2. Ngambek

82.5K 6.5K 526
                                    

Sampai minggu besok jadwal update belum normal ya. Masih ada kerjaan yang belum selesai. Jadi update random aja, suka-suka. Ide n mood lagi ada di cerita ini.

"Assalamu'alaikum... Teh Irene.... Bangun, Teh. Subuhan dulu..."

Suara ketukan pintu membuat Irene yang masih mengukir mimpi bermain bola di Old Trafford terkesiap. Matanya mengerjap. Rasanya masih mengantuk. Ia teringat dengan kecerewetan sang mama setiap kali membangunkannya.

"Wa'alaikumussalam. Masih ngantuuukkkk...." Irene menguap lalu menutup kepalanya dengan bantal.

"Teteh... Ayo sholat Subuh dulu. Nanti telat...." Salah seorang santriwati kembali mengetuk pintu.

Seketika Irene teringat bahwa saat ini dia berada di pondok, bukan di rumah orang tuanya. Ia tak bisa sesukanya bersikap. Jangan sampai malu-maluin nginep di pondok tapi bangun siang.

Irene bangun dari posisinya.
"Iyaaaaaa...."

Dengan langkah gontai, ia menuju kamar mandi yang ada di luar kamar. Sedikit-sedikit ia belajar, tinggal di pondok itu harus mau berbagi kamar mandi dengan banyak orang. Seandainya ia bukan tamu, ia juga harus siap berbagi kamar. Dalam satu kamar santriwati, ada sekitar empat sampai enam ranjang. Santriwati yang mondok di sini juga tidak hanya berasal dari Purwokerto dan sekitarnya melainkan berbagai daerah.

Seusai sholat Subuh, semua santriwati mendengar kultum Subuh sebelum beraktivitas. Tidak semua santriwati sekolah di pesantren tersebut, ada yang cuma tinggal di sana, tapi sekolah di sekolah umum. Pulang sekolah, langsung pulang ke pondok dan mengikuti kegiatan pondok. Bukan hanya usia SMP-SMA saja, mahasiswa juga banyak yang mondok, banyak pula orang dewasa yang juga mondok untuk belajar agama.

Sarapan bersama juga menjadi agenda rutin, kecuali hari Senin dan Kamis, yang ada sahur bersama untuk puasa sunnah. Irene menikmati acara sarapan bersama itu. Makanan yang disajikan juga tidak sembarangan, kelengkapan nutrisinya diperhatikan, higienis, dan sehat. Irene merasa cocok-cocok saja dengan menunya. Dia tipe yang tak rewel dengan makanan. Apa yang ada ya bakal dimakan.

Karena hari ini hari Minggu, santriwati diperkenankan menggunakan ponselnya untuk berkomunikasi dengan keluarga. Banyak juga santriwati yang dikunjungi keluarga dengan dibawakan banyak makanan.

Irene yang memang supel, tak kesulitan untuk mendapat teman baru. Saat ini ia berada di salah satu kamar dan berbincang dengan empat orang santriwati di dalam.

"Kuliah di Amerika rasanya gimana, Teh?" tanya salah seorang santriwati bernama Lia.

"Ya, gitu deh. Banyak pengalaman baru, nambah teman dari berbagai negara, seru." Irene tersenyum menatap keempat santriwati bergantian.

"Di sana nggak kesulitan komunikasi ya, Teh? Kan pakai bahasa Inggris semua. Di sini juga diajarkan bahasa Inggris, tapi nggak semua orang cepat belajarnya," timpal yang lainnya.

"Kalau soal bahasa, di kampusku ada fasilitas writing center. Jadi fungsinya untuk mengoreksi tugas yang kita buat, udah bener belum grammar-nya. Biasanya kalau mau ngoreksi gitu, 30 menit sebelumnya janjian dulu sama dosen. Udah bisa ketebak yang pakai fasilitas ini banyakan mahasiswa yang bukan native speaker. Tapi aku pernah lihat beberapa mahasiswa Amrik juga sering datang ke situ. Terus setiap mahasiswa yang terlahir di negara di mana bahasa Inggris bukan menjadi bahasa nasional, juga wajib ambil kelas bahasa Inggris." Irene menjelaskan panjang lebar.

"Kayaknya asik ya, cerita lagi dong Teh tentang pengalaman kuliah di sana." Galiran Dina, mahasiswi asal Pekalongan yang bicara.

"Mau diceritain yang mana dulu, nih? Aku ceritain tentang sistem kelasnya dulu, ya. Di sana itu ada kelas biasa, online, sama hybrid. Kalau kelas biasa itu ada pertemuan, biasa lah kayak kita belajar di kelas dan ketemu dosen. Kalau kelas online itu nggak ada pertemuan, biasanya yang rumahnya jauh, sibuk kerja, atau penyandang disabilitas ambil kelas ini. Kalau kelas hybrid itu gabungan keduanya, ada pertemuan beberapa kali, sisanya online."

Nikah Yuk, Mas!Where stories live. Discover now