03; back to the city

7.7K 955 210
                                    

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.


"Apa yang kau pikirkan sekarang?"

Emily menatap Wonwoo dengan penuh rasa iba. Pasalnya pria itu masih diam sambil menatap hamparan pepohonan di Gunung Parnasuss lewat kaca depan mobil. Kursi kemudinya berdecit beberapa kali, menimbulkan bunyi samar di senja yang sebentar lagi akan berakhir.

Wonwoo memegang pelipisnya yang dibalut perban tipis sebagai pertolongan pertama. Beruntungnya kotak obat-obatan selalu ia letakkan di bagian belakang mobil beserta alat-alat penting perjalanan lainnya; senter, tali, tang, dan perkakas bengkel. Itu memudahkan Wonwoo supaya tak perlu pergi ke rumah sakit yang jaraknya lumayan jauh untuk mendapat pengobatan atas luka ringannya. Dan Wonwoo juga tidak tahu berapa jam ia tak sadarkan diri hingga ketika ia membuka mata, Emily duduk di sebelahnya. Masih di dalam ruangan yang gelap.

"Aku masih tidak paham, Em," jawab Wonwoo sekenanya. "Tetang ramalan si wanita Orakel ataupun tentang bagaimana aku mendapat mahkota daun zaitun emas ini."

Emily bergumam pelan, "Setidaknya kau percaya padaku saat ini. Aku tidak berbohong."

Detik berlalu dan matahari sudah tenggelam, digantikan dengan bulan penuh yang cahayanya begitu menyebar di penjuru langit seolah berada di atas kepala. Inilah bulan purnama kelima di tahun ini, bulan yang dibicarakan oleh setiap wanita aneh yang Wonwoo temui beberapa hari terakhir; wanita di teras sebuah toko, Emily dan tentu saja Orakel Delfi.

Mata Wonwoo terpejam sejenak, dia menikmati semilir angin malam setelah menikmati sandwich tuna yang dibungkus alumunium foil sejak pagi tadi. "Orakel itu bilang tiga belas yang diberkati akan gugur sebelum fajar. Apa itu berarti mereka adalah manusia yang sama sepertiku?"

"Seperti memiliki mahkota yang serupa? Yang diberkati dewa-dewi? Begitu?"

Wonwoo mengangguk, "Kurasa aku tidak sendiri dan mungkin hanya kau yang bisa melihat mereka yang berbeda. Kau saja bisa melihat punyaku, maka tak mustahil juga kau bisa melihat mahkota kepunyaan mereka pula."

"Tapi kaulah orang pertama yang kutemui dengan lilitan daun emas itu, Won." Emily mengetukkan ujung jari telunjuknya pada lututnya, kepalanya bersandar pada kaca pintu mobil. "Apakah kita harus melakukan misi pencarian terhadap siapa saja yang memiliki mahkota tak kasat mata, begitu?"

Wonwoo tidak yakin harus berkata iya atau tidak. Di sisi lain ia juga takut dengan kalimat semacam gugur yang menandakan bahwa bisa saja yang bernyawa akan mati, entah siapa itu. Jika dirinya melakukan misi pencarian, maka waktu yang dimiliki Wonwoo hanyalah kurang dari satu bulan sebelum bulan purnama selanjutnya tiba.

Wonwoo memijat pelipisnya pelan, kepalanya pening karena berpikir terlalu keras. Alih-alih merasakan sakit akibat benturan yang baru saja ia alami, dia lebih memikirkan bagaimana cara untuk kembali lagi ke kota dan pergi ke restoran untuk makan malam dua porsi. Perutnya sudah sangat berisik.

UNSEENOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz