She Has Known

3.2K 161 3
                                    

Dana's POV

"Dana... Bangun," suara seseorang membuatku membuka mata perlahan.

Kukucek mataku sebentar untuk melihat siapa ini. Ternyata Qiela. Dia membangunkanku? Pukul berapa ini?

"Ayo Dan mandi, siap-siap sekolah. Udah jam 6 tuh," tarik Qiela, sehingga tubuhku yang masih lemah tak bisa merespon apapun.

"Bentar Qi. Nyawa gue belum kekumpul semua," sahutku dan Qiela mengangguk mengiyakan.

6.10 aku kembali ke rumah untuk bersiap siap sekolah. Hari ini Senin, huuuuh semuanya pasti baik-baik saja Dan! Sekolah full bukan berarti nggak bisa bolos sekali.

Aku mulai mandi, memakai seragam sekolah ala lelaki tentunya, memasukkan jadwal hari ini dan langsung pergi ke rumah Qiela untuk menjemput si imut itu.

"Qi.... Ayo berangkat," ajakku saat melihat Qiela yang sedang mengaca di cermin ruang tengahnya.

"Lo nggak sarapan dulu? Kalo mau, gue bisa buatin lo sandwich," tawarnya dan aku menggeleng cepat.

"Nggak usah. Nanti di sekolah dapet sarapan kok. Lo mau sarapan?"

"Nggak sih. Gue jarang sarapan kalo hari sekolah," jawabnya dan Qiela langsung menggelayut di lengan kiriku.

Layak pasangan kekasih, kami keluar dari rumah dan memasuki mobil. Tak lupa kubukakan pintu mobil untuk si imut ini dan duduk manislah dia di dalam sana.

Aku mengitari mobil dari belakang, karena aku yakin saat ini sedang tersenyum seperti orang gila. Dan itu kulakukan agar Qiela tak menatapku aneh dengan senyuman seperti ini di pagi buta begini.

"Oke, kita jalan ya. Nggak ada yang ketinggalan kan?" tanyaku setelah terduduk di depan setir.

"Everything done. Berangkat Dan," jawabnya dan aku melajukan mobil dengan kecepatan super pelan. Mengingat ini masih cukup pagi dan jalanan disini tidak pernah ditumpuk kendaraan karena macet.

"Ehm, Qi. Boleh nanya nggak?"

"Hum? Nanya apa?"

"Kemarin malem, kenapa lo nangis?" tanyaku agak gugup, karena takut membuat Qiela mengingat kejadian yang membuatnya menangis kemarin.

"Gue nggak apa-apa," jawabnya singkat. Senyumnya yang mengembang, langsung memudar. Tatapannya dilemparkan ke pinggiran jalan.

Ah! This is the true damn! Aku bodoh menanyakan itu. Tidak seharusnya kuhancurkan moodnya di pagi ini. Apalagi hari ini awal minggu.

Akhirnya perjalanan ini terasa sepi. Tidak ada pertanyaan yang keluar dari mulutku. Qiela pun tidak menyenandungkan lagu-lagu, seperti biasa yang ia lakukan jika kehabisan topik saat berdua. Ini kaku, sangat kikuk. Aku kesulitan untuk memulai sebuah pembicaraan, karena akulah Qiela menjadi pendiam begini.

Akhirnya mobilku terhenti di depan Mahatma Gandhi Foreign. Aku yang melihat Qiela masih melamun, mencoba menyadarkannya. Kusentuh bahunya pelan dan kagetlah dia. Qiela menatapku sekilas dan kembali membuang tatapannya dengan alasan merapikan rambut. Aku rasa rambutnya sudah cukup rapi.

"Thanks Dan. Gue sekolah dulu, lo juga sekolah ya. Jangan bolos mulu. Bye," katanya sambil mengacak rambutku. Aku yang melihat tingkahnya ini, tersenyum kecil menerima perlakuannya. Setidaknya Qiela tidak memperjelas sikap cueknya padaku.

Aku melajukan mobilku kembali. Perlahan tapi pasti, akhirnya nama sekolahku menapak dari gedung teratas. Inter's School, itu nama yang terpampang. Dan memasuki lingkungan ini, mulailah sapaan sapaan dilontarkan padaku. Entah laki-laki ataupun perempuan.

Aku memarkirkan mobilku di samping gedung sekolah. Saat aku mengunci pintu mobil, seseorang memelukku dari belakang. Tubuhku sedikit menegang, karena refleks. Perlahan ku balikkan tubuhku dan melihat siapakah ini.

"Hehehe, Kakak aku kangen," cengiran gadis ini membuatku tersenyum lega.

"Aih Vira kamu bikin Kakak kaget," jawabku sambil mengacak puncak kepalanya.

Seperti biasa, dia mengalungkan kedua tangannya di lengan kiriku. Dan dengan begitu kami berjalan beriringan menuju koridor sekolah. Semua mata tertuju pada kami, ah itu sudah biasa. Pikiran mereka pasti membayangkan aku dan Vira adalah sepasang kekasih.

"Kak Dan, yuk ke kantin langsung sarapan," ajaknya dan aku hanya tersenyum menjawab permintaannya.

Duduk di bangku tengah adalah pilihan terakhir. Melihat semua tempat telah terisi dan di tengah satu-satunya yang tersisa. Terpaksa aku memilih tempat yang sangat mudah di perhatikan ini. Sangat tidak strategis.

"Vira, kamu sehat?" tanyaku saat kami telah terduduk di sebuah meja makan.

"Ehm, kemaren abis check up ke dokter praktek, Kak,"

"Besok-besok kalo mau check up, telpon Kakak aja ya. Nanti Kakak anterin ke tempat temen Papa," tawarku dan dia mengangguk semangat.

"Oh ya Kak, kemaren aku liat Kak...,"

"Kak... Siapa sih namanya. Aku lupa,"

"Udah jangan banyak di pikirin. Nanti makin parah sakitnya. Mungkin dia orang yang mirip kali,"

"Ih bukan mirip, tapi emang dia. Kita sempet ngobrol Kak. Ah aku lupa namanya, yang jelas dia mantan Kakak,"

Aku terpaku mendengar 'mantan'. Tatapan mataku serasa tak berbatas, menatap lurus pada objek yang irasional. Bibirku masih terkatup dan sangat kaku. Aku merasakan tubuhku sangat kaku, merasakan emosiku mulai tak terkendali. Sekuat batinku, kuatur nafas dan kucoba keluar dari emosional ini.

"Maksudnya Kak Aury?"

"Aah iya. Kak Aury. Dia nanya kabar kakak, ya aku jawab kakak baik-baik aja. Terus kakak juga udah punya gebetan baru dari MGF," jawabnya polos dan tanpa dosa.

Vira menatapku dengan mata yang sedikit terbelalak, karena saking hebohnya bercerita dan membuatku mempercayainya.

"MGF? Kenapa MGF?"

"Iya tadi kan aku ngekor dibelakang mobil Kakak. Yee ternyata cewenya dianterin sekolah, pantesan mau maunya mampir kesana,"

"Iih doyannya ngekor. Terus, kamu pikir itu pacar Kakak?"

Dengan polosnya ia mengangguk yakin sambil mengatakan "Ya,"

Bocah ini benar-benar membuatku shock, bisa-bisanya ia mengintip kehidupanku.

"Itu bukan pacar kakak, Vi. Itu cuma temen. Lagian dia masih normal kok,"

"Nanti kalo dia tau kakak cewe, ya sama aja dia belok Kak," jawabnya tak mau kalah.

"Aah, iyadeh. Liat aja nanti siapa yang bener. Kalo kakak yang bener kamu harus nurut ya, tapi kalo kamu bener, kamu bisa nyuruh kakak apa aja. Gimana?"

"Waah, beneran ya? Oke aku setuju. Aku yakin, kakak nggak pernah punya feeling yang bener. Pasti jawaban kakak salah," sahutnya sambil tersenyum puas.

"Pokoknya cewe yang tadi bakal jadi belok. Dia bakal tetep nerima kakak, walaupun dia tau Kakak itu cewe,"

Vira menatapku dengan yakin dan anggukannya benar-benar mantap. Aku yang melihat tingkah percaya dirinya itu hanya tersenyum kecil. Ah, aku pasti akan menerima kekalahan dari taruhan ini.

Found LoveWhere stories live. Discover now