With Him, Dreaming

3.4K 174 2
                                    

Qiela's POV

"Qi, gue nggak mau lo pergi dari sisi gue ini. Gue mau lo tetap nemenin gue, walaupun kita sekedar temen main," kata Dana saat mataku telah tertutup sempurna.

Aku tidak merasakan ada sesuatu yang menyentuh bibirku. Hanya hembusan nafasnya yang terasa menyapu bibirku. Perlahan kubuka mataku untuk melihat wajahnya yang berada tepat di hadapanku yang hampir tidak menyisakan jarak ini.

"Dan? Kenapa lagi lo ngomong begini? Udah gue bilang, gue nggak akan pergi gitu aja dari lo," jawabku.

Baru kali ini aku menjawab permintaan lelaki dengan jujur. Aku yang biasanya hanya mengumbar janji dan cinta, kini tidak bisa melakukannya pada Dana. Dia begitu beharga untukku. Dana tidak boleh pergi dariku, aku harus mendapatkannya. Bagaimanapun caranya itu, aku harus tetap disisinya dan menjadi miliknya. Seutuhnya.

"Bener ya. Janji?" ucapnya sambil mengancungkan kelingking kanannya kepadaku.

"Iya janji," jawabku sambil mengaitkan kelingkingku pada kelingkingnya.

Kini Dana tersenyum dan melepaskan kaitan kelingking kami secara perlahan. Kemudian ia menjauhkan wajahnya dariku. Dana kembali duduk ke posisi nya semula. Dia telihat begitu tenang dengan senyumnya itu.

"Qi? Lo mau pergi kemana lagi?" tanyanya tanpa menatapku dan sibuk merogoh saku celananya.

"Gue mau pulang aja Dan. Gue capek, apalagi nanti sore temen-temen mau ke rumah beresin batiknya," jawabku sambil menatap Dana yang ternyata berusaha mengambil ponselnya.

"Oh ya? Nanti lo mau ngebatik? Boleh dong gue ikutan, lagian gue nggak ada kerjaan," pintanya dan aku mengangguk semangat mengiyakan permintaannya.

"Dateng aja kali Dan. Sekalian gue kenalin sama temen-temen gue," jawabku dan Dana lagi-lagi tersenyum sumringah.

"Hehe, okedeh Qi. Nanti gue nyelonong aja kali ya ke rumah lo. Lagian tadi Kak Sally chat gue bilang pergi sama Kak Alya keluar kota,"

"Hah? Kak Alya keluar kota? Kok gue nggak tau?!" jawabku hampir berteriak.

"Biasa aja kali nyahutnya. Tadi Kak Sally udah titip pesan buat sampein ke lo. Katanya Kak Alya udah nelpon lo beberapa kali, tapi katanya nomor lo kagak aktif,"

Mendengar pengakuan Dana membuatku merogoh ponselku yang berada di dalam tas. Ternyata ponselku mati, lowbat.

"Hehe iya Dan. Hape gue lowbat. Nggak di charger dari semalem. Yaudah gue balik ke rumah ya. Nanti sore gue tunggu lo di rumah," kataku dan Dana mengacak puncak kepalaku sambil tertawa.

"Lo kenapa?" heranku sambil menatap giginya yang tersusun rapi.

"Tadi lo marah-marah pake tampang yang bikin gue takut, sekarang lo dengan o'onnya bilang hape lo lowbat. Duuh Qi, dimana makhluk kayak lo bisa gue temuin lagi," ejeknya yang tak berhenti tertawa.

"Tapi, lucunya dimana Dan?" tanyaku agak menekan setiap kata katanya.

"Tampang lo itu lucu Qi. Udahlah, sono balik ke rumah. Katanya capek,"

"Lo ngusir gue? Nangis gue nih," jawabku dengan bibir manyun.

"Yee siapa yang ngusir. Tadi lo bilang capek, ya sono istirahat. Itu tampang lo ga usah kayak begitu, nanti kangen gue nya,"

"Ih, tampang punya gue. Kenapa lo yang ngatur," sahutku sambil berdiri dari posisi duduk.

"Yaudah deh. Mau lo menang mulu. Sono buruan pulang," katanya lagi dan aku tetap manyun.

"Iya gue pulang. Baik-baik lo di rumah Dan," kataku dan pergi meninggalkan Dana.

Aku berjalan dengan malas. Rumahku yang berada tepat di sebelah Dana terasa sangat jauh, mungkin karena aku tidak ingin pulang. Tapi, aku juga lelah. Aku butuh tidur dan menyiapkan energi untuk memulai kerja kelompok nanti sore.

Dengan perlahan, akhirnya aku memasuki area rumahku. Benar kata Dana, kakak sudah pergi. Mobilnya tidak terparkir di garasi. Dan aku sendirian dirumah.

"Iish, kakak pergi nggak mau nelpon Dana aja. Sekalian nitip makanan," gumamku sendiri.

Kulirik sekitar halaman rumah, sepertinya Kak Alya membeli tanaman baru dan aku malas melihatnya. Kuputuskan pergi ke dalam rumah dan meringkuk di sofa ruang tamu.

*

Aku terbangun dari tidurku. Mendengar suara bel rumah yang semakin cepat membuatku jengkel saja. Kulirik jam dinding, aaaah ternyata sudah lewat jam 5. Aku yakin, mereka yang diluar pasti July bersama perusuh lainnya.

Aku berjalan dengan kaki terseret, karena kesadaranku belum sepenuhnya terkumpul. Perlahan kubuka pintu dan benar saja wajah July, Paris dan Nika menyambutku. Aisssh, kenapa para toa ini sih yang jadi kelompokku.

"Qi? Tampang lo bengis amat dah," ejek Nika dan aku menatapnya tanpa ekspresi.

"Diem Ka, gue ngantuk berat ini," sahutku dengan suara datar.

"Iih, Qiela makin kisut dah," sahutnya lagi dan aku memasrahkan diri diejeknya.

"Aah, apa lah Ka. Gue capek. Ayo buruan masuk rumah,"

"Kakak lo mana?" tanya Paris kemudian.

"Keluar kota sama temennya. Gue ditinggal Ris," aduku sambil memanyunkan bibir.

"Bentar lagi umur lo 18. Pake manja segala lagi. Aah, padahal gue rela ga ngaret, supaya bisa ketemu sama Kak Alya,"

"Dasar ganjen lo. Emang gue restuin lo suka Kak Alya?!" sahutku sinis.

"Belum juga lo restuin, Kak Alya ga bakal mau lah sama curut Paris," sahut July sambil mengacak rambutnya yang tertata rapi.

"Jul rambut gue! Ih, susah tau rapiinnya," teriak Paris dan aku hanya menghembuskan nafasku pelan.

"Jangan teriak Paris. Suara lo yang becek itu bikin gue pusing," sahutku sembari mengambil bahan bahan untuk membatik.

"Hahaha, duh curut Paris di ceramahin mamah. Dengerin tuh," ejek Nika, aku dan July tertawa mendengar kata-kata Nika. Sedangkan Paris hanya memanyunkan bibirnya.

Setelah itu, kami mulai bekerja. Mulai dari menggambar pola dan segala macamnya. Paris, July dan Nika terlihat sangat fokus saat menggambar pola pada kain. Apalagi wajah Paris, benar-benar laki-laki imut. July, dia terlihat sangat bening. Bibirnya yang pink dan alisnya yang tebal, benar-benar memperjelas bahwa dia adalah perempuan blasteran. Sedangkan Nika, wajahnya yang ayu, khas gadis keraton Yogya benar-benar kental. Tidak heran jika kastanya sangat mudah ditebak setiap guru.

Melihat wajah July, mengingatkanku pada Dana. Wajah bening Dana membuatku terpaku saat menatapnya. Aku tidak bisa mengedip, karena terlalu kagum padanya.

"Soreeeee," sebuah suara khas yang sudah tidak asing, berteriak kencang.

Terburu-buru aku menengok kearah pintu, ternyata Dana datang.

Found LoveWhere stories live. Discover now