Alirattar - 22

2.4K 97 25
                                    

Malampun tiba, entah kenapa udara dipuncak semakin menusuk kulit. Padahal sudah dua baju yang dipakai, tetap saja tidak ada guna-nya.

Dema yang tidak tahan dengan kedinginan segera mendekati penghangat ruangan. Betapa bahagianya ia ketika merasakan hangat disekujur tubuhnya. Jari jemarinya sudah lancar untuk bermain gadget, tidak seperti tadi. Jarinya sangat kaku. Walaupun seperti itu Dema tetap memakai dua baju dan selimut yang dibawanya dari dalam kamar.

Hal yang sama terjadi juga pada Attar, Deral,dan Retno. Tapi, tidak terlalu berlebihan seperti Dema. Mereka bertiga biasa saja tapi mengenakan pakaian seperti Dema. Entahlah, mungkin karena tubuh mereka yang jauh lebih bugar dari pada Dema. Kelihatan, siapa yang sering olahraga siapa yang sering main game saja.

Dari sisi perempuan. Alira, Safin dan Laura bergosip ria didalam kamar. Ya, memang setiap ruang dirumah ini dilengkapi penghangat. Jadi akan lebih terasa jika dipakai dalam ruangan tertutup. Maka dari itu mereka lebih nyaman dikamar berlama-lama.

"Kita gak mau keluar nih?" tanya Laura mengalihkan pembicaraan mereka dari yang sebelumnya.

Alira dan Safin mengangguk, "boleh." jawab Alira.

"Tapi kita pakai pelindung dulu," ucap Laura lalu menurunkan kakinya ke lantai langsung memakai kaos kaki berwarna hitam.

Alira dan Safin juga melakukan hal yang sama. Lalu memakai sendal sebagai alas terakhir. Setelah semua selesai, barulah ketiga cewek itu keluar.

Keempat cowok diruang tengah mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara pintu terbuka dari belakang. Mereka tersenyum sesaat Alira, Safin dan Laura ikut bergabung bersama mereka.

"Kok, kak Dema disitu?" tanya Alira kebingungan sewaktu ia melihat Dema seperti patung didepan penghangat.

"Orang lemah," ejek Deral pada Dema. Walaupun diejek seperti itu, Dema tidak perduli. Yang penting tubuhnya hangat. Biarin teman-temannya kedinginan sendiri. Sadiskan? Memang.

"Btw, udah pada makan belum?" tanya Laura.

"Belum Yang, buatin dongg..." manja Retno kepada Laura yang disebelahnya.

"Mesra aja terus, gak ada orang tua kok, gak ada." singgung Dema.

Retno bergidik, "Yee! Orang lemah diem aja deh!" ucap Retno.

"Gurls, masak yuk!!" ajak Laura pada Alira dan Safin.

"Yuk!!" jawab mereka berdua secara bersamaan.

Alira, Safin dan Laura melangkah menjauhi keempat cowok itu menuju ruang dapur. Tetapi Attar, Deral dan Retno memilih ikut ke dapur juga dan meninggalkan Dema sendiri diruang tengah.

Bentuk dapur Villa ini juga bergaya modern. Seperti island table dimana meja makan langsung berhadapan dengan pembuat makanan. Island table juga dilengkapi dengan bangku bar. Di bangku bar itulah Attar, Deral dan Retno duduk melihat cewek-cewek.

Mata Attar tak pernah lepas dari setiap gerakan yang diberi Alira. Ya, menurutnya gadis itu tak terlalu banyak membantu. Paling hanya membantu mengupas dan memotong. Selebihnya, Alira melihat Laura yang memasak dengan telaten. Biarpun seperti itu, Attar tetap suka melihatnya.

Apa lagi rambut Alira diikat kuda seperti itu, memperlihat jelas lekuk wajah dan senyuman indahnya.

"Punya aku agak banyak, Yang!!" ucap Retno saat Laura akan menuangkan makanan kepiring masing-masing.

"Iya bawel," jawab Laura dibarengi kekehan.

Alira mengantarkan makanan pada Attar dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajahnya. "Selamat makan!" ucap Alira.

Alira untuk AttarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang