[16 - c ] - Ending Scene

132 9 13
                                    

Scary Voice [16-c] - Ending Scene

***

"Jadi sekarang udah sah?"

Wildan hampir saja menumpahkan sirup yang dia genggam berkat Vero dan Arghi yang menyenggolnya tanpa aba-aba. Kalau dia tidak cekatan, mungkin jas putihnya akan ternodai dengan sirup merah itu. Wildan mendelik, menggeleng heran. "Melukai pengantin laki-laki di hari bersejarahnya bisa kena undang-undang. Hati-hati," protes Wildan.

Tawa Vero dan Arghi menguar. Mereka berdua mengejek Wildan lewat tampang yang menyebalkan.

"Ya, walau pun nggak sama dia, tapi lo tetap dapat yang cantik Wil." Vero memperluas senyumnya.

Wildan tergelak kecil. Mengurut pelipisnya yang baru setengah hari ini sudah mengeluarkan banyak keringat. "Cantik itu relatif, Ve. Sesekali, lo harus lihat yang eksistensinya nggak kasat mata."

"Maksud lo liat kuntilanak bunting kayak yang sering lo pergokkin? selama ada setan berjenis kelamin perempuan lo bilang cantik semua, kan?" sindir Vero.

Arghi menjentikkan jarinya. "Bener banget Bang. Nggak aneh sih, Wildan itu datar banget memang. Tihang listrik aja kalah datar daripada dia." Arghi menambahkan.

Sepertinya kalau menutup mulut orang lain dengan selatip itu tidak dosa, maka Wildan akan melakukannya sekarang. Pada Vero dan juga Arghi yang belum puas merecokinya. "Maksud gue bukan gitu." Wildan memutar bola matanya sambil menyimpan gelas kosong di atas meja.

"Mulai nih, pembukaan pidato on the way!" Vero sudah mengambil ancang-ancang untuk menutup kedua telinganya namun sebelum itu terjadi, Wildan lebih dulu menahan tangan Vero.

"Ketika seorang laki-laki menikahi perempuan, Nabi Muhammad SAW bilang yang dilihat pertama kali adalah agamanya." Wildan memiringkan wajahnya, sepertinya Vero menyimak dengan baik. Begitu juga dengan Arghi. "Ada iman atau enggak di hatinya? itu, yang kasat mata tapi berharga." Alis Wildan terangkat keduanya. "Perempuan cari laki-laki yang bisa membimbing dan laki-laki mencari perempuan yang bisa dibimbing."

"Jadi lo lihat hal itu dari dia?" tanya Vero.

"Iya."

"Hah ... gila. Pokoknya gue belum kepikiran sampai di posisi lo sekarang Wil. Ngurus caffe aja gue udah stress." Arghi menjambak rambutnya. Kemarin, caffenya menjadi sorotan beberapa wartawan sebagai caffe yang paling laris dikunjungi anak muda. Arghi kewalahan. Meski Bang Panji turut terjun bersama Kak Resya.

"Gue percaya kalau gue berkomitmen, gue bisa lalui ini bareng dia." Wildan tersenyum tipis.

"Lo nggak akan nyesel nih, lepas Luna?" Vero bertanya untuk memastikan.

"Gue mungkin nyesel kalau mempertahankan Luna." Wildan memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana. Tatapannya berpendar. Akad sudah dilangsungkan tadi pagi. Kini resepsi sedang berlangsung dan Wildan sengaja mencuri waktu untuk beristirahat sebentar. Dia memandang ke arah perempuan berkebaya putih juga berkhimar senada yang tengah sibuk menebar senyum pada tamu undangan.

"Kenapa lo berasumsi kayak gitu?"

Wildan menukik lehernya, memandang Vero. "Gue bisa aja lukai dua perempuan sekaligus. Luna yang nggak gue sukai tapi ada di samping gue dan Sadeena yang gue sukai, tapi nggak ada di samping gue."

"Wil, gaya lo ... berasa jadi bahan rebutan banget, ya?" Arghi tertawa sambil menggelengkan kepala.

"Biar gimana pun, kalau gue nggak buat pilihan ... mungkin gue nggak bisa lihat senyum Sadeena hari ini." Wildan tidak akan lupa bagaimana sumringahnya Sadeena saat tahu kalau Wildan tidak meninggalkannya. Berkat Luna yang berbesar hati, menjadi perantara yang menghubungkan Wildan dan Sadeena.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Nov 07, 2023 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Scary Voice✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora