"Kawan, itu cukup menyebalkan."

"Aku tahu, itu bodoh, oke? Aku tahu... Tapi sekarang aku takut dia akan hilang kendali atas segala hal, yang mana akan membuatnya menyesal nanti."

Yukhei mendengarkan dan tidak memberi penghakiman. Ia bahkan tidak mengomeli Mark sebab telah mendorongnya ke arah lumpur. Apa yang ia lakukan adalah meraih kembali pedangnya dan menantang Mark, membiarkan pemuda itu memegang kendali. Pedang tumpul melawan pedang tumpul, kaki-kaki tergelincir di permukaan yang licin, lagi dan lagi dan lagi, hingga seorang pelayan datang menemui mereka, memberi tahu Mark bahwa tabib istana ingin bicara padanya.

*

Satu-satunya hal yang menenangkan Mark seiring langkah menuju ruangan si tabib adalah bahwa itu bukanlah heat. Memang sudah seharusnya bukan heat, Mark bisa merasakannya. Tetapi pemuda itu tidak mampu merasakan apa pun saat ini, hujan telah merusak daya penciumannya ketika jarak antara ia dan Donghyuck jadi semakin cair dan berat, melelehkan Ikatan mereka dalam deguk air yang mengalir di tembok batu. Kehadiran Donghyuck, biasanya sangat gaduh dan liar, godaan tetap bagi perhatian Mark, namun sekarang kehadirannya tak lebih dari rasa bingung, gema lemah, mendekam di suatu tempat di dalam kamar, satu-satunya tempat di mana Mark ingin menempatkan diri saat ini.

Pemuda itu mengetuk.

"Masuk."

"Bagimana keadaannya?" tanya Mark, bahkan sebelum ia mampu menutup pintu.

Si tabib, pria tua berkerut dengan nama Lee Jaeho, yang sudah cukup tua ketika sang ratu datang ke istana untuk menikahi ayah Mark, memandang ke arah Putra Mahkota melalui bingkai kacamatanya dan berdeham.

"Silakan duduk, Yang Mulia."

"Bagaimana keadaannya?" Mark mendapati diri kembali bertanya, tidak peduli bahwa ia terdengar putus asa, bahkan bagi telinganya sendiriㅡpada titik ini, ia hanya ingin kembali ke kamar dan mengecek keadaan Donghyuck dengan mata kepalanya sendiri. Si tabib kembali menyuruhnya duduk.

"Pangeran Permaisuri sedang tidur. Dia baik-baik saja. Dia hanya terserang flu, bukan penyakit yang parah. Anda boleh berhenti bertingkah seolah aku baru saja menemukan penyebab kematiannya."

"Flu?" celoteh Mark, akhirnya mendudukkan diri di sudut kursi berlengan, di depan meja kayu oak yang besar.

"Ya," ujar sang tabib, mengangkat kedua alisnya, "flu. Penyakit musiman yang akan menyerangmu setelah bermain air dan menghabiskan waktu seharian mengenakan pakaian lembap. Cuaca yang juga tiba-tiba berubah tidak membantu. Bayi burung musim panas yang malang itu, dia tidak terbiasa dengan hujan musim gugur, kan? Tapi Anda tidak perlu khawatir, dia sudah minum obat dan akan membaik beberapa jam lagi."

"Dia tidak memasuki masa heat?" oceh Mark. Ia menahan keinginan untuk menutup mulut seperti anak kecil yang telah salah bicara.

Sang tabib melepas kacamata dan mendesahkan napas, mengusap kerutan di antara kedua matanya.

"Penyesalan bagi seluruh warga istana namun kelegaan terbesar buatku, karena Pangeran Permaisuri tidak memasuki masa heat."

Mark membiarkan diri jatuh ke arah kursi. Ia diam selama beberapa saat untuk menyerap kalimat itu. Oh.

"Kenapa lega?" tanyanya, suaranya pelan.

Si pria tua melipat kedua tangan dan menyandarkan punggung, menatap Mark. "Yah, pertama karena akan sangat tidak nyaman dan berbahaya apabila Pangeran Permaisuri memasuki masa heat ketika sedang sakit. Heat akan berlangsung sangat lama dan membuatnya lemah. Heat pertama, terutama, akan sangat tidak biasa dan tak tertebak, dan aku khawatir karena suami Anda dinobatkan terlambat, tubuhnya masih belum terbiasa beradaptasi dengan perubahan itu. Kedua," ujarnya, suaranya berubah semakin tajam, "karena heat seks pertama adalah peristiwa paling traumatis dan berbahaya sepanjang hidup si omega, sehingga akan lebih baik apabila kegiatan intim Anda dengan Pangeran Permaisuri dilakukan sebelum hal itu terjadi."

[🔛] Semanis Madu dan Sesemerbak Bunga-Bunga LiarUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum