10. мαтαнαяι

273 60 38
                                    

Suara riuh anak-anak memenuhi Panti Asuhan Matahari, tempat di mana anak-anak yang kehilangan tempat berada di bawah atap kasih sayang dan perlindungan. Suasana yang biasanya penuh tawa dan canda kini terasa suram, seperti mendung yang menggantikan matahari hangat yang dulu menyinari kehidupan mereka.

Sebagai sosok yang bebas dan senantiasa melupakan batasan, Bumi tak pernah membayangkan bahwa ia dapat merubah dinamika lingkungannya sejauh ini.

Di Panti Asuhan, Bumi mendengar hal yang selama ini diabaikannya: kekesalan dan ketidakpuasan anak-anak panti terhadapnya.

Suatu hari, saat berkumpul di ruang makan yang sederhana, sekelompok anak mengeluarkan unek-unek mereka. Terdengar suara kecil dari sudut ruangan, "Kenapa sih kita harus hidup sama Bumi? Semua hal yang kita lakukan jadi sangat berat untuk dijalani."

Kemudian, salah satu dari mereka, seorang gadis bernama Natania, dengan ekspresi kesal, mengungkapkan perasaannya. "Bumi itu anak nakal yang selalu merusak semuanya. Kita semua di sini bahagia, sampai dia datang dan menghancurkan semuanya."

Sedari awal, Bumi tidak pernah menyadari dampak kehadirannya pada kehidupan mereka. Tidak ada niat buruk dalam hatinya, tetapi sekarang ia melihat dirinya sendiri dari perspektif anak-anak panti.

"Kalian tau, dulu kita punya keluarga yang baik di sini. Semua tertata rapi, dan nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi sejak kehadiran Bumi, semuanya berubah," lanjut Natania, mata cemberutnya mencerminkan kekesalan yang mendalam.

Seorang anak laki-laki bernama Rio menambahkan, "Gue dengar, ibunya Bumi nggak mau ngurusin dia karena terlalu sulit diatur. Makanya dia di bawa ke sini."

Bumi merasa ditusuk di hati saat mendengar itu. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa ia bisa menjadi beban bagi anak-anak lain di panti.

Sebagai tanggapan, ia mencoba membela diri, "Gue nggak bermaksud buat kalian nggak bahagia. Gue cuma berusaha jadi diri sendiri."

"Oh ya? Jadi diri sendiri dengan cara bersikap kekanak-kanakan dan susah diatur, begitu?"

"Lo tuh sadar nggak sih? Pengurus panti pada kewalahan sama sikap lo. Jadi, mulai sekarang ubah sikap lo yang kekanak-kanakan itu."

"Apa? Selama ini gue nggak pernah jahil sama kalian, gue cuma jahil sama teman-teman sekolah."

"Kita tau lo cuma jahil sama teman-teman sekolah, tapi lo pernah nggak bantu-bantu urus pekerjaan panti?"

Suara ketidaksetujuan bergema di ruangan. Anak-anak lain menunjukkan bahwa mereka merasa terganggu dan tak lagi merasakan keamanan yang mereka nikmati sebelum kehadiran Bumi.

Sejak hari itu, suasana di Panti Asuhan Matahari menjadi tegang. Senyum-senyum yang dulu cerah di wajah anak-anak seolah lenyap begitu saja. Mereka mencoba untuk terus menjalani hari mereka, tetapi ketidakpuasan terus mendera.

Bumi, yang merasa bersalah dan terpinggirkan, mencoba untuk berubah. Ia mulai berusaha menghormati aturan yang ada. Tetapi, apa yang sudah ia upayakan tampaknya kurang memberikan dampak yang signifikan.

Hingga suatu hari, seorang perempuan tua yang bijaksana yang bekerja di panti, Ibu Hana, mendekati Bumi.

"Bumi, terkadang kita harus belajar untuk menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Mungkin saat ini mereka tidak mengerti, tetapi bukan berarti kamu harus menyerah."

Bumi mendengarkan kata-kata Bu Hana dengan hati yang terbuka. Di Panti Asuhan Matahari, hanya Bu Hana yang mengerti dirinya.

Ia mulai mendekati anak-anak panti, mencoba lebih memahami mereka dengan bermain bersama. Dengan sabar, Bumi merajut kembali kehangatan yang dahulu sering dikatakan hilang oleh anak-anak panti.

LINGKAR BINTANG [TAMAT]Where stories live. Discover now