30. Innocent Eye

1.3K 156 33
                                    

Bapak Minkyu masih shock dengan kenyataan bahwa anak sulungnya terkena kanker darah. Setelah menginap di klub dan puas mabuk-mabukan bersama para wanita malam, beliau pun pulang ke rumah dalam keadaan stress. Saat masuk rumah saja, bapak Minkyu langsung membanting semua barang pecah belah yang ada di ruang tamu.

"MAS DARTO KEMANA AJA BARU PULANG? LANGSUNG BANTING-BANTING BARANG PULA!" Sahut tante Jamilah yang baru selesai mandi.

PRANG.

Lagi-lagi, bapak Minkyu membanting gelas ke arah tante Jamilah. Wanita yang hanya berjarak lima tahun dari Minkyu itupun segera masuk ke kamar untuk mengamankan diri.

"DIAM KAMU, JAMILAH!"

Baru selesai membentak tante Jamilah, anak bungsunya keluar dari kamar dan menghampirinya dengan tatapan memelas.

"Pak........ Hyeongjun laper....... Nasi di rumah abis........."

Mendengar itu, bapak Minkyu naik pitam. Beliau bergegas bangkit dari tempat duduknya, lalu menghampiri Hyeongjun.

"Heh, anak haram. Kondisi keuangan bapak lagi susah, dan kamu masih bisa-bisanya minta makan?"

PLAK.

Tamparan keras melayang ke wajah mulus Hyeongjun. Anak itu hanya bisa menangis kesakitan sambil memegangi pipinya.

"BAPAK LAGI BUTUH UANG BANYAK! KAMU KALO MAU MAKAN, CARI SENDIRI SANA!"

"Hiks....... Gimana, Pak? Hyeongjun kan nggak punya uang........ Biasanya Hyeongjun dikasih uang sama kak Minkyu......... Hiks........"

"Kak Minkyu kemana, Pak? Udah berhari-hari dia ga pulang ke rumah....... Hyeongjun kangen.......... Hiks........ Hiks.........."

"AH, KAMU NGGAK PERLU TAU! NIH, KAMU PAKE BAJU ROMBENG-ROMBENG INI. KAMU NGEMIS SANA, BIAR DAPET UANG! BAPAK NGGAK PUNYA DUIT BUAT NGASIH KAMU MAKAN!"

Diseretnya Hyeongjun keluar dari rumah. Kali ini tidak hanya ke depan teras, tetapi langsung keluar pagar rumah. Kaki Hyeongjun sampai lecet terkena aspal.

"SANA, PERGI! KAMU BARU BOLEH PULANG KALO KAMU UDAH DAPET UANG SERATUS RIBU! ITU NGGAK TERMASUK UANG MAKAN KAMU YA!"

Bapak Minkyu membanting pagar rumah keras-keras, sementara Hyeongjun ditinggalkannya di luar rumah dalam keadaan menangis. Tidak ada yang bisa Hyeongjun lakukan, selain menuruti kemauan sang bapak.

*****

Sementara itu, di rumah sakit, Minkyu masih terbaring lemah di atas ranjang. Diliriknya seisi kamar rawat yang bernuansa putih. Bosan, itu yang dia rasakan. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain makan dan tidur.

"Minkyu, sekarang kita jalan-jalan ke luar kamar ya? Saya yang akan dorong kursi roda kamu." Ucap dokter Minhyun lembut.

"Dok, kapan saya pulang? Saya kangen sama adek saya......." Balas Minkyu sedih.

"Besok kamu sudah boleh pulang kok. Tapi, kamu harus rutin balik ke rumah sakit untuk kemoterapi. Obatnya juga jangan lupa diminum yaa?"

Minkyu mengangguk sambil tersenyum. Setelah hampir satu minggu terkurung di kamar rumah sakit, ia pun bisa menghirup udara segar.

"Minkyu udah kelas berapa di sekolah?" Tanya dokter Minhyun sambil mendorong kursi rodanya.

"Kelas 3 SMA, Dok."

"Oh......... Hebat ya, bentar lagi mau kuliah."

"Kuliah? Pede banget beliau ngomong gitu? Emangnya gue masih bisa hidup sampe satu semester kedepan?" Gumam Minkyu dengan tatapan lemas.

Selama di rumah sakit, Minkyu merasa mendapatkan kasih sayang dari dokter Minhyun. Ia sudah menganggapnya sebagai bapak kandung sendiri. Berbeda dari bapak kandungnya yang asli, dokter Minhyun sangat memperhatikan Minkyu. Bahkan, ia sempat disuapi oleh beliau.

"Nah........ Sudah sampai..........." Kata dokter Minhyun saat mereka tiba di taman rumah sakit.

"Tamannya bagus ya, Dok?"

"Iya....."

Tatapan dokter Minhyun berubah sedih saat Minkyu membicarakan taman itu.

"Hmm........ Kalau melihat taman ini, saya jadi teringat sama anak saya dulu. Dia juga laki-laki, ganteng seperti kamu."

"Oh ya, Dok? Seumuran saya juga?"

"Kalau dia masih ada, seharusnya dia sudah delapan belas tahun. Oh iya, namanya Jinyoung. Tahun lalu, dia meninggal karena leukemia."

Deg.

Minkyu kaget. Akankah dia bernasib sama dengan anak dokter Minhyun?

"Penyakit yang sama kayak saya, Dok?" Tanya Minkyu setengah gugup.

"Iya. Tipenya juga sama persis, AML. Maka dari itu, saya bener-bener menganggap kamu seperti anak sendiri. Saya harus bisa bikin kamu sembuh. Saya tidak mau kehilangan Jinyoung yang lainnya."

Dokter Minhyun melepas kacamatanya, lalu menangis di depan Minkyu. Minkyu yang ikut sedih pun langsung memeluk beliau.

"Sabar, Dok......."

"Kemarin, saya lihat di TV. Ada orang tua yang dipenjara karena menganiaya anaknya. Di saat itu juga saya berfikir, apa mereka nggak nyesel, kalau anak mereka meninggal nanti? Saya yang nggak pernah kasar sama Jinyoung saja sangat menyesali kepergiannya. Saya masih sering nangis kalau lihat kamar tidurnya, mainan-mainannya waktu kecil dulu, dulu dia juga suka lari-lari di taman ini kalau saya sedang melayani pasien."

Seketika, hati Minkyu tersentuh. Air matanya ikut menetes.

"Kalo gue jadi Jinyoung kedua, kira-kira bapak bakalan sesedih ini nggak ya? Atau justru seneng, karena tanggungannya berkurang? Selama ini kan beliau selalu nyalahin gue kalo ada masalah keuangan." Renung Minkyu tanpa melepas pelukannya dari sang dokter.

Tiba-tiba, mata Minkyu terfokus pada suatu tempat di rumah sakit tersebut. Seorang perempuan berambut panjang sedang berdiri di depan meja resepsionis bersama kedua orang tuanya. Sepertinya, ada orang lain yang sedang mengajaknya berbicara, dan anak itu meresponnya sambil tersenyum. Senyum yang selama ini meneduhkan hati Minkyu.

"L-Lareina?"

"Apa kemaren dia dirawat disini juga?"

"Duh, jangan sampe Lareina tau kalo gue juga masuk rumah sakit. Apalagi kalo sampe dia tau tentang penyakit gue. Semuanya bisa berantakan."

"Dok, bisa antar saya ke kamar sekarang?" Tanya Minkyu dengan suara pelan.

"Boleh. Kamu capek ya?"

"Iya, Dok. Saya mau istirahat."

*****

Insight | Kim MinkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang