9 | The Dimmed Diamond

525 92 62
                                    

CODA HAMPIR tidak bisa berkutik ketika orang asing dengan surai api yang memakai gelang milik Sang Kapten, balik membantingnya ke tanah. Orang itu mendudukinya yang sedang tengkurap di punggung, menekuk kedua tangan Coda ke belakang hingga tak bisa bergerak. Siapa sangka dibalik wajah yang terkesan polos itu tersimpan tenaga yang besar, yang bahkan bisa membuat Coda jatuh dengan usaha yang tak sulit.

"Apa yang kau inginkan?" Coda mendecih. Dia sendiri hampir-hampir tidak percaya bisa dikalahkan dengan begitu mudah oleh seorang pemuda berwajah polos dan bersuara lembut. Mungkin lelah fisik dan pikiran akibat perjalanan dan semua kejadian di Eterno telah menguras semua energinya.

Karena bantingan itu, selendang kuning yang Coda pakai terlepas, telinga rubahnya terekspos. Sosok bersurai merah itu sedikit terkesiap.

"Apa kau kru istimewa Tuan Fang?"

Netra Coda membulat, "Dari mana kau tahu nama kaptenku?"

Tanpa melonggarkan kuncian dan tetap menduduki punggung Coda, orang itu menjawab, "Berarti ... kau yang bernama Coda?"

"Bukan urusanmu mengetahui siapa aku--"

"Ah, telingamu bergerak-gerak, lucu sekali. Apa aku boleh memegangnya?"

Saat itulah, ketika kuncian dari pemuda Lama bersurai merah itu melemah, Coda langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk membalik keadaan. Dia menghentak tubuh dan segera berbalik, lantas menggunakan tendangan untuk membuat orang itu menjauh.

"Hei! Hei! Ada perkelahian!"

"Siapa saja, hentikan mereka!"

Coda bangkit, memasang kuda-kuda, bersiap melawan bila ia diserang lagi. Namun, sosok itu tidak menunjukkan gestur untuk memulai kembali perkelahian. Ia hanya menepuk pipinya yang menarik karena tergores kasarnya bantuan jalan, juga menepuk-nepuk pakaian hitamnya yang kotor oleh debu dan pasir.

"Jadi, kau Coda ya?" Orang itu terbatuk-batuk, debu-debu Eterno yang terbawa bersama dengan pakaian para pengungsi menyakiti saluran pernapasannya yang lemah, "Aku bukan musuhmu. Percayalah, aku bisa membawamu kepada Tuan Fang."

"Di mana Fang?"

Dia menutup mulutnya dengan lengan, mengahalau suaranya yang terbatuk-batuk untuk terdengar jelas.  "Ikut aku." Melihat Coda yang tak kunjung bergerak, ia menambahkan, "Namaku Erin, Kesatria Lama. Aku bersumpah tidak berbohong soal ini."

***

"Ada beberapa hal yang harus kau tahu tentangku, Yang Mulia."

Sardinia menghela napas sambil menyenderkan diri ke punggung kursi takhta yang keras. Ia mendongak menatap langit-langit yang terhias oleh ukiran-ukiran bercorak aliran air, tiba-tiba teringat dengan perkataan Shinkai ketika kali pertama mereka bertemu. Pada sebuah tragedi, di mana Shinkai hanya satu-satunya yang selamat dari insiden berdarah itu.

"Aku memiliki tujuanku sendiri. Bila kau memang ingin menjadikanku pengawal pribadimu, itu tidak akan mencegahku untuk mencapai tujuanku."

"Apa tujuanmu?"

"Menghancurkan Mistero."

Pemuda gila, batin Sardinia saat itu. Tetapi ia tidak peduli. Asal Shinkai mau bersumpah setia padanya, Sardinia tidak akan mengekangnya dengan sedemikian rupa, dengan syarat Shinkai dilarang untuk sekali saja mengkhianati Sardinia, atau ia akan menghukumnya dengan tangan sendiri.

Menghancurkan Mistero berarti menghancurkan peradaban keenam bintang. Itu adalah hal mustahil, bahkan untuk penyihir legendaris seperti Shinkai. Mistero adalah muasal keenamnya, ibu dari lima bintang lain, pusat segala magis yang ada. Bila kelima bintang memiliki karakter unik masing-masing, maka Mistero memiliki semuanya. Tidak pernah ada yang pergi ke sana dan kembali hidup-hidup. Ada yang bilang karena kekuatan magis yang terlampau besar hingga tidak bisa diterima oleh manusia, ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa Misteri terlalu indah dan melenakan hingga terlupa akan asal dan tujuan. Apa pun itu, menjadikan Mistero sebagai sebuah tujuan merupakan hal yang berisiko tinggi.

Throne of StellarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang