Bobbi Putra August

141 64 36
                                    

Malamnya, mata Bobbi yang berkilat-kilat menghantui, membawaku kembali ke kejadian di awal kelas 1.

Bobbi baru masuk ketika sekolah sudah berjalan seminggu. Anak laki-laki pendiam yang beberapa kali  menghilang ketika bel masuk kelas berbunyi. Aku pun tidak pernah bicara dengannya, sampai pada suatu pagi tasku berpindah tempat. Kutemukan tergeletak di bangku barisan tengah.

"Jangan!" Bobbi menahan tanganku ketika aku hendak memindahkan ranselnya.

"Punyamu? Aku sudah duluan duduk di sini," kusingkirkan tangannya. Aku mendelik, berkacak pinggang.

"Bel belum berbunyi. Semua bebas memilih tempat duduk," jawabnya tenang lalu duduk sambil memeluk ranselnya.

Aku tidak mau mengalah, kudorong tubuhnya. Biar saja jatuh. Bobbi memancangkan kaki, berusaha menahan sambil mencengkeram erat meja. Aku kesal, kukerahkan seluruh tenaga. Usahaku berhasil. Bobbi terguling. Bel berbunyi.

Cepat-cepat aku duduk sambil tersenyum puas. Bobbi bangkit dari lantai, menendang kursi yang kududuki sampai bergetar. Ia tidak bicara. Hanya memandangku dengan mata berkilat-kilat.

Esoknya, aku tidak mau kecolongan. Pagi-pagi kukayuh sepedaku kencang. Aku sudah bertekad mempertahankan bangkuku dengan terus duduk sampai bel berbunyi.

Di gerbang sekolah kulihat Bobbi baru masuk. Membonceng anak laki-laki berseragam TK, kuduga itu adiknya. Aku sengaja berhenti, memperhatikannya dari jauh.

Dengan bergandeng tangan, mereka berjalan menuju kelas TK yang letaknya berhadapan dengan kelas 1, hanya dipisahkan lapangan kecil. Tanpa sadar aku mengikutinya. Di depan kelas, ibu guru menyambut dengan riang.

"Pagi, Candra. Anak ganteng siap bermain? Abang Bobbi antar sampai di sini. Kelas Abang ada di situ, kelihatan kok dari sini. Enggak usah takut."

Adik Bobbi mulai merengek, mencengkeram lengan Bobbi dan menyeretnya menjauh.

Bobbi berlutut mengucapkan sesuatu sambil menunjuk ke kelas kami. Aku ikut memandangnya. Kalau pintu kelas dibuka, meja yang kuperebutkan dengan Bobbi terlihat dari kelas adiknya.

Rasa bersalah langsung menyergap. Sejak hari itu, setiap pagi, aku duduk 2 baris di belakang meja dekat pintu. Mengawasi agar tidak ada yang merebut bangku Bobbi.

300 kata

SPARKLING DJ (Raws Festival 2019)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora