Fault...(?)

2K 128 1
                                    

JJ21/N

Sebelum kalian baca part ini, ada baiknya gue say thank you dulu buat readers yang udah bersedia vomments dan read cerita gue. Gue sangat appreciate dengan viewed Foud Love yang melampaui 14,++k dan votes yang udah 500 lebih. Big thanks ya guys. Gue harap kalian tetap vomments di story gue.

Kalian adalh inspirasi author.

J love u all

----------------------------------------------------

Qiela's POV

Aku tetap berusaha menjauhkan diriku dari bayangan seorang July. Oh! sungguh menyebalkan mengingat namanya. Tapi, apalah dayaku, aku tidak terlalu pintar mengejek. Hell kan.

"Qi?"

Aku menoleh melihat orang yang memanggilku. Ya that's Jul, tapi aku harus menghindar, agar tidak mengeluarkan kata-kata kasarku.

"Qiela! Tunggu. Gue mau ngomong," kini dia menarik tangan kananku.

Aku menatapnya dengan jijik dan berusaha melepaskan tanganku. Tapi, July tidak mengindahkan penolakanku.

"Lepasin gue! Jangan sentuh gue lagi, gue ga suka disentuh penghianat, whore, fucking bitch!"

July menatapku tak percaya. Perlahan cengkramannya dilepaskan, kutatap tajam tepat di bola matanya. Ya, pelupuknya menahan air mata, I see! Tapi, aku tidak peduli.

"So, don't look for me again. Gue ga sudi walaupun cuma kontak mata,"

Kini akhirnya dia melepaskan tanganku. Hanya tatapan kosongnya yang kudapati. Dengan begitu, aku berjalan pergi meninggalkannya yang berdiri, mungkin dia sakit hati? Sudah pasti. Ah biarlah aku bersikap jahat kepada penjahat.

~*****~

"Kenapa sayang?"

Dana menghampiriku yang sedang tidur meringkuk di ranjangku.

"Gapapa, temenin aku ya?" kataku agak manja. Aku berusaha menghabiskan semua waktunya hanya untukku, aku tidak mau Dana berdekatan terus dengan penghianat.

"Iya, tapi sebentar ya. Aku telpon July dulu,"

Aku mengambil ponselnya saat berusaha menghubungi July. Kusembunyikan ponselnya dibawah bantalku.

"Loh? Kenapa diambil?"

"Ga, ga usah kasi tau orang lain kamu disini. Biarin aja dia sendirian di rumah, toh ga ada yang perlu dikhawatirin,"

"Hey, kok jadi gini. Yaudah deh," sahutnya pasrah dan ikut berbaring di sebelahku.

Aku menghembuskan nafasku lega, karena Dana tidak marah atas sikapku yang ku akui sangat kekanakan. Aku tidak bisa membiarkan dia lama-lama dengan penjahat.

"Gimana keadaan Vira?" tanyaku yang berusaha membuka topik baru.

"Vira? hmm, dia positif kanker otak stadium 3. Nanti sore aku ke tempat Dokter Anto lagi, gapapa kan kamu dirumah sama July lagi?"

"Yaampun, separah itu. Hah! Aku bakal diem dirumah aja. Biarin July dirumahmu," jawabku menolak tawarannya.

"Yaudah. Kak Sally bilang mereka balik nanti sekitar jam 7. Jadi, kamu ga sendirian di rumah, kan Kak Alya udah dateng,"

"Iya," sahutku singkat.

Lalu tidak ada lagi percakapan antara kami. Kulirik Dana yang berada di sebelahku, matanya mengatup rapat. Manis, sangat manis. Aku benar-benar merindukan wajah polosnya, namun saat ini aku merasa bersalah karena sudah menghianatinya. Ah, iya aku menghianatinya. Dana, maafkan aku.

Found LoveWhere stories live. Discover now