6. Apakah Secepat Ini?

316 6 62
                                    

Aku butuh waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Tak mudah bagiku untuk bisa merasa nyaman bicara dengan seseorang yang baru kukenal. Namun entah kenapa akhir-akhir ini aku mendapatkan ekstra semangat yang entah dari mana datangnya, seperti siang ini.

Setelah makan siang di ruang makan, sebagian besar peserta training biasanya akan langsung kembali ke kelas. Lumayan ngadem di dalam kelas yang ber-AC, sambil ngobrol-ngobrol cantik menunggu kelas berikutnya dimulai.

Saat aku baru saja kembali ke kelas, beberapa anak lainnya sudah ada di sana. Mataku langsung saja tertuju pada Robby yang duduk sendiri di mejanya.

Memang dasar aku. Melihat ia duduk sendiri, aku langsung menghampiri dan duduk di sebelahnya. Terdengar aneh ya? Salah nggak sih, kalau cewek yang deketin duluan? Gapapa lah, ya. Kalau kata orang, 'The name also effort' (namanya juga usaha).

— Robby, sungguh aku tak bermaksud mengganggumu. Aku hanya ingin sedikit bicara denganmu, sedikit saja.

Sayangnya, mencari topik pembicaraan bukanlah keahlianku.


"Pulpennya lucu, ya," ujarku sambil mengambil salah satu pulpen yang ada di meja. Pulpen bertutup biru dengan tali, dilengkapi dengan logo bank tempat kami bekerja.

Krik. Krik.

Seketika Renata kecil dalam kepalaku berteriak, "Topik macam apa itu? Bodoh sekali! Setelah lawakan garing File Transfer Protocol, sekarang apa lagi? Pulpen lucu? Jelas-jelas itu cuma pulpen biasa yang diberikan untuk semua peserta training. Apa yang lucu dari pulpen itu, Re-na-ta? Apa yang lucu?"

Suara-suara di kepalaku semakin berisik saja.

Dan Robby? Tanpa sedikitpun menengok atau mengomentari kalimatku, ia menggeser kursinya yang beroda itu ke meja sebelahmeja Lisadan meninggalkanku.

Ingin rasanya aku menertawai diriku sendiri. Jika bumi bisa terbelah saat itu, aku ingin masuk saja ke dalam intinya.


Aku masih terduduk diam ketika perlahan kudengar Robby sudah asyik mengobrol dengan Lisa.

"Emang rumahmu di mana?"

"Ayahmu kerja apa?"

"Oh... Kau punya kakak?"

Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang tidak pernah Robby tanyakan padaku. Mungkin tak akan pernah, karena informasi tentangku jelas tidak penting untuknya.


— Masih terekam jelas di telingaku, suara tawamu dan Lisa yang seirama. Ya, sepertinya kalian memang cocok. Aku bahkan lupa, Lisa kan juga orang batak, seperti yang selama ini kamu cari. Saat ini Lisa juga sedang sendiri. Baiknya Lisa kemarin ingin mengenalkanmu pada teman-temannya, padahal sepertinya Lisa juga menyukaimu.


Robby, padahal baru kemarin aku hampir benar-benar menjatuhkan hatiku untukmu

Tapi hari ini sudah lain lagi ceritanya

Aku tak percaya akan ada hari ini

Ternyata tak perlu lama-lama


Tiba juga hari di mana aku mendapat pesan bahwa aku tidak boleh mendarat di hatimu

Hanya gerakan sederhana, namun aku mengerti


Sudah kukatakan, Renata

Kisah ini terlalu cepat

Jatuh hati tidak mungkin secepat ini

Jika keadaannya sudah begini, siapa yang bisa disalahkan?

Kamu sendiri, kan?

Kamu yang terlalu banyak berharap


***


Dan Robby, seandainya bukan Lisa yang kamu ajak bicara siang ini, mungkin aku tak peduli. Tapi kenapa Lisa?


— Jakarta, 10 April 2019

R.


***


Hai bestie! Apa kabar? Aku kangen bangettt... Udah lama banget nih kita nggak saling berbagi cerita. Ohiya, selamat tahun baru 2024 ya! Semoga tahun ini jadi tahun yang penuh kebahagiaan buat kita semua.

Part kali ini masih tentang Renata dan usahanya mendekati Robby. Renata sebenarnya pemalu, tapi dia selalu punya cara lucu untuk diam-diam mendekati pujaan hatinya.

Tapi sepertinya kali ini harapan Renata udah mulai goyah nih huhu. Gimana guys, kira-kira Renata tetap maju atau mundur aja?

Kita pantau terus kisahnya ya, bestie. Sampai ketemu di next part! 😊

Senandika RenataWhere stories live. Discover now