Tiga Belas | Ngigau

6.6K 1.4K 333
                                    

Malemnya, sesuai rencana gue sama Dejun nganterin Dery berobat. Rana bisa aja ikut tapi karena dia pulangnya naik motor, sama Dery gak dibolehin. Soalnya berobatnya pasti lama, nanti Rana pulangnya kemaleman. Akhirnya dengan gak ikhlas dia pulang duluan.

Kita sampai di rumah sakit kampus dan udah dapat nomor antrean. Dejun masih diem dan gak cerita apa-apa perihal obrolannya sama Shuhua. Sementara Dery udah kaya orang gak bertenaga, nyender ke pundak gue. Gue bisa ngerasain suhu badan Dery yang masih anget.

"Bandel sih lagian." Omel gue.

Dery cuma manyun aja, udah gak ada tenaga buat bales omelan gue.

Antrean malam ini cukup ramai. Apalagi karena kita antre poli umum. Dery udah kelihatan lemes banget padahal tadi sebelum berangkat sama Rana dipaksa makan angsle. Kalau kayak gini jadi gak tega mau ngomel lagi.

Dejun memutuskan buat keluar dan pamit buat beli kopi. Gue mengiyakan karena kasihan juga dia berdiri terus, tadinya duduk tapi dia kasih kursinya buat ibu-ibu yang gendong anak kecil.

"Harusnya tadi sore aja ke sininya." Kata Dery. Suaranya serak, napasnya pendek-pendek.

"Ya gak kepikiran, gakpapa tunggu aja." Gue menoleh sambil mengecek suhu badan Dery menggunakan punggung tangan. Masih panas. "Masih kuat, gak?"

Dery ngangguk.

Kita nunggu sekitar setengah jam lebih sampai akhirnya dipanggil buat masuk ke ruangan periksa. Gue ikut masuk tentunya, nungguin Dery di dalem.

Dokter sibuk meriksa Dery sambil menanyainya beberapa pertanyaan. Dery sendiri juga menyampaikan keluhan yang dia rasakan selama sakit. Gue juga memperhatikan dengan seksama penjelasan dari dokter yang meriksa Dery malam ini. Bener aja Dery kena gejala typhus, tapi sama dokternya gak disuruh opname. Cuma rawat jalan aja.

Kita keluar sepuluh menit kemudian, gue menyuruh Dery untuk duduk sementara gue ikut antrean obat. Gak lupa gue menanyakan apakah obatnya Dery yang bentukannya pil semua itu bisa digerus atau gak, mengingat Dery gak bisa minum obat pake air. Akhirnya satu obatnya yang gaboleh digerus diganti sama sirup, yang sisanya boleh digerus.

Kami berdua berjalan keluar dari rumah sakit, Dejun lagi main hp di warkop kecil dekat rumah sakit. Kayaknya lagi main pubg. Kopinya udah tinggal dikit.

"Dejun, ayo." Panggil gue.

Dejun buru-buru matiin ponselnya dan lari ke mobilnya Dery di area parkir.

"Lo depan apa belakang, Deb?" Tanya Dejun.

Tadi pas berangkat sih gue duduk di depan soalnya Dery biar bisa tiduran di belakang. Tapi entah kenapa gue mau duduk di belakang aja sekarang nemenin Dery. "Di belakang."

"Njir. Jadi sopir dong gue."

"Udahhh buruan ini temen lo kasihan." Gue membantu Dery duduk dan akhirnya duduk di sampingnya. Seperti tadi di rumah sakit, Dery juga sandaran di pundak gue. "Dejun beli makan dulu."

Dejun mulai melajukan mobilnya Dery ke jalanan setelah bayar parkir. "Makan apa?"

"Der, mau makan apa?" Tanya gue ke Dery.

"Gakmau, mau pulang aja gue. Pusing."

"Makan rawon aja mau?" Tawar gue.

Dery mengangguk pasrah.

"Rawon aja?" Tanya Dejun sambil melirik kami berdua melalui kaca spion.

"Iya itu aja."

🌎🌍🌏

[1] Hendery - AU (✔️)Where stories live. Discover now