1

550 17 2
                                    

Matahari menampakkan dirinya di ufuk timur, memulai tugasnya di pagi hari. Angin berhembus dengan lembut menyapa siapa saja yang tengah dilewatinya. Seorang gadis dengan kacamata itu terus memperhatikan keadaan di luarnya. Menatap setiap orang yang berlalu-lalang tanpa sedikit pun ketertarikan dalam dirinya.

Kirana Mentari namanya, gadis yang selalu saja membatasi dirinya dengan lingkungan sekitar. Dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya, ia masih melakukan aktifitas biasanya saat bosan di dalam kelas, mebaca beberapa referensi buku pelajaran.

Pengeras suara di dalam kelas itu berbunyi, kemudian terdenagar suara renyah Bu Vero yang mengumumkan sesuatu disana, “Panggilan kepada siswi atas nama Kirana Mentari, Kelas 11 MIA 4 diharapkan menuju ke ruang guru untuk menemui saya, terimakasih,”

Gadis yang berada di ujung kelas itu, menolehkan kepalanya menatap heran kepada teman-teman kelasnya yang hanya di balas dengan tatapan serupa oleh mereka. Tidak biasanya Kirana dipanggil menghadap seorang guru, bahkan hampir tidak seumur hidupnya. Dengan perasaan gugup, Kirana kemudian melangkahkan kaki menuju ruang guru sambil menaruh earphonenya  ke dalam saku.

Sesampainya di sana, ia melihat seorang gadis yang juga tengah berdiri menghadap Bu Vero, guru Matematika mereka. Setelah memantapkan hatinya, Kirana kemudian memilih untuk langsung bertanya kepada guru yang terkenal cukup tegas itu.

“Permisi Bu,” ucap Kirana sopan.

“Oh iya, Kirana…saya harap kamu bersedia untuk melatih Adrina agar bisa meningkatkan prestasinya,” ucap Bu Vero tanpa basa-basi seraya menunjuk ke arah gadis tadi.

Melihat raut kebingungan di wajah Kirana membuat bu Vero tertawa, “kamu tidak keberatankan Kirana? Lagipula dari semua murid angkatan kalian hanya kamu yang memiliki nilai stabil dan diatas rata-rata, saya tidak mungkin mengandalkan mereka yang kelas 12 untuk hal ini, karena dengan bantuanmu saya harap bisa membantu Adrina agar dapat naik kelas,” jelas guru itu masih dengan senyum yang sejak tadi terpatri di wajahnya.

“Ehm..saya tidak keberatan dengan itu Bu,” balas Kirana dengan sopan sambil sesekali melirik kearah gadis yang berdiri di sebelahnya.

Bu Vero tersenyum dengan cerah mendengar perkataan Kirana, “Baiklah, kalian boleh kembali ke kelas masing-masing, untuk belajarnya kalian atur saja sendiri,” ucap beliau, “Oh dan Kirana…kalau bantuanmu bisa membuat nilai Adrina naik maka kamu akan mendapatkan nilai plus dari saya,” tambah wanita itu sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Lo kok bisa deket dan sesantai itu sama Bu Vero? Dia kan macannya sekolah ini,” tanya Adrina saat mereka masih berjalan di lorong sekolah yang kosong karena jam pelajaran sudah dimulai semenjak sepuluh menit yang lalu.

“Bu Vero temen nyokap gue,”

“Oohh, pantes aja kayak beda gitu auranya waktu ngeliat lo,” cibir gadis itu.

Kirana menghentikan langkahnya, membuat Adrina juga melakukan hal yang sama, “beliau gak ngasih perhatian khusus kok,” gumam Kirana namun masih dapat di dengar telinga gadis yang berada beberapa laangkah di depannya. Gadis itu kemudian berbalik menatap Kirana.

Kirana meneliti Adrina sekilas, dari pakaiannya yang terlalu ketat bisa dipastikan bahwa Adrina merupakan siswi yang cukup terkenal di sekolah. Berbanding 180 derajat dengannya yang lebih sederhana dan bahkan tidak popular di SMA Kartini. Hening beberapa saat yang kemudian di pecahkan dengan tawa Adrina. Kirana menatap ke arah gadis itu dengan pandangan heran.

“Gue gak ngomong soal nilai lo yang mungkin berada jauh diatas gue, gue cuma nanya hubungan lo sama Bu Vero gak lebih,” ucap cewek itu yang kemudian berbelok di ujung lorong menuju kelasnya masih dengan tawa yang belum lenyap.

K I R AМесто, где живут истории. Откройте их для себя