We are One

2.9K 160 8
                                    

JJ21/N

Oke berhubung title chapter ini adalah jawaban dari title sebelumnya, jadi gue updetnya cepet nih guys. Maklum ya author nya moody-an.

Thanks ya buat kalian yang udah vomments story gue. Buat yang belum sempet gue bales komentarnya, sorry banget guys. Karena koneksi internet gue rada rada. Btw, sorry curhat.

Keep reading and vomments ya guys.
J love you all

-----------------------------------------

Dana's POV

'July sialan! Kenapa coba lo ninggalin gue begini. Gue masih ngerasa bersalah sama Qiela, tapi lo malah nyiksa gue dengan ninggalin gue sama dia. Dan sekarang harus nganter Qiela pulang? Oh mau cari mati ternyata lo ya. Sial banget. Si Vira lagi pake ikut-ikutan segala. Gue kan gamau jadi keliatan aneh gini disamping Qiela. Ah, Dasar lo...'
"Dan?" suara Qiela membuatku menghentikan dumelan dalam hati.

"Ya?" sahutku tanpa menolehnya. Aku berpura-pura fokus pada jalanan di hadapanku.

"Kita pergi ke taman bentar ya, gue mau ngomong sesuatu,"

"Iya," sahutku agak kaku, karena masih merasa bersalah. Oh hell, rasa bersalah ini kenapa besar sekali?

Akhirnya aku membelokkan mobilku ke arah kanan, dan terparkir di sebuah lapangan olah raga sekaligus taman rekreasi keluarga.

Aku bersama Qiela menuruni mobil. Dan aku hanya mengikuti langkahnya dari belakang. Langkah pelan dan anggun, sangat berbeda dengan July yang beringas dan cepat. Ya tentu saja, jiwa July menyamai jiwa laki-laki, tapi dengan tampang cupu. Ah kenapa harus July sih! Jauh-jauh Jul dari pikiran gue, udah buat gue mati kutu gini lagi.

Kemudian aku kembali memperhatikan Qiela, langkah kakinya masih senada dan benar-benar anggun. Dia berjalan dengan kepala agak menunduk, ya aku melihatnya dari belakang sini. Dan setelah mendapati sebuah bangku kosong, barulah dia duduk disana dan begitupun aku, aku ikut duduk di sebelahnya.

Cukup lama kami hanya diam seperti ini. Qiela menatap lurus ke depan, sekali-kali aku mencuri pandang dari arah samping, sebenarnya apa yang ingin dia lakukan di tempat ini? Atau lebih baik aku saja yang memulai semua? Ah itu mungkin lebih baik.

"Qi?"

"Iya?"

"Gue, mau minta maaf soal yang waktu itu," suaraku sedikit memelan.

"Bisa lo jelasin Dan?" sahutnya yang berbisik. Bahkan suaranya sangat pelan.

"Qi, dari awal ini bukan rencana gue atau siapapun. Gue emang begini visualnya, gue emang gini keadaannya. Walaupun gender gue bertolak belakang dengan penampilan,"

"Gue, sebenarnya cewek Qi. Udah sejak lama gue merombak semua kepribadian gue yang modis, sampai jadi seperti yang lo lihat sekarang. Sebelumnya, sorry banget Qi. Gue ga bisa jelasin alasan kenapa gue milih berpenampilan layaknya laki-laki,"

Aku menarik nafasku sangat dalam, ku tutup mataku dan kuhembuskan dengan amat pelan. Menandakan aku berhasil menjelaskan situasiku pada Qiela.

"Tapi Dan, kenapa ga dari awal aja lo ngomong ke gue hm? Lebih baik lo jujur Dan, daripada kayak gini kejadiannya,"

"Qi, udah lama juga gue ngerasa bersalah ke lo. Gue pengen jujur, tapi gue juga takut justru lo malah jauhin gue. Karena saat itu gue tau, pertemuan awal kita belum bisa buat lo nyaman dengan gue. Itu alasan yang gue takutin jika gue jujur," sahutku sambil menatapnya.

"Apa pemikiran lo hanya sebatas itu? Apa lo pikir karena pertemuan yang singkat ga akan menjamin rasa nyaman seseorang? Atau lo takut gue pergi setelah lo jelasin siapa diri lo sebenarnya? Begitu?" pertanyaan beruntunnya membuatku memejamkan mata. Aku merasa benar-benar bersalah, sebanyak itukah pertanyaan yang terpendam di benaknya? Yatuhan. Bunuh aku, sudah membuatnya begitu sedih karenaku.

Found LoveWhere stories live. Discover now