KKN di Desa Penari

Start from the beginning
                                    

mungkin, Ayu merasa Widya sudah melakukan hal yang tidak sopan, sebagai tamu, Widya memang seharusnya tidak mengatakan itu. di tengah perdebadan antara Widya dan Ayu, tiba2 dari balik pohon jauh, sosok hitam dengan mata merah tengah mengintai mereka. sialnya, hanya Nur yg melihat

akhirnya, perdebadan itu selesai, Nur meninggalkan sosok itu, yg masih mengintip dari balik pohon ia masuk ke sebuah rumah milik salah satu warga yang tidak berkeberatan, untuk mereka tinggali selama menjalankan tugas KKN mereka, disana rupanya perdebadan Widya dan Ayu berlanjut

"koen iku kok ngeyel seh, wes dikandani, gak sampe setengah jam iku mau" (kamu kok keras kepala, sudah dikasih tau, tadi gak sampai setengah jam) Nur masih melihat, alih-alih menengahi, Nur lebih kepikiran dengan hal lain, salah satunya, genderuwo itu, untuk apa ia mengintainya.

namun, tetiba, Widya mengatakan sesuatu yang membuat Nur tidak bisa mengabaikanya. "Awakmu mau krungu ta gak, onok suoro gamelan nang tengah alas mau?" (kamu tadi dengar atau tidak, ada suara gamelan di tengah hutan tadi?!)

namun ucapan Widya di tanggapi Ayu dengan nada mengejek. "halah, palingan yo onok acara nang deso tetangga, opo maneh" (halah, paling tadi kebetulan ada yang mengadakan acara di desa tetangga, apalagi) Nur, yang mendengar itu bereaksi pada Ayu. "Yu, gak onok loh deso maneh nang

-kene) "jare wong biyen, nek krungu suoro gamelan, iku pertanda elek" (kata orang dulu, bila mendengar suara gamelan, itu artinya sebuah pertanda buruk) Malam itu, berakhir, meski perdebadan masih terus berlanjut di batin mereka masing-masing. pertanda apa yang sudah menunggu

"Yu, aku kepingin ngomong, wong loro ae, isok kan" (Yu, aku ingin ngomong, sebentar, bisa kan?) "ngomong opo Nur?" (ngomong apa Nur) tanya Ayu, Nur dan Ayu pergi ke pawon (dapur) , wajah Nur, masih tegang, ia masih ingat, matanya tidak mungkin salah, ia melihat makhluk itu.

"Yu, aku takon. awakmu gak ngerasa aneh tah gok deso iki, awakmu jek iling, kok iso-isone pak Prabu sampek ngelarang keras, kene KKN nang kene. opo awakmu gak curiga blas tah" (Yu, aku mau tanya, kamu gak ngerasa aneh'kah di desa ini, kamu ingat, kok bisa-bisanya pak Prabu-

-sampai, melarang keras, kita KKN disini, apa kamu gak curiga) "Opo seh maksudmu ngomong ngunu?!" (apa sih maksudmu ngomong kaya gitu?!) ucap Ayu ketus. "bekne, pak Prabu nduwe alasan, lapo ngelarang awak dewe KKN nang kene" (mungkin, pak Prabu punya alasan, kenapa melarang-

-kita KKN disini) "nek awakmu ngomong ngene, soale perkoro Widya mau, ra masuk akal Nur, awakmu melu observasi nang kene kan ambek aku, opo onok sing aneh? gak kan. wes talah, mek pirang minggu tok ae loh" (kalau kamu ngomong begini karena perkara Widya tadi, gak masuk akal Nur-

kamu sendiri ikut aku observasi disini kan, apa ada yang aneh? gak kan, sudahlah, cuma beberapa minggu aja loh) Ayu pergi, meninggalkan Nur. sementara Nur, tidak mungkin menceritakan apa yang ia lihat, Ayu bahkan tidak percaya dengan hal yang ghaib. Nur pun mengalah lagi.

"Nur" Widya memanggil, Nur pun menatap wajahnya yang sayu, tampak ia baru saja menangis, tidak aneh memang, siapa yang tidak akan menangis bila merasakan hal yang bahkan tidak masuk diakal seperti itu. "isok gak, aku jalok tulung" (bisa aku minta tolong) ucap Widya.

"tolong, ojok ceritakno yo, soal aku krungu gamelan mau, gak enak ambek warga kampung, kene kan tamu nang kene" (tolong jangan ceritakan ya, soal tadi, soal aku dengar gamelan, aku gak enak kalau sampai kedengaran warga desa, kita kan tamu disini) Nur hanya mengangguk.

namun, sebelum Widya beranjak dari tempatnya, Nur tiba-tiba mengatakanya. "Wid, asline aku mau yo krungu suara iku mau, malah, aku ndelok onok penari'ne nang pinggir tulangan mau" (Wid, sebenarnya, aku juga mendengar suara gamelan itu, malah, aku melihat ada yang menari disana)

Catatan Sang PerantauWhere stories live. Discover now