"Has been taken by @DavarnovaP"

"Thanks for giving me amazing picture

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Thanks for giving me amazing picture. Photograpgher : @BagasPurnomo"

"Ask Jason to teach me how to play drums, and look, i did it!"

Pencariannya selama hampir satu jam tidak menghasilkan apa-apa. Tidak ada satupun foto yang menunjukkan dirinya sedang bersama Raquella, Leon ataupun Emily. Vanilla menyerah, dan memilih untuk meletakkan ponselnya di atas meja lalu beranjak menuju kasur.

Kepalanya mulai terasa pening dan Vanilla memutuskan untuk tidur sebentar, barangkali bagian dari ingatannya yang hilang bisa masuk ke dalam bunga tidurnya setelah ia terlelap.

*****

"Apa yang bakalan lo lakuin kalau gue pergi jauh?"

"Gue bakalan ikut kemana pun lo pergi."

"Kalau lo gak bisa ikut gue, gimana?"

"Gue bakalan nunggu sampai lo kembali."

"Kalau gue gak kembali?"

"Gue---"

"Gue minta lo lupain gue dan jangan ingat gue lagi."

Vanilla sontak bangun dengan napas terengah-engah serta keringat yang mulai bercucuran, padahal suhu di kamarnya begitu dingin. Segera Vanilla meneguk air di dalam gelas untuk menenangkan diri. Vanilla merasa aneh karena belakangan ini ia menjadi sering bermimpi, mimpi yang sangat tidak masuk akal.

"Shit!" umpatnya ketika tak sengaja melihat jam yang menunjukkan hampir pukul tiga sore.

Dengan cepat Vanilla bangkit menuju kamar mandi, mengganti bajunya dan bersiap-siap pergi ke sebuah restoran cepat saji yang berjarak sepuluh menit dari tempat tinggalnya. Vanilla mengutuk dirinya yang terlalu ceroboh. Bisa-bisanya ia tertidur pulas dan lupa bahwa hari ini bukan hari libur sehingga ia tetap bekerja. Baik Vanilla yang dulu maupun yang sekarang tidak akan pernah bisa menghilangkan sifat cerobohnya.

Untung saja Vanilla datang tepat waktu di restoran tempat ia bekerja. Vanilla pun langsung mengganti bajunya dengan seragam waitress, mengambil balpoin, block note dan buku menu, lalu bergegas menghampiri para tamu yang baru saja datang dan hendak memesan makanan. Pekerjaan ini Vanilla lakukan hingga pukul sembilan malam nanti.

Mencatat menu pesanan tamu, mengantarkannya, memberikan bill tagihan serta membereskan meja adalah pekerjaan Vanilla sehari-hari. Cukup melelahkan, namun Vanilla menikmatinya. Dengan begitu Vanilla tahu, meskipun sedang di negara orang, pekerjaan tetap saja melelahkan. Tidak ada pekerjaan yang menurutnya tidak melelahkan, bahkan menjadi boss saja punya tingkat melelahkannya sendiri. Jika tidak bekerja, maka sudah di pastikan Vanilla menjadi gembel di kota fashion ini.

Kevin.

Satu nama itu tiba-tiba melintas di pikiran Vanilla ketika ia sedang membawa piring-piring kotor ke dapur belakang. Hampir saja Vanilla menjatuhkan piring-piring itu, untungnya tidak karena tangannya menahan dengan cukup kuat.

Dada Vanilla bergemuru, napasnya tak beratur setelah nama Kevin muncul begitu saja. Tak ada satu pun memori yang Vanilla ingat mengenai Kevin. Apa mungkin Kevin adalah psikopat yang dulu pernah mengincar nyawanya? atau mungkin sosok lain yang memilih andil besar dalam masa lalunya.

"Tu vais bein?" tanya salah satu waitress yang melihat Vanilla tiba-tiba diam di tempat dan sama sekali tidak bergerak untuk waktu yang cukup lama.

Vanilla langsung tersadar dan kelihatan seperti orang linglung, "je vais bien, merci," jawab Vanilla segera melangkahkan kaki pergi.

Setelah meletakkan piring-piring kotor tersebut, Vanilla meminta izin pada atasannya untuk pulang karena merasa tidak enak badan. Wajahnya juga terlihat pucat serta keringat dingin nampak jelas bercucuran, membuat atasannya percaya bahwa Vanilla sedang tidak enak badan. Vanilla pun di berikan izin untuk pulang lebih awal, padahal waktu baru menunjukkan pukul setengah enam sore dan matahari baru saja terbenam.

Vanilla mengganti pakaiannya, merapihkan barang-barangnya dan langsung pergi dari restoran tempatnya bekerja menuju tempat tinggalnya. Untung saja Paris memasuki musim gugur sehingga suhu udaranya tidak begitu dingin. Vanilla tidak suka jika harus berpergian menggunakan boots dan mantel tebal agar terlindung dari hawa dingin yang menusuk tulangnya. Jika musim dingin tiba, Vanilla benar-benar akan menghabiskan waktunya di rumah, tanpa berniat pergi kemanapun selain bekerja.

Kepulangan Vanilla di sambut Suzy yang langsung mengeong dan berlari menghampiri Vanilla. Sayangnya Vanilla tidak menggubris kucing peliharaannya itu, ia malah melempar tasnya ke lantai dan berlari menuju rak buku. Tangannya mencari setiap sudut rak dan laci, matanya fokus melihat satu persatu deretan buku yang tersusun rapi di rak dan mejanya. Hingga Vanilla menemukan sebuah buku yang tak lain tak bukan adalah diary miliknya sendiri. Diary itu Vanilla dapatkan dari Ziko, ketika dulu ia masih tinggal bersama keluarga Giordano dan mengetahui bahwa dirinya bernama Vennelica, bukan Vanilla.

Vanilla membuka lembar demi lembar dari diary tersebut, mencoba mencari satu kalimat yang menuliskan nama Kevin di dalamnya. Pencariannya membuahkan hasil, Vanilla mendapatkan satu lembar tulisan yang semuanya berisikan tentang seseorang bernama Kevin.

"Kevin Tanura Wijaya," ucapnya membaca nama yang tertulis di diary itu. "Lo pasti masa lalu yang jadi awalan dari semua permasalahan gue." Vanilla merobek bagian diary itu, lalu melihat kearah kalender.

Hari ini tanggal dua puluh tiga september, dua pekan lagi Vanilla memiliki waktu libur kurang lebih satu minggu lamanya. Tiba-tiba ia berpikir, ia akan memanfaatkan waktu liburnya untuk kembali ke Indonesia dan perlahan mulai mencari tahu bagaimana kisah dari masa lalu Vanilla yang hilang.

*****

*Tu vais bein? (Anda baik-baik saja?)*
*Je vais bein, merci (saya baik-baik saja, terima kasih)*

Here's the part two.
Mungkin di beberapa part kalian akan flashback ke cerita-cerita sebelumnya.
Gimana-gimana? Menurut kalian endingnya bakal gimana? Dan cerita ini bakalan berurusan sama psikopat lagi atau gak?
Silahkan di tebak :D

Rabu, 27 November 2019

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang