katanya.

"Oh, ya? Aku rasa jika kau melakukannya lebih baik dariku, kau tak akan menggunakan penerangan sama sekali." Jean tersenyum menang.

Draco diam sebentar, "Baiklah. Aku tahu kau tak membawa tongkatmu. Jalan menuju Menara Astronomi masih panjang dan gelap, jika kau tak ingin ikut denganku, silahkan berdiri disini dengan meraba-raba tembok sampai tempat tujuan. Aku tak yakin jika kau tak akan bertemu dengan sesuatu yang diluar dugaan malam-malam begini." Katanya sambil mengendikkan bahu.

Jean mematung seketika saat penerangan dari tongkat Draco mulai menjauh bersama pemiliknya.

"Tidak, tunggu!" katanya sambil berlari menyusul Draco. "Aku phobia gelap." Katanya refleks memeluk lengan Pangeran Slytherin itu.

Astaga, Merlin, bantu aku mengendalikan detak jantungku. Batin pemuda itu.

"Kenapa kau ceroboh sekali tak membawa tongkat kalau begitu?" tanya Draco, berusaha membuat nadanya sesewot mungkin. "Stay close to me." Gumamnya, pelan sekali, entah Jean mendengarnya atau tidak.

Mereka berjalan, di tengah kegelapan koridor Hogwarts malam hari, berdua.

"Bagaimana kau tahu aku ingin ke Menara Astronomi?" tanya Jean tiba-tiba. Draco menoleh kearah Jean, gadis itu masih memegangi legannya. Jarak mereka begitu dekat.

"Memangnya mau kemana lagi untuk orang yang tak bisa tidur?" balas Draco, memutus kontak mata mereka yang terjadi sekitar tiga detik.

Jean mengerutkan dahi, "Bagaimana pula kau tahu jika aku tak bisa tidur?"

Draco mengendikkan bahu, "Hanya menebak. Malam-malam seperti ini, waktunya orang tidur. Dan kau tak melakukan itu."

Sesampainya di Menara Astronomi, Jean melepas tangannya dari Draco. Sebenarnya bukan masalah, tapi entah mengapa laki-laki itu seketika merasa kosong.

"Apa kau sudah tahu kegunaan Unctuous unction?" tanya Jean, memecah keheningan. Rambutnya berterbangan terkena semilir angin malam, sementara wajahnya diterpa sinar rembulan, membuat Draco tak bisa mengalihkan pandangan dari perempuan itu.

Act normal, Draco. Act normal. You cant fall for her, batinnya membentengi diri.

"Memangnya apa?" tanyanya berusaha datar.

"Hermione bilang, ramuan itu membuat kita menjadi.. teman," cicit Jean di akhir kalimat.

Draco diam sebentar, "Ya. Aku tahu." Katanya kemudian.

"Apa kau pikir itu bekerja?" tanya Jean. Masih menatap kedepan, tak ingin melihat ekspresi Draco. "Y-ya, kurasa itu hanya bekerja untukku karena rasanya tak terlalu buruk berada di dekatmu, sebagai.. well, sebagai bukan musuh.. tapi jika itu tak bekerja untukmu, aku tak apa. Aku bisa menjauh dan pura-pura tak pernah menganggapmu—"

"Josie.." laki-laki berambut pirang platina itu meraih bahu perempuan itu agar berhadapan dengannya. "Aku senang bisa menjadi.. temanmu." Katanya, kelewat lembut.

Jean sampai mematung karena terbuai. Selama ini dia hanya mendengar suara Draco dengan nada-nada ketus, emosi, dingin, dan segala nada buruk lainnya. Tapi malam ini dia melihat sisi Draco yang lain.

"Kau memanggilku apa tadi?"

OBLIVIATE - Draco MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang