16. мєηgα¢αυ

181 42 18
                                    

Sangkara, Teo, dan Bumi seperti biasa menjenguk Haru di rumah sakit setelah pulang sekolah. Mereka bertiga berpapasan dengan Om Daniel dan Tante Rena, sementara setiap detik terasa sangat berharga bagi mereka.

Sebelum menjalani misi rahasia untuk mengungkap kejahatan Om Daniel dan Tante Rena, Sangkara, Bumi dan Teo melakukan diskusi untuk membagi tugas.

"Bumi, lo tetap di rumah sakit untuk menjaga Haru."

"Kenapa gue? Padahal gue pengen ikut memata-matai dua ular kobra itu."

"Jangan, kalo lo ikut terlibat dalam misi pengintaian ini, Haru nggak ada yang jaga. Yozar nggak bisa datang karena dia ada urusan keluarga."

"Lagipula kalau lo ikut dalam misi memata-matai, lo cuma akan mempersulit kita."

"Apa maksud lo bilang begitu? Lo meremehkan gue?"

"Iya. Dari yang gue amati, tingkah lo yang kekanak-kanakan dan ceroboh itu akan menghalangi misi gue dan Sangkara. Jadi, Sangkara memilih misi yang tepat untuk lo, yaitu menjaga Haru."

"Apa lo bilang?!"

"Guys, tenang ..., jangan sampe mereka denger rencana kita."

"Iya, maaf, Sangka."

"Bumi, selagi gue dan Teo memata-matai Om Daniel dan Tante Rena, lo harus janji untuk jagain Haru. Paham?"

"Iya deh, gue janji akan jagain Haru."

"Oke, pembagian tugas udah selesai sekarang kita harus bergegas."

Selesai membagi tugas, mereka pun langsung melakukan apa yang seharusnya mereka rencanakan sejak awal.

Di hari yang sama, Sangkara melihat Tante Rena memasuki sebuah toko obat. Sangkara terus memantau setiap pergerakan Tante Rena dari kejauhan, menyadari rencana busuk yang terselubung di balik tindakannya.

Sangkara menyamar dan mengintip dari kejauhan, ia terkejut saat menyadari bahwa Tante Rena membeli obat yang bukan untuk jantung.

"Gue nggak nyangka, segila itukah harta dunia baginya? Padahal ada nyawa yang harus diselamatkan." Monolog Sangkara dari kejauhan. Sangkara mencatat obat tersebut dan memantau setiap gerak-geriknya dengan hati-hati.

Setelah membeli obat, Tante Rena pergi ke suati tempat. Dan tentu saja Sangkara dengan sigap langsung mengikutinya.

"Dek, tunggu!"

"Eh, iya?" Sangkara membalikkan badan saat seseorang menyerukan dirinya.

"Kamu nggak jadi beli obat?" Tanya penjual keheranan saat melihat gelagat Sangkara yang aneh.

Duh, jangan-jangan penjual itu curiga sama gue. Batinnya cemas.

"Mbak, saya beli obat yang ada di resep ini." Sangkara memberikan sebuah resep dari dokter jantung yang selama ini mengetahui kondisi Haru, sebelum ia membuntuti Tante Rena kembali.

"Ohh, kalo gitu tunggu sebentar ya, silakan duduk dulu."

"Nanti saya ke sini lagi deh, Mbak.s soalnya ada yang harus mau saya urus dulu sebentar." Ucap Sangkara.

"Ohh, baik, Dek."

Sangkara pun bergegas cepat keluar dari toko obat untuk menyusul Tante Rena. Untung saja, wanita itu tidak terlalu jauh dari jangkauan penglihatannya. Ia melihat Tante Rena sedang duduk di kursi kedai bakso, sepertinya hendak makan siang. Ia pun memantau kembali dari jarak tertentu, supaya tidak ketahuan.

Sangkara terdiam sejenak, memikirkan bagaimana cara untuk mengambil dan menukar obat itu seharusnya. Saat sedang berpikir, pengamen cilik datang menghampirinya, menyanyikan sebuah lagu dengan suara cempreng khas anak-anak. Sangkara tidak merasa terganggu, namun tiba-tiba saja ia mendapatakan sebuah ide.

LINGKAR BINTANG [TAMAT]Where stories live. Discover now