Then

2.7K 143 24
                                    

Dana's POV

Aku merebahkan tubuhku di ranjang. Kutatap langit-langit kamarku sambil tersenyum mengingat kejadian tadi sore saat bersama Qiela. Haha, ternyata sulit juga menyatakan perasaan kepada seseorang yang kita sayang. Aku pikir dia tidak mau menerima kehadiranku lagi.

Mungkin aku memang terlalu pesimis untuk meyakinkan bahwa semua hal yang terjadi barusan adalah nyata. Aku cepat menyerah untuk urusan merasa peka terhadap seseorang yang aku sayangi. Aneh? Sangat.

Sebelum menyatakan semuanya pada Qiela, aku pikir dia akan menamparku dan mengusirku pulang. Lalu memaki-maki dan merendahkan harga diriku dari belakang. Ya, setidaknya pikiran negatif itu yang benar-benar membuatku merasa kaku sejak pertemuan pertama di restoran tadi.

"Woy, ngelamun aja bang. Udeh, ga usah dipikirin. Lagian Qiela udah nerima lo," celetuk suara lembut yang sepertinya sedang berusaha agar terdengar serak. Ya, layaknya seperti laki-laki. Tapi sayangnya gagal.

"Duh, suara lo ga usah di paksa kalo gabisa serak. Udah segitu aja pita suara lo mampunya ngeluarin suara," sahutku memindahkan topiknya.

"Pinter amat ya main pindah-pindah topik gue," kini July menghempaskan tubuhnya di sebelahku.

"Lagian lo udah tau juga kan, ga harus gue jawab kali,"

"Terserah lo dah," sahutnya mengalah.

Aku kemudian membalikkan badanku untuk berhadapan dengannya. Kulihat bibirnya yang merah itu, haha kenapa semerah itu sih Jul.

"Jul, lo habis ciuman ya?"

Sontak pertanyaannku membuatnya menatapku dengan horor. Aku heran mendapatkan tatapan yang seperti itu. Kenapa harus kaget, Jul?

"Ayo bilang aja. Ga usah sok kaget gitu. Lo habis perawanin bibirnya Vira?"

Kini ekspresi wajahnya mulai berubah. Kulihat tatapan matanya beralih ke langit-langit kamar dan diam. Dia tidak menjawab pertanyaanku. Itu berarti dia benar-benar melakukannya. Jul mesum.

"Yaelah Jul. Mesum amat sih lo, kasian kan si Vira yang belum 17 tahun udah lo cium-cium,"

"Bacot lo ih, udah kayak mulut banci tau ga!" bentaknya.

"Lah, kok malah ngebentak sih? Lagian lo jangan sensi gitu dong. Gue nanya bener-bener, eh lo nya malah ngeyel gitu. Apa salahnya coba curhat sama gue. Lagian kita kan..."

"Iye iye. Ini gue cerita sekarang dah," sahut July sambil membekap mulutku dengan tangannya. Mungkin dia bosan mendengar ocehanku.

Akhirnya dia menjelaskan semua kejadian yang mereka alami. Mulai dari menyatakan perasaannya pada Vira sekitar 3 hari yang lalu. Lalu, berciuman tadi sore. Dan semuanya yang berkaitan tentang mereka.

"Pinter amat ya nutupin masalah dari gue," sahutku jutek.

"Gue kan ngerti keadaan lo sama Qiela. Kalo gue cerita sama lo, gue takutnya nanti malah jadi makan hati. Yaudah gue simpen rahasia ini sama Vira. Dan rencananya besok bakal gue kasi tau ke lo sama Qiela," jelasnya dan aku masih merasa tidak terima.

"Jahat bener jadiannya waktu gue lagi galau,"

"Lah terus mau gimana lagi coba Dan? Gue udah takut banget dia pergi, ya akhirnya gue bilang sama dia kalo gue sayang dia. Dan akhirnya setiap hari kita ketemuan. Okelah, setidaknya itu bisa kurangin rasa khawatir gue,"

Wajahnya terlihat merasa bersalah. Ada penyesalah dan juga rasa tidak enak dari ekspresinya. Mungkinkah dia merasa menghianatiku? Hehe bisa jadi seperti itu. Dan aku rasa dua pertanyaan yang disertai dengan ekspresi jutekku benar-benar membuatnya terintimidasi.

"Pantesan aja ya tadi kalian keliatan biasa aja. Kalo sebelum-sebelumnya malah kaku, ooh ternyata gitu. Oke gitu," sahutku lagi dengan ekspresi yang mungkin agak berlebihan.

"Iya gitu. Kenapa? Lo mau ngerjain gue sekarang? Doyan amat sih lo liat tampang gue yang minta di maafin," kini July malah balik jutek padaku.

Aku terkikik pelan mendengar nada sindirannya. Kenapa sensitif seperti itu? Haha mungkin dia benar-benar terintimidasi. Atau mungkin dia menyadari jika aku mempermainkannya/? Dasar Jul bodoh!

"Pake bilang gue bodo segala. Kapan gue terlihat bodoh heh?" suaranya terdegar tidak terima.

"Ga usah baca pikiran gue Jul. Lagian bener-bener keliatan bodonya. Dasar Jul bodoh!" jawabku lagi dan July hanya menghembuskan nafasnya pasrah. Apakah dia tidak mau melawanku? Benarkah? Hah! Baguslah.

"Apa kata lo aja deh. Yang penting lo seneng, gue gapapa kalo dibully,"

Aku hanya memandangnya aneh. Tumben-tumbenan sifatnya sedewasa ini. Biasanya tidak mau kalah dan selalu ingin menang. I don't know what happen to her.

~**************~

"Jul! Buruan bangun. Lo mau di tinggalin?" tanyaku kesal.

Sudah hampir 30 menit July membuang waktuku. Dia benar-benar sulit di bangunkan jika hari libur. Dan buruknya hari ini aku baru menyadarinya.

"Bentar Dan. Gue masih ngantuk. Lagian sekarang Sabtu. Sekolah gue libur hari Sabtu. Tidur lagi," sahutnya sambil menutupi wajahnya dengan selimut.

Aaaargg July!

"Lo mau ikut kagak? Katanya mau buat dokumenter. Kalo lo lanjutin tidur lagi, nanti yang ada malah telat. Jalanan pasti macet kampret! Ini malem minggu!" sahutku sambil menekankan beberapa kata.

"Iyaa! Gue bangun sekaramg nih. Tunggu bentar, gue mandi 10 menit," sahutnya menurut dan segera bergegas ke kamar mandi.

Tidak ngambek ya? Tumben bener Jul. Gue heran sama sikap aneh lo!

Aku segera menyiapkan diri dan 20 menit kemudian aku dan July sudah siap. Kami langsung pergi ke rumah sebelah. Yap! Itu rumah Qiela.

"Dan, laper..." rengek July padaku. Bocah banget.

"Iya nanti minta makan sama Qiela. Hari ini Kak Sally lagi keluar kota sama Kak Alya. Jadi, ga ada yang masak," sahutku sambil memasukkan barang-barang yang dibutuhkan nanti selama perjalanan dan sampai di tempat tujuan.

Aku melajukan mobilku sampai di depan gerbang rumah Qiela. Lalu, kami berdua memasuki rumahnya dan mencoba meminta sesuatu untuk sarapan.

"Qi, gue laper. Bagi roti sama susu dong?" pinta July tanpa berbasa-basi.

"Itu gue siapin di meja. Yaudah ayo sarapan dulu," ajak Qiela sambil menggelayut manja di lenganku.

"Kamu udah sarapan?" tanyaku pada Qiela yang sibuk menyiapkan roti untukku.

"Udah barusan. Ini nungguin kamu sama July aja," sahutnya sambil menyuapi roti itu untukku.

"Jijik! Tiba-tiba pake aku/kamu," ledek July dengan mulut yang dipenuhi dengan roti.

"Bacot! Ga penting. Diem lo," sahutku, tetapi perhatianku masih tertuju pada Qiela.

"Ih!" jawabnya karena merasa terpojokkan.

"Makan dulu Jul! Buruan, lo mau telat kagak?" tanya Qiela akhirnya. July hanya nyengir lebar dan melanjutkan makannya.

JJ21/N

Oke pertama-tama gue minta maaf ke semua readers karena typo nya banyak banget. Gue udah sempet double check, tapi ternyata setelah di apdet, banyak banget typonya. Mungkin karena koneksi internet gue yang lagi error, makanya editing gue jdi nggak ke-save.

Lalu, thanks banget buat @maumaem dan magnaepinkyang udah komentar tulisan gue. So gue nggak akan tau kalo tulisan gue masih banyak kekurangannya.

Then, makasi banyak guys yang udah vomments di story gue. Thanks juga buat yang udah follow gue.

J love you all

Found LoveWhere stories live. Discover now