Theirs are Mine

2.4K 125 1
                                    

JJ21/N

Untuk chapter ini, gue buat ke point nya langsung. Mohon maaf kalo rada ga nyambung dengan chapter sebelumnya. Gue tau ini maksa banget, tapi gue ga ada ide lagi buat lanjutin. Jadi mohon maklum ya guys.

Thanks vomments nya dan keep reading guys. Gue sangat appreciate dengan readers yang aktif.

J love u all

------------------------------------------------
Dana's POV

Sudah hampir dua bulan Vira berbaring disana. Iya, dia koma. Dia koma beberapa minggu sejak penerimaan donor matanya.

~****~

Aku lupa kapan tepatnya ini, aku juga tidak terlalu mengingat tanggal dan hari ini. Yang terjelas hari ini aku sangat senang. Iya aku senang, senang mendapatkan berita bahwa ada seseorang yang rela mendonorkan matanya untuk Vira, yang kehilangan penglihatannya karena efek kemotheraphy.

"Om, apa saya tidak boleh tahu siapa yang sudah donor mata buat Vira?"

"Nanti Dan. Si pendonor bilang, Om baru boleh kasi tau kamu setelah Vira sadar lagi,"

Aku hanya mengeluh dalam hatiku. Kesekian kalinya aku bertanya siapa pendonor ini, tapi tidak kunjung mendapatkan jawabannya juga. Baiklah, bersabarlah sedikit Dana.

Aku berjalan menuju ruangan dimana Vira dirawat. Kulihat juga July sedang duduk di kursi yang tersedia disebelah ranjang Vira. Dengan penuh kasih sayang, di rapikannya anak rambut Vira yang jatuh ke pipi. Ini adalah July ku. Dia yang penyayang, lembut dan sangat mencintai Vira tentunya.

"Jul, sana lo makan siang dulu. Biar gue yang jagain Vira,"

"Nanti aja Dan. Gue masih kangen sama Vira. Beberapa bulan sejak dia kemotheraphy, gue gapernah denger suaranya lagi, bahkan sampai saat ini. Sekarang gue cuma butuh di sampingnya, barang sehari aja. Lo aja makan siang gih. Gue ga laper," begitulah katanya. Aku hanya tersenyum, mengerti dengan rasa rindu yang ia utarakan barusan.

"Jul, gue ngerti lo kangen sama Vira. Tapi Jul, walaupun begitu, lo harus tetep jaga kondisi. Masa iya nanti lo sakit dan ga bisa nemenin Vira disini. Mending kita pergi berdua aja ya. Tunggu lagi sebentar, nanti Qiela dateng buat jagain Vira. Setuju?"

July hanya mengangguk mendengarkanku. Dia tersenyum padaku dan berdiri dari tempatnya duduk, lalu memelukku dengan sangat erat.

"Makasih Dan. Lo selalu ada buat gue. Dan, apa Dr. Anto udah kasi tau siapa pendonornya? Kalo udah, gue mau ketemu dia sekarang juga,"

"Belum Jul. Dokter Anto bilang, setelah Vira sadar baru bisa dikasi tau. Gue juga sempet dongkol waktu denger Dr. Anto bilang gitu. Tapi, ya mau gimana lagi. Berdoa aja Vira cepet sadar dan sehat lagi, terus kita bisa ketemu sama pendonor matanya,"

July hanya mengangguk lagi, pertanda mengerti dan pasrah. Beberapa menit kemudian, Qiela datang dengan sebuket bunga di tangan kanannya. Dia memang rajin mengganti bunga di ruangan ini setiap minggunya.

"Siang. Wih, ruangannya makin wangi setiap gue bawain bunga, hehehehe," cengirnya pada July.

July menatap Qiela sambil tersenyum dan mendekatinya, lalu memeluk Qiela.

"Makasih ya udah ikut ngurusin Vira," katanya.

Qiela menjawabnya dan membalas pelukan July. Aku tidak bisa menahan senyum lagi saat melihat mereka berdua akhirnya berhenti perang dingin, karena inisiden July mencium Qiela dengan paksa. Aku terkadang ingin tertawa mengingat bagaimana July menceritakan aksi bejatnya saat mencium Qiela, serta saat melihat wajah Qiela yang terus merasa bersalah karena dicium paksa oleh July. They're mine, and so great to know them.

~******~

"Dan, Qiela nungguin lo tuh di taman rumah sakit. Sono samperin,"

Kulihat July yang baru saja memasuki ruangan ini. Aku langsung berdiri dan memberikan tempat dudukku untuknya.

"Oh ya? Kalo gitu gue samperin dia aja deh. Btw, lo udah makan siang kan?"

"Udah barusan," jawabnya sambil mendekat ke tempat Vira berbaring.

"Yaudah gue pergi sekarang ya," kataku padanya.

Sebelum pergi, kusempatkan untuk mengecup kening Vira dan mengelus pipinya, berharap dia cepat sadar dari tidur panjangnya.

"Bye Jul. Baik-baik disini ya,"

July membalas lambaian tanganku dan aku pun pergi ke taman yang dimaksud July untuk menemui Qiela. Sampai di taman, kusebar pandanganku untuk mendapatkan dimana sosok Qiela berada. Well, seperti biasanya, dia masih setia dengan kursi taman yang berada di ujung. Cukup jauh dari sini.

"Hey," sapaku.

"Hey, kamu udah makan siang?" tanyanya padaku dan aku hanya menggeleng pelan sambil duduk di sampingnya.

"Hhm, ini tadi aku sama July beli nasi goreng tomyam kesukaan kamu. Mau aku suapin?" katanya sambil membukakan kotak nasi itu.

"Boleh deh, hehehe,"

"Dasar manja,"

"Sama pacar juga kan ye," sahutku tak mau kalah.

Qiela menyuapiku makan, sedangkan aku sibuk menatap wajahnya yang polos itu. Mata bulatnya, bibir tipisnya, pipi chubbynya yang sangat mudah memerah, serta senyumannya yang sering mebuatku rindu.

"Gitu banget mandanginnya. Awas nanti malah kecanduan," katanya sambil terkikik pelan.

"Ya biarin aja dong. Lagian kamu sih mukanya sok polos gitu," jawabku sambil mencubit pipinya dan dia meringis kesakitan. Aku tertawa mendapati pipinya memerah karena bekas cubitanku.

"Sakit tau!" katanya bersungut sambil mengelus pipinya.

Aku masih tertawa melihat ekspresinya itu. dia semakin lucu saja belakangan ini.

"Kita ke kamar Vira aja yuk?" ajaknya sembari mengemasi kotak makanan.

"Ayo,"

"Bunganya masih fresh kan?"

"Kan baru kemaren diganti. Masih bagus kok, masih seger semua," jawabku sambil mengelap bibir dengan tissue.

Qiela menggenggam tangan kiri ku dan akupun balas menggenggamnya. Kami berjalan beriringan menuju tempat Vira di rawat.

Kulihat July sedang duduk sendirian di kursi yang tersedia di koridor rumah sakit. Kenapa dia diluar? Aah, mungkin dokter sedang memeriksa keadaan Vira.

"Dan, Qi. Kalian tau, tadi Vira udah gerakin tangannya," katanya sambil mendekati kami berdua.

"Lo serius Jul?" Qiela langsung heboh dan membelalakkan matanya. Dengan cepat dia melepaskan genggaman tangannya padaku dan berlari menuju kaca yang membatasi ruangan Vira dengan koridor.

"Lo ga bohong kan Jul?"

"Astaga Dan, ngapain gue bohong keadaan yang begini?! Gue serius. Itu Dr. Anto lagi meriksa," jawabnya dengan raut muka serius.

"Terus lo udah telpon mamanya?"

"Udah baru aja abis nelpon. Niatnya juga nelpon lo, eh udah sampe sini ternyata,"

"Yaudah kita liat Vira aja yuk. Siapa tau nanti beneran dia udah siuman,"

July mengangguk menerima ajakanku untuk bergabung dengan Qiela yang sedang menyaksikan kegiatan Dokter Anto dan perawatnya di dalam sana.

Found LoveWhere stories live. Discover now