8

96 8 0
                                    

Seperti yang sudah seharusnya dilakukan Kirana sebelumnya. Hari ini gadis itu tengah berada di kamar tidur Rina untuk membantunya belajar. Rina sedang berkutat dengan soal yang sudah diberikan Kirana, sementara gadis itu sendiri tengah asyik berselancar di dunia maya.

Ketenangan mereka diganggu oleh suara ketukan di pintu yang kemudian menampilkan sesosok laki-laki dengan rambut acak-acakannya menjenguk melalui celah pintu yang terbuka.

“Kalian disuruh makan malam,” ucap Rian kemudian pergi meninggalkan kedua gadis itu.
Dengan senang hati Rina menutup buku soal yang masih dikerjakannya, dia kemudian menarik tangan Kirana yang tengah duduk bersila di samping tempat tidurnya.

“Besok bawa kerjaan yang tadi,” perintah Kirana, “Jangan nyontek,” lanjut gadis itu saat melihat raut ceria di wajah Rina.

“Siap bos!” balas Rina sambil melakukan gaya hormat yang membuat kedua gadis itu tertawa.
Meja makan sudah penuh dengan para anggota keluarga di rumah itu. Kirana mengambil tempat duduk di sebelah Rina, membuat gadis itu menghadap ke arah Rian.

“Eh, ayo makan sayang,” sambut Widya saat melihat kedua gadis itu.

Kirana mengangguk sopan dan hanya mengambil makanan secukupnya, menurutnya akan tidak sopan jika mengambil banyak walalupun diatas meja makan tersebut tersaji berbagai macam hidangan.

“Tuh Rian, coba kayak Kira udah pinter baik lagi, mau bantuin adek kamu ini,” ucap Widya.

Rian tersenyum sinis, “Ma kalo Rian masuk IPA paling juga bisa dapat peringkat atas, jangan raguin otak anak Mama ini,” bela Rian yang kini sudah menampilkan sebuah seringaian di wajahnya.

“Halah belagu kamu, kalo mau pinter tuh belajar yang rajin bukan cuman main ps aja,” sindir  Widya tanpa menatap Rian yang sedang dibicarakannya.

Rian hanya berdecah sebal mendengar penuturan sang ibu. Mereka semua kemudian melanjutkan makan malam dalam diam.

“Kira, lain kali sering-sering yah main ke sini, jangan bosan,” ucap Widya saat Kirana sudah akan beranjak pulang.

“Iya Tante, terimakasih,” balas Kirana sopan.
Setelah sedikit percakapan singkat Kirana segera pulang ke rumahnya karena jam sudah hampir menunjukkan pukul sembilan malam.

***

Sebuah mobil dengan berwarna biru tua terparkir manis di halaman depan rumah Kirana. Gadis itu kemudian memperhatikan mobil di depannya dengan seksama.

“Siapa bertamu jam segini?” gumam Kirana saat menyadari mobil tersebut belum pernah dilihatnya sebelumnya.

Betapa terkejutnya Kirana saat mendapati dua orang pria sedang bercakaap-cakap di depan ruang keluarganya. Papahnya dan Zaid.

“Papah?” tanya Kirana mengintrupsi obrolan kedua lelaki itu.

“Kirana, kamu dari mana aja kok jam segini baru pulang?” balas Rudy dengan suara tegasnya.

“Kan Kira udah bilang, mau belajar bareng sama temen,” balas Kirana dengan suara kecil.

Sebagai seorang ayah, Rudy memang sangat jarang sekali mengobrol dengan gadis semata wayangnya. Bahkan untuk memarahai ataupun sekedar menegur dengan tegas saja sangat jaarang dilakukan oleh pria itu. Sehingga Kirana merasa sangat kaget sekaligus sedikit takut dengan ayahnya saat ini.

Rudy menghela napasnya, mencoba menenangkan diri. Tidak mungkin dia akan memarahi putrinya sendiri di depan seorang pria yang akan mejadi menantunya kelak.

“Yaudah, kamu cepat ganti baju, setelah itu jalan sama Zaid,”

Kirana menatap heran ayahnya yang kini sedang menyuruh putrinya jalan dengan seorang pria di malam hari, “Pah kan udah malam, besok kan bisa,”  bela gadis itu.

“Iya Om, lagian kasian juga Kirana baru habis pulang,” ucap Zaid sedikit membujuk Rudy.

“Kalau gitu saya pamit pulang dulu Om, Kirana,” lanjut Zaid sambil memberikan senyumnya yang kemudian diangguki oleh Rudy.

Sepulang Zaid dari rumah, Rudy langsung saja masuk kembali ke ruang kerjanya tanpa menghiraukan Kirana yang akan kembali ke kamarnya sendiri. Memang, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, Kirana masih saja berfokus kepada laptop kesayangannya untuk menonton film. Hari ini memang tidak ada jadwal baginya dan Rina untuk belajar, sehingga membuat gadis itu akan menghabiskan hari Minggunya di rumah.

Ketukan di pintunya membuat gadis itu harus menghentikan sejenak aksi Harry Potter yang tengah bertarung dengan Draco Malfoy. Kirana membuka pintu kamarnya dan mendapati Zaid sudah berdiri di sana.

Cowok itu menatap bingung kepada Kirana, “Kok belum siap?” tanyanya sambil menaikkan sebelah alis.

“Emang mau kemana?” tanya Kirana balik. Gadis itu memperhatikan Zaid yang memakai kaus belang hitam-putih ditambah jaket jeans dan celana hitam serta rambut yang ditata seperti biasa.

“Bokap lo gak bilang?” tanya Zaid
Kirana hanya menggeleng singkat sebagai jawaban.

“Kita mau nonton, bokap lo yang ngusulin ide karena tadi malem gak jadi jalan, dan katanya lo bisa-bisa aja,” jelas cowok itu.

Kirana menghela napasnya lelah, “Tunggu bentar,” ucap gadis itu yang kemudian langsung menutup pintu di depannya.

Setelah lima belas menit menunggu, Kirana akhirnya keluar dengan menggunakan sweater berwarna coklat muda dan sebuah celana jeans tak lupa slingbag kecil berwarna hitam juga tergantung di bahunya. Zaid yang melihat kedatangan gadis itu hanya mentapnya dalam diam. Karena hari ini Rudy sedang berada di luar kota, membuat Kirana langsung saja berjalan keluar bersama cowok itu.

“Kalo mau jalan bilang sama gue, jangan sama Papah,” ucap Kirana membuka percakapan saat mereka sedang menunggu film yang akan di mulai.

Zaid yang sedari tadi sedang asyik dengan ponsel menatap gadis itu sebentar kemudian menyerahkan ponselnya. Melihat Kirana yang hanya diam dengan tatapan bertanya membuat cowok itu lebih dahulu menjelaskan maksudnya.

“Bagi id line, ig, sama wa,” ucap Zaid sambil sedikit menggoyangkan tangannya yang memegang ponsel ke arah Kirana. Gadis itu kemudian mengambil ponsel milik Zaid dan mulai mengetikkan sesuatu disana.

“Kenapa beli tiket ini?” tanya Kirana saat memperhatikan tiket bioskop yang berada di tangannya. Gadis itu sedari tadi memang hanya memegang tiket tersebut tanpa melihat judul film yang tertera.

“Lo gak suka Fantastic Beast?” tanya Zaid, “Kalo emang gak suka tukar aja,” lanjut cowok itu.

Kirana menggeleng dengan cepat, “Gue suka, Cuma udah nonton aja,”

“Udah nonton?! Filmnya baru keluar kemaren lho Ra,” ucap cowok itu terkejut mendengar penuturan gadis di sampingnya.

“Hm,” gumam Kirana sambil menganggukan kepala.

Mereka berdua telah selesai menonton film, Zaid mengajak Kirana untuk pergi ke sebuah kedai es krim langganannya untuk menyegarkan tenggorokan mereka.

“Btw lo kelas mana?” tanya Zaid sambil menyendokkan es krim ke dalam mulutnya.

“11 IPA 4,” ucap gadis itu yang juga sudah berfokus kepada es krim di depannya.

“Kenapa setuju sama perjodohan ini?” tanya cowok itu heran.

Kirana mengangkat kedua bahunya acuh, “Gak pernah bilang setuju dan gak pernah nolak juga,” jelas cewek itu.

Zaid menatap ke dalam manik hitam gadis di depannya. Walaupun Zaid bukan salah satu murid yang terkenal di sekolah, bukan berarti cowok itu tidak pernah memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Kelas Zaid yang berada di lantai dua gedung IPA pasti membuat cowok itu melewati kelas 11 IPA 4 yang terletak di samping tangga.

“Kok gue gak pernah liat lo di sekolah?” tanya cowok itu lagi.

“Jarang keluar kelas,” ujar cewek itu.

Mereka berdua kemudian melanjutkan memakan es krim masing-masing dalam diam. Keadaan yang paling disukai Kirana.

~ to be continued

K I R AWhere stories live. Discover now