12; strangers in the past

Mulai dari awal
                                    

Wonwoo mengangguk, enggan bereaksi lebih karena ia tahu kini dirinya sudah sampai di Delfi. Hansol yang baik itu sungguh mengantarkannya hingga ke tempat tujuan dimana mobilnya kini berpijak di atas tanah lereng Gunung Parnassus. Sinar matahari mulai menyembul di sisi Timur, perjalanan yang dirasa Wonwoo sangat panjang ini kini berakhir tepat ketika suara ayam berkokok yang entah dimana itu terdengar nyaring.

Robin Hood. Nama yang begitu Wonwoo ingat ketika ia iseng membaca buku anak milik pengunjung museum beberapa tahun yang lalu. Sebuah buku dongeng bergambar dan penuh warna mengenai kisah seorang pencuri yang dermawan dan dikenal sebagai sosok pahlawan. Pencuri yang banyak membantu warga tidak mampu dengan hasil curiannya yang didapat dari orang tidak bertanggung jawab.

Apakah Hansol tipe penjarah seperti itu?

"Pekerjaanku memang bukan yang paling mulia, tapi aku suka membantu orang-orang yang tengah kesusahan seperti sebuah kewajiban. Mungkin tanganku memang penuh darah karena tabiat burukku yang suka menghabisi orang, tapi kau tak perlu takut selagi kau tak membuat masalah."

Itu kalimat terakhir Hansol sebelum ia keluar dari mobil di pagi buta. Pemuda itu melemparkan senyum samar pada Wonwoo sebelum berlalu ditelan rerimbunan pepohonan. Hansol juga pamit bahwa mungkin setelah ini Wonwoo bisa menemukannya di Athena karena pemuda itu akan pergi ke kota untuk suatu urusan. Ada permintaan Hansol yang sepertinya sanggup Wonwoo penuhi ketika mereka bertemu kembali suatu hari nanti; setoples amygdalota[2] dan secangkir teh hangat untuk teman bicara di saat senja.

"Em, kita sudah sampai."

Wonwoo bergerak, ia menepuk pelan pipi gadis itu supaya terbangun dan segera melakukan tujuannya ke Delfi; berbicara pada Orakel, sehingga mereka berdua bisa pulang ke Athena lebih cepat dan menyusun strategi lagi untuk menemukan yang spesial lainnya.

"Di mana pria bernama Hansol itu?"

"Dia sudah pergi. Kurasa tak lama lagi kita akan bertemu dengannya di Athena."

Emily mengernyit, matanya masih setengah terbuka, "Semoga kau bisa menemuinya lagi sebelum dia berakhir seperti Mingyu dan Seungkwan."

"Aku harap begitu. Kemampuan bela dirinya begitu bagus, semoga dia bisa melindungi dirinya sendiri selama aku tak mengawasi. Dia pemuda yang baik, sama seperti Dokyeom, Joshua dan Hoshi."

"Aku tahu."

"Beberapa hari lagi pertunjukan musikal Dokyeom akan berlangsung. Kau masih ingat, kan?"

Emily kini duduk tegak dengan menghadap ke depan. Pikiran gadis itu menerawang jauh, hari kemarin baru berlalu dan kini Wonwoo mengungkapkan rencana selanjutnya untuk datang ke Gedung Teater Gaelan untuk menonton si pria pemain harpa. Kendati demikian Emily menganggukkan kepala. "Aku ingat, tiketnya kusimpan di laci tengah di sebelah televisi."

"Ada begitu banyak hal yang harus aku lakukan ketika kembali ke Athena. Mengurus Dino yang masih di rumah sakit, menyelidiki Jun, datang ke gedung teater, mengurus laporan kunjungan dan Hoshi serta Hansol... aku tidak bisa mengawasi mereka berdua karena mereka tak ada di dekatku."

Wonwoo menarik napas kasar. Sifat alamiah yang dimilikinyaㅡterlalu peduli terhadap orang lain membuatnya bingung setengah mati. Dia berpikir memang semua orang akan mati pada akhirnya, tapi jika mereka mati hanya karena ramalan yang ia sendiri juga masih tidak bisa mempercayai sepenuhnya... bukankah itu tidak adil?

Ramalan ini membuat mereka kehilangan kesempatan untuk hidup lebih baik. Terlebih lagi mereka mati tanpa sebab dan tak pernah bisa diprediksi.

"Ayo, kita harus menemui Orakel Delfi untuk meminta petunjuk."

UNSEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang