Alirattar - 21

1.4K 85 8
                                    

Saat tiba di Villa milik Ayah Deral, ketujuh anak muda tersebut segera menurunkan barang-barang dari bagasi mobil masuk kedalam Villa.

Villa milik Ayah Deral digunakan secara pribadi tidak untuk disewakan. Villa ini dijadikan sebagai rumah kedua, ketika keluarga besar Deral sedang berlibur ke daerah puncak Bogor. Villa tersebut cukup besar dikelilingi oleh halaman yang luas.

Walaupun berada di puncak Bogor, tetapi perabotan didalam Villa juga modern-modern. Seperti penghangat ruangan, wifi, TV dengan satu set lengkap, perangkap nyamuk, dan segala isi didalam dapur. Untuk keamanan Villa tersebut juga dilengkapi dengan CCTV dan dua petugas yang berjaga didepan gerbang Villa.

Setelah selesai mendengar bagian-bagian Villa yang diberitahu oleh Deral, Attar keluar dari Villa dan duduk dikursi santai halaman yang disediakan. Iya ingin menyebat, namun ia tidak ingin merusak udara disini. Maka dari itu ia hanya berbaring melihat langit-langit.

"BOO!" kejut Alira ketika muncul tepat diatas kepala Attar. Gadis itu tersenyum dengan tangannya yang masih menggulung didepan dada.

Attar kembali keposisi duduk, "lo kedinginan?" tanya Attar basa-basi. Sebab ia tidak tau harus menanyakan apa.

"Munafik kalau aku bilang gak kedinginan." jawab Alira membuat Attar terkekeh sebentar.

"Terus kenapa keluar? Didalamkan jauh lebih hangat." kata Attar sambil menyelipkan kedua tangannya kedalam saku jaket.

Alira melangkah mendekati Attar lalu duduk disebelah cowok itu, "emang disini ada peraturan ya kalau cewek yang namanya Alira dilarang keluar?" tanya Alira sambil mencari-cari tanda disekitaran, mana tau ia menemukkannya?

Attar lagi-lagi terkekeh kecil, "iya-iya, gak ada yang larang kok." jawabnya.

Mereka sama-sama tertawa sebentar, kemudian hanyut kembali melihat pemandangan didepan mata.

Tanpa disadari oleh Alira sejak tadi Attar melirik-lirik ke arahnya. Seperti takut jika Alira tiba-tiba hilang dari pandangannya. Menurut Attar keindahan alam sebelas-duabelas dengan Alira. Atau mungkin Alira sebelas dan Alam duabelas , mengertikan?

"Kak Attar tau gak kenapa aku di-izinkan keluar?" tanya Alira pada Attar.

Attar menggeleng, "gak." jawabnya singkat.

"Soalnya aku kenalin kakak ke Ibu. Aku ceritain soal kakak yang bantuin aku, apa lagi saat trauma itu muncul. Hehe.." cengir Alira kepada Attar. Membuat cowo itu terpesona tak karuan.

Kenapa gue jadi kayak banci sih? Gini aja lemes! Batin Attar pada dirinya sendiri.

"Apa gue boleh tau, kenapa lo bisa sampai trauma gitu?" tanya Attar hati-hati.

Alira sedikit terdiam, tak langsung menjawab.

"Eh, kalau gak boleh gak apa-apa kali, gue santai aja."

Alira tersenyum kembali, menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan mengikuti udara sejuk dari atas ini.
"Kejadiannya 3 tahun lalu. Aku, Ayah, Ibu dan Bang Galih liburan waktu di Kanada.
Jam ke jam sangat terasa cepat waktu itu. Kami lupa waktu dan memutuskan pulang tengah larut malam atau mungkin udah masuk ke jam subuh.

Aku dan Bang Galih tertidur pulas dibangku belakang. Yang tanpa kami lihat keadaannya sebetulnya bagaimana, kita berempat didalam mobil merasakan hal yang sama." jelas Alira.

Attar mendengar dengan seksama, ia mendekati telinganya agar lebih jelas mendengar cerita Alira.

"Aku gak tahu kejadian lebih tepatnya seperti apa. Yang aku tau, kami semua dibawa oleh Ambulans dan suara orang yang menusuk indra pendengaran.

Aku sempat melihat sekilas wajah Ayah yang tepat dihadapanku. Wajahnya hancur, matanya terbuka tapi tak berkedip, dibawah kepalanya sudah bercucuran darah. Setelahnya aku menutup mata dan tak melihat Ayah lagi.

Alira tersenyum tapi senyuman mengenang, "kakak tau setelah aku terbangun dari tidur apa yang aku lihat?"

"Gak."

"Aku melihat bayangan putih. Ya, itu Ayah. Ganteng banget. Pria itu senyum padaku. Sesaat setelah itu pandanganku teralih karena suster yang memanggil namaku. Aku tanya ke susternya, keluargaku dimana?

Suster itu gak langsung menjawab. Dia memberikan segelas air untuk ku minum. Aku tanya sekali lagi, keluargaku ada dimana? Suster menjawab, Ibu belum sadar, Bang Galih sedang operasi dan ucapan terakhirnya mengatakan bahwa Ayah telah meninggal." jawab Alira.

"Sesaat setelah itu, dunia masa kecilku runtuh bertubi-tubi. Seperti jiwa ku dicabik-cabik oleh monster pemakan daging manusia. Sakit, sesak, bahkan pandanganku kabut. Saat itu aku pingin melihat Ayah terakhir kali sebelum ia dimasukkan kedalam ruang mayat. Aku gak perduli keadaan tubuhku yang tak jauh beda dari Ibu dan Abang. Tapi suster menghalangiku. Suster bilang bahwa Ayah telah dimasukkan kedalam ruang mayat." jelas Alira panjang lebar kembali.

"Ayah itu sosok pria yang sangat berwarna didalam cerita kecilku. Dia sesosok hero yang menjagaku dari semut, nyamuk atau binatang kecil lainnya.

Aku takut darah, karena aku akan teringat oleh wajah Ayah. Selalu."

Perasaan Attar berkecamuk. Disaat ia membenci Ayahnya, disaat itu ia melihat gadis didepannya merindukan sesosok Ayah yang sangat berarti untuknya.

Memang benar, cerita kecil Attar tak seindah cerita kecil Alira. Attar harus menanggung beban itu sendirian.

"Jadi melow banget ya kak? Hahahaha..." Alira tertawa lepas. Ia pikir Attar akan biasa saja, ternyata Attar terbawa suasana juga.

"Itu alasan lo takut darah?"

Alira mengangguk, ceritanya singkat tapi dalam banget kalau diingat-ingat kembali. Serta itu alasan Alira dan keluarga pindah ke Indonesia. Ia, dengan cara ini mereka cepat melupakan kejadian itu.

Ayah Alira dikubur dikanada bersama dengan keluarga besar lainnya. Alira berjanji, sewaktu ia sudah dapat melupakan kejadian itu semua. Alira akan kembali melihat pemakaman Ayahnya dengan hati tenang tanpa menyisahkan kesedihan sedikitpun.

Bukan ingin menjadi anak yang durhaka. Namun itu sudah menjadi keputusan keluarga kecilnya. Tidak ada diantara mereka yang siap untuk melupakan kejadian tersebut. Kepergian sang Ayah yang begitu menggores setiap sisi hati mereka meninggalkan bekas yang amat dalam.

"Gue senang kalau lo mau bagi cerita ke gue." ucap Attar.

"Aku juga senang kalau ada yang dengarin cerita aku." balas Alira.

"Gue jauh lebih senang Ra kalau lo ada disamping gue." ucap Attar.

Alira mengernyit, "ha?" tanyanya tak mengerti.

MAMPUS GUE!!!!!!!!

<•>
Okehhh!! Selamat membaca semua!
Maaf sekali jika uploadnya terlalu lama😭😭😭😭
Jangan lupa untuk di like dan sertakan coment kaliann yaa makasi🥰

Alira untuk AttarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang