Wawancara

81 28 0
                                    

Wawancara kerja pertama gue. Yap saat itu gue gugup dan takut kagak bisa jawab segala pertanyaan dari calon bos gue nantinya.

Bos gue cowok, usianya sekitar 32 tahun lah, udah menikah dan punya anak dua. Beliau tanya gue banyak hal, dimulai dari yang terkecil sampai yang ya cukup bernobot lah bagi gue.

Pertama tanya nama dana alamat gue, lalu ditanya alumni mana dan jejak sekolahku seperti apa, ketiga gue ditanya motivasi ngelamar kerja apa? Gue jawab pengen dapat duit sendiri dan bantu ekonomi keluarga.

Next, . beliau tanya bahwa dengan rekam jejak sekolah gue emang bagus dan populer di lingkungan sekitar. Tapi yang beliau tau alumni dari sekolah itu 98,99% nya itu lanjut ke perguruan tinggi masing-masing yang mereka inginkan. Mengapa saya tidak?

Jujur, kek gue pribadi ditanya kek begitu kurang nyaman. Karna itu sebuah privasi, tapi untuk saat itu kedudukan saya adalah calon bawahan dia. Jadi mau tidak mau, saya jawab sesingkat yang saya mau.

Saya jawab saya pengen kerja. Setelah saya jawab demikian kurasa dia akan puas dengan jawaban itu, namun nyatanya tidak. Bahkan jawaban berikutnya sedikit membuat kuping saya panas. Bagaimana tidak jika dia menjawab bahwa. "Jika kamu di lahirkan dalam keluarga yang berkecukupan mungkin orang tuamu tak akan rela melihat anaknya selepas SMA langsung mencari kerja. Mereka pasti akan mengantar buah hati mereka pada perguruan tinggi yang mereka suka. Begitu juga dengan kamu misalnya. Hanya saja mungkin atas keterbatasan biaya maka kamu harus menelan kenyataan bahwa kamu harus selangkah bekerja lebih ekstra dibandingkan teman-teman kamu yang sekarang sedang menatap laptop dan mengerjakan tugas di kampus mereka."

So what? Apa urusannya dengan anda, toh anda hanya calon bos saya, calon atasan saya. Bukan kehendak anda memberi asumsi demikian tanpa filter yang langsung terngiang-ngiang di kepala. Jawaban saya simpel "Uang bukanlah penentu kesuksesan sekalipun itu dapat meninggikan status sosial jati diri seseorang."

Dia masih kekeh dan sedikit berseteru tentang argumen itu. Tapi ya sudahlah,  apa pentingnya hal itu bagi gue? Gue rasa tidak ada dan tak perlu diperpanjang lagi.

Gue cuma mikir, "Ya udah sih mau  orang pandang gue sepertinya apa gue gak peduli. Toh mereka hanya tau gue dari satu sisi bukan sosok gue yang asli."

Sebenernya gue bisa sih memperbalik fakta dan semakin membuat panas suasana kala itu. Tapi buat apa? Rumput hijau di lapangan masih luas, hanya saja aku ingin petik yang mana. Buat apa kita mempertahankan satu rumput kuning di hadapan kita jika masih banyak pilihan. So, buat kalian yang ya juga merasak kedati demikian pintar-pintar putar otak apa yang seharusnya kalian lakukan.

I'm Colage 2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang