1

15.1K 1.5K 308
                                    

Sepasang kaki kecil berlari melewati lorong sekolahnya yang mulai ramai dengan tergesa, jam pelajaran terakhir untuk hari ini sudah berlalu membuat para siswa berebut jalan untuk segera pulang.

Tangan kanannya menggengam erat sebuah payung berukuran mini yang lupa ia berikan pada teman spesialnya tadi. Ya spesial, setidaknya itu menurutnya. Hari ini sedang turun hujan, bukan hujan lebat memang tapi tetap saja akan mampu membuat teman spesialnya itu demam jika nekat berjalan di bawahnya tanpa perlindungan.

“Wooyoungie!” anak kecil berkacamata itu berteriak sebelum objek yang di panggilnya melangkahkan kaki keluar sekolah. Teriakannya yang melengking membuat sosok kecil yang di panggilnya Wooyoung merotasikan bola matanya dengan malas.

“Apa lagi?” Wooyoung yang memang sudah di tunggu oleh teman-temannya yang lain mulai merasa jengkel saat teman sebangkunya yang menyebalkan itu menahannya.

“Wooyoungie tidak membawa payung kan? Ayo kita pulang bersama” tawarnya dengan senyuman polos dan tatapan memuja ke arah lawan bicaranya.

“Tidak, aku ingin bermain hujan dengan Yeosang dan Mingi” Ucap Wooyoung ketus tanpa memperdulikan perasaan lawan bicaranya seperti biasa.

“Tapi Wooyoungie bisa sak-“

“Wooyoung-ah ayo cepat” teriakan salah satu teman Wooyoung yang sudah terlebih dulu berlarian kesana kemari di bawah hujan memotong ucapannya, hal itu sekaligus mengambil alih atensi Wooyoung yang sekarang sudah berlalu begitu saja dari hadapannya.

Bocah kecil bersurai coklat tua itu berlari cepat menyusul kedua temannya.

“Sannie hanya tidak mau Wooyoungie sakit” gumamnya lemah.

……………

“Aku pulang” ucapan lesu dan ekspresi merajuk dari sosok kecil yang baru saja memasuki rumah itu membuat orang dewasa yang menyambutnya terkikik geli.

“Aigoo ada apa dengan anak eomma? Kenapa lemas begini hm?” wanita berusia 30 tahunan itu segera beranjak dan memeluk sang putra untuk menghibur suasana hatinya yang sedang mendung seperti langit di luar sana.

Bocah kecil itu tetap diam membuat sang ibu menghela nafas dan kembali bertanya seperti biasanya “Sekarang Wooyoung kenapa lagi?” ia melepaskan pelukannya untuk menatap sang putra, hal ini sudah amat sering terjadi.

“Wooyoungie bermain hujan dengan Yeosang dan Mingi eomma, Wooyoungie tidak mau pulang dengan Sannie padahal Sannie kan membawakan payung agar Wooyoungie tidak kehujanan” ucapnya menahan tangis sambil meremat kedua tangan kecilnya.

Ibunya kembali membawa tubuh kecil yang mulai bergetar itu kedalam pelukannya, mengelus punggung kecil di hadapannya mencoba memberi ketenangan “Tidak apa-apa, besok kan masih bisa mengajak Wooyoungie pulang bersama”

“Tapi Wooyoungie tidak pernah mau pulang bersama Sannie eomma, apa Wooyoungie membenci Sannie?” kedua netra dibalik kacamata bundar itu mulai berair, membuat wanita dewasa dihadapannya gelagapan. Jika sudah seperti ini San biasanya akan terus murung seharian bahkan melupakan makan siangnya.

“Hey, kalau Wooyoungie tidak suka pada San mana mungkin dia mau menjadi teman sebangkumu sejak kelas satu hm?” San mengerjapkan matanya berusaha mencerna ucapan dari ibunya yang jika dipikir-pikir memang ada benarnya, Wooyoung memang selalu ketus padanya namun bocah manis itu tetap memilih menjadi teman sebangkunya hingga mereka duduk di bangku kelas tiga.

Hal itu setidaknya menumbuhkan sedikit harapan di hati San bahwa Wooyoung memang suka berteman dengannya, padahal Wooyoung sendiri mau menjadi teman sebangkunya karena anak kecil berpipi gembul itu suka mencontek pekerjaan rumah milik San, dan tentu saja San akan memberikan jawabannya secara cuma-cuma mengingat ia tidak mau Wooyoung terkena hukuman oleh guru mereka.

.
.
.
.
.
.
.

Hari ini San tidak masuk sekolah karena terserang demam, memang saat ini akan memasuki musim dingin dan anak kecil yang suka membuang vitamin pemberian ibunya itu mudah saja terjangkit.

Tubuh lemahnya hanya bisa berbaring di ranjang dengan kompres penurun demam di keningnya, ibunya baru saja keluar dari kamar setelah menyuapinya sarapan, wanita itu berpesan agar San tidak beranjak kemana-mana agar demamnya cepat turun dan besok sudah bisa berpergian.

San sendiri juga tidak tau memangnya ia mau diajak berpergian kemana, ia hanya menebak mungkin berkunjung kerumah pamannya di Jeju seperti biasanya.

Sebenarnya San merasa sangat bosan jika hanya berdiam diri, dia ingin pergi ke sekolah belajar bersama-sama dengan temannya dan bertemu Wooyoung, anak yang memiliki senyum termanis di sekolahnya.

Mungkin saat ini Wooyoung sedang duduk sendiri karena teman sebangkunya sakit atau mungkin saja si anak bertubuh bongsor bernama Mingi akan mengambil alih tempat duduknya dan bercanda sepanjang hari sekolah berlangsung dengan Wooyoung.

San sebal sendiri jika membayangkannya, entahlah ia hanya tidak rela jika ada orang lain yang lebih akrab dengan Wooyoung.

…………….

Hari berikutnya di kelas San semua siswa tengah terkejut setelah guru mereka memberitahukan sebuah kabar tentang San.

Bukan soal San yang tidak masuk karena sakit, bocah berkacamata itu memang sering sakit karena daya tahan tubuhnya yang payah, yang mengejutkan adalah ketika guru mereka memberitahu bahwa mulai hari ini San resmi pindah dari sekolah. San akan pindah ke Jepang.

“Wooyoung-ah kau jadi kehilangan teman sebangkumu” celetuk Mingi yang sedari tadi mengamati Wooyoung yang nampak masih tidak peduli sama sekali mengenai kepindahan San.

“Itu bagus, dia sangat berisik dan menyebalkan”  bibirnya mengerucut sebal karena mengingat betapa mengganggunya perilaku San selama ini menurutnya.

.
.
.
.
.

Wooyoung baru saja keluar dari mobil yang menjemputnya dari sekolah, hari ini ayahnya memang tidak sibuk dan menyempatkan diri menjemput putra kesayangannya yang terbiasa pulang berjalan kaki dengan teman-temannya.

Wooyoung sebenarnya merasa sedikit sebal jika dijemput begini, ia jadi tidak bisa bermain dulu dengan teman-temannya.

Padahal Yeosang dan Mingi ingin mengajaknya bermain bola di lapangan dekat taman kota.

Ia baru saja melangkahkan kakinya masuk ke rumah besar itu, merasa terkejut ketika ibunya menyambut dengan sepucuk surat ditangannya.

Wanita itu memberikan secarik kertas berwarna biru langit kepada anaknya yang disambut raut kebingungan Wooyoung.

Dengan ragu ia membuka lipatan kertas itu dan membaca tulisan khas anak kecil di dalamnya dengan mata membola.

Untuk Wooyoungie

Maafkan Sannie yang tidak bisa menjadi teman sebangku Wooyoungie lagi. Sannie berjanji akan menemui Wooyoungie lagi. Jangan benci Sannie. Sampai jumpa :))



TBC


Hai..
Aku tergolong masih baru di dunia perwoosanan(?)😂
Ini bakal dilanjut kalau udah ada yg baca :"

See ya😘

Come As You Are [woosan]Where stories live. Discover now