17 | Craving Destiny

454 80 16
                                    

HENING YANG menyesakkan menguasai seluruh ruangan itu dikala sang pemuda bersurai malam mengucap sebuah kalimat dengan lirih. Dentang logam yang bertabrakan dengan lantai porselen menggema, akibat dari reaksi keterkejutan sang kesatria atas apa yang barusan ia dengar hingga pedang yang ia pegang dalam posisi siaga pun lepas begitu saja dari genggaman.

Penyihir Sirena yang gagal mengalahkanmu, memutuskan untuk membawa adikmu pergi. Satu kalimat yang tanpa Carnelian duga, membuat hatinya remuk berkeping.

"A-pa ... kaubilang?" Carnelian terbelalak. Dipaksakannya untuk duduk meski pergerakan itu menyakiti tubuhnya. Raut sang pangeran tak terbaca. Marah, sedih, takut, khawatir--eh, khawatir? Truth tertawa.

"Mengapa kau bersikap seolah kau ini kakak yang baik sekarang, Carnelian?" Truth melangkah mendekat. Senyum miring terpasang di bibirnya. "Bukankah dengan penculikan ini, segalanya akan menjadi lebih mudah bagimu?"

Carnelian melotot, paham akan ke mana arah pembicaraan yang akan dibangun pria aneh di depannya ini.

"Oh, bagaimana aku tahu?" Truth tertawa, "tentu saja aku tahu kenyataan yang tersimpan dalam hatimu, pangeran muda. Bukankah melenyapkan adik kecil yang selalu menghantuimu dalam mimpi adalah hal yang kau inginkan sejak dulu? Yang telah merenggut pelukan hangat ibumu--"

"Hentikan."

"Kau selalu bertanya, apakah yang salah dari dirimu sehingga Yang Mulia Ratu memilih untuk meninggalkan negeri ini dan memiliki keluarga baru di Negeri Binatang Buas. Setelah sekian lama pergi,  wanita itu kembali hanya untuk menyampaikan pesan bahwa ia mencintai adik kecilmu, memintamu menjaganya sebagai seorang kakak yang baik--"

Carnelian meremas rambutnya, "HENTIKAN!"

Truth berhenti sejenak. Ditatapnya ekspresi Carnelian yang kacau. Sang Pangeran tersengal sambil memegangi perban di kepalanya. Lazu membantu tuannya untuk kembali terbaring.

Truth menghela napas panjang.

"Kau bingung, Carnelian." Kata Truth. "Kau merasa tidak sejahat itu hingga perlu merenggut nyawa adik tirimu. Hatimu kacau, kosong, ada lubang menganga di sana. Kau hanya bingung, kau hanya marah. Atas berbagai pertanyaan yang tak bisa kaujawab selama hidup. Mengapa begini, seandainya begitu. Kau terus memikirkan kemungkinan lain bilamana kau memilih jalan yang berbeda--seharusnya saat ini hidupku bahagia, benar kan Carnelian?"

Sambil menahan perih dari luka di kepala--dan sobekan berdarah yang baru saja tertoreh di hatinya--Carnelian memaksakan udara melalaui rongga tenggorokan untuk berbicara, "Kau ... tidak berhak menghakimi hidup seseorang, siapa pun kau...."

Truth tersenyum.

"Aku tidak menghakimi siapa pun di sini, Pangeran Muda. Aku hanya menuturkan kenyataan yang ada, dan itulah yang selalu kulakukan. Sejak dulu, hingga nanti." Iris langit sang pria mistis beralih menyasar Lazu yang sejak tadi berdiri dengan tegang. "Dan untukmu, Tuan Kesatria,"

Netra biru Lazu menyipit.

"Jawaban atas pertanyaan yang kauberi tempo hari telah ada tepat di depan matamu. Kini, semua keputusan ada di tanganmu. Kau bisa meraihnya, atau kau bisa menghancurkannya dalam sekejap."

Sekali lagi, Truth menatap keduanya. Pandangannya yang menerawang jauh seolah pria itu tak benar-benar memandangi mereka--melainkan sesuatu yang ada di luar jangkauan para manusia.

"Kuharap, kalian bisa menerima kenyataan. Jangan mengutuknya, tetapi jangan pernah berhenti mengudarakan harapan hingga menjelma kenyataan sepeti yang kalian inginkan."

Lazu terdiam melihat sosok berjubah malam itu menghilang layaknya debu tersapu angin di hadapannya. Penyihir--bukan. Lazu bergidik. Teringat pertanyaan yang ia tanyakan kepada Truth tepat sebelum tragedi menimpa Carnelian, dan bagaimana kalimat itu mampu mengubah kenyataan dalam sekejap.  Dia sungguhan makhluk yang telah hidup lebih lama dari kita semua.

Throne of StellarWhere stories live. Discover now