Part 12

103 10 0
                                    

Sebenarnya aku lumayan kelaparan dan sangat kehausan. Tapi aku ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini. Suasana sudah mulai gelap dan aku tidak bisa menjamin apakah aku selamat atau tidak. Tapi kulihat Jiyong tetap dalam sikap santainya yang kadang suka membuatku kesal.

"Entah ini perasaanku atau tidak, tapi kenapa di daerah sini cepat sekali gelapnya?" Tanyaku.

Jiyong hanya mengangkat bahunya. Terserah. Sepertinya dia mulai cuek denganku. Mungkin dia lelah dan kelaparan.

Tiba-tiba...

"JIYONG !!!!"

Demi Tuhan aku merasa sebentar lagi nyawaku lepas dari tubuhku. Tubuhku terus berguling menuju tempat yang gelap dan mengerikan. Aku tadi kenapa? Kenapa kejadian ini terjadi cepat sekali? Aku baru sadar kalau tadi aku terpeleset lalu jatuh bagaikan terperangkap di kandang singa.

Setelah semuanya berhenti, aku mencoba menenangkan diriku. Disini cukup gelap dan dingin. Arg! Aku merasa ada cairan yang mengalir di lenganku. Sial. Ternyata aku berdarah. Lebih baik aku mati saja disini. Tapi bagaimana dengan orangtuaku? Bagaimana dengan Taka? Mereka pastinya sedih kalau aku pergi secepat ini.

Dimana Jiyong? Dimana lelaki itu? Kenapa saat aku terjatuh dia tidak menolongku atau setidaknya meneriaki namaku? Atau telingaku yang sudah tidak bisa berfungsi lagi? Demi Tuhan ini saat yang paling mengerikan dalam hidupku. Aku sekarat sekarang, dan kehausan.

"Nana?"

Suara itu.. Jiyong? Dia ada disini? Apakah dia membawa orang lain untuk menolongku? Cepatlah. Aku tidak mau mati dalam keadaan malang seperti ini.

"Kau tidak apa-apa? Kau bisa mendengar suaraku?"

"Kau Jiyong kan? Apa kau membawa bantuan? Cepat keluarkan aku dari tempat ini!"

Aku menangis. Aku memang cengeng. Tapi sungguh lenganku yang berdarah ini sakit sekali, dan tubuhku yang lain juga sakit. Untuk kepalaku tidak apa-apa. Seandainya aku membawa ponsel tadi.

"Yang mana yang sakit?"

Jiyong sudah ada disampingku. Aku bisa merasakannya. Dia tau lenganku berdarah dan dia mengobatinya. Ah kenapa aku baru sadar kalau Jiyong membawa tas? Kuharap isinya adalah makanan dan minuman.

"Ini bisa menghentikan darahmu."

Sadarlah Nana, Jiyong adalah sosok pahlawan yang menyelamatkan nyawamu. Lenganku sudah dibalut oleh Jiyong menggunakan kain yang ada di dalam tasnya. Dia telaten juga. Apa dulu sewaktu sekolah dia mengambil ekstrakulikuler PMR?

"Kenapa kau tidak cari bantuan? Kau yakin bisa keluar dari tempat ini?" Tanyaku.

"Aku tidak sempat memanggil bantuan karena tempat ini sepi. Dan aku juga tidak ingin meninggalkanmu." Jawab Jiyong.

"Apa? Kau gila! Lalu bagaimana cara kita keluar dari tempat ini?"

Aku berusaha untuk bangun. Setidaknya aku bisa duduk dan itu berhasil. Walau suasana di tempat ini gelap, tapi aku masih bisa melihat wajah Jiyong dan rasanya wajahnya itu tampak bercahaya. Ah aku ini kenapa? Terlalu berlebihan sekali.

"Syukurlah hanya lenganmu saja yang terluka." Ucap Jiyong.

"Kau tau kan cara keluar dari tempat ini? Kenapa seakan-akan kita terjebak di tempat ini?"

Jiyong mengangkat bahunya.

"Apa? Kalau begitu kenapa kau tidak me.."

Jiyong langsung menutup mulutku. Baiklah. Aku ini cerewet. Tapi aku cerewet dalam keadaan genting seperti ini. Lalu Jiyong, kenapa lelaki itu masih terlihat santai? Dia tidak gila kan?

Last Dance | GDRAGONWhere stories live. Discover now