🇳🇱13. Murka🇳🇱

615 115 16
                                    

Kecemasan Dewa terbayar saat melihat sosok Beatrix yang berlari menyusuri jalan setapak di belakang rumah. Dengan langkah riangnya, gadis itu ditarik oleh Bebet si anjing sementara Oliver berjalan santai di belakangnya.

Lelaki itu sudah melipat wajahnya dengan ukiran rasa khawatir. 'Deo' tetaplah seorang Belanda yang berdarah Yahudi. Kalau seandainya Oliver bisa mencium hal itu, bisa-bisa 'Deo' berakhir di kamp konsentrasi.

Dewa berdiri. Wajahnya sudah sangat muram menampakkan kerutan yang berlipat-lipat. Kekesalan terukir di wajah Dewa dan dalam hati merutuki sikap ceroboh Beatrix. Tanpa merasa bersalah, gadis itu masuk dan menyapa Dewa.

"Hai, Wa!"

Dewa tidak menjawab. Ekspresinya datar dan cenderung menakutkan bagi Beatrix.

"Masuk!" ucap Dewa penuh penekanan, ketus dan dingin.

Dewa permisi lebih dahulu kepada Tuan Sneijder, dan memberi isyarat pada Beatrix untuk mengikutinya. Lelaki itu bangkit dari duduk dan berjalan menuju ke dalam rumah.

"Aku dipanggil Dewa." Beatrix memberikan ujung tali kendali kepada Oliver, kemudian berlari mengikuti Dewa. Oliver menerima ujung tali kekang, tetapi matanya mengikuti punggung Dewa yang berjalan ke dalam rumah.

Langkah Dewa begitu kasar dan tergesa sehingga perhatian Nyonya Sneijder terbagi untuk melihat ke arahnya. Wajah Dewa begitu dingin, mengerikan, juga membuat Beatrix bertanya-tanya apa yang membuat Dewa murka.

Begitu sampai kamar, Dewa menunggu di ambang pintu. Sesudah Beatrix masuk barulah Dewa menutup pintu.

"Deo, apa yang kamu lakukan?" selidik Dewa dengan nada tegas. Seperti anak kecil yang dimarahi orangtua Beatrix dalam kebingungan berusaha membela dirinya.

"Maksudnya apa? Kenapa kamu begitu murka seperti itu?"

"Kamu ... kamu ...." Dewa mengacak rambutnya yang sudah kering karena menguap di bawah sinar mentari selama menunggu Beatrix di taman. "Kamu tidak tahu siapa Oliver?" Dewa merendahkan suaranya. Menundukkan wajah tepat di wajah kecil bermata biru itu.

 Menundukkan wajah tepat di wajah kecil bermata biru itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia ... tentara pasukan SS"

Dewa mengerang. Marah pada dirinya, menghadapi sosok yang senaif itu.  Tangan yang menggenggam kuat itu mengarah di dekat pipi Beatrix. Gigi Dewa beroklusi erat, matanya menyipit, tubuhnya bergetar karena gemas bercampur kesal dengan makhluk naif di depannya.

"Jangan terlalu dekat dengan lelaki itu," ucap Dewa pada akhirnya. Dewa mengatur napas, berusaha mengatur emosinya.

"Entah kenapa, aku kasihan dengan dia. Dia sama seperti aku, dan kamu—"

"Dia penjajah bangsa nenek moyangmu, Deo!" Dewa melotot membuat Deo memundurkan kakinya selangkah.

"Iya. Aku tahu. Awalnya aku takut, tapi kesedihan yang terpancar matanya tertang—"

Nederland (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang