Saat malam menjelang, Mira telah mengganti gaunnya yang berat dengan gaun tidur sederhana. Wanita itu berjalan mondar mandir di kamarnya, menunggu kedatangan Taher dengan gelisah. Di tangan kanannya terdapat kalung permata peninggalan Zaara yang ia pegang dengan hati-hati.

Di dalam benaknya Mira bertanya-tanya mengapa Taher mempercayakan kalung ini kepadanya? Apakah mungkin kalung ini adalah aset turun temurun yang harus dikenakan oleh ratu Bashmad?

Pintu terbuka, sontak langkah Mira terhenti. Matanya bertemu dengan mata biru yang tampak kelelahan itu. Meskipun lelah, Taher tetap berdiri gagah seakan tidak ingin menunjukkan rasa lelahnya kepada Mira. Mereka sama-sama saling menghampiri, tapi saat Mira ingin menyapanya Taher lebih dulu menarik wanita itu dan melumat lembut bibir Mira.

Serangan yang mendadak itu membuat Mira terkesiap, namun lama kelamaan ia tenggelam di dalam ciuman Taher dan menikmatinya. Tanpa Mira sadari tangannya memeluk pinggang Taher erat, ia merasakan kerinduan yang membuncah yang tak pernah ia rasakan sebelumnya dan itu membuat Mira merasa heran.

Lidah dan mulut Taher menjelajahi bibir Mira. Di balik gaun tidur Mira yang tipis ia dapat merasakan kehalusan dan kelembutan kulit putih istrinya. Geraman yang halus lolos dari bibir Taher ketika ia nyaris kehilangan akal sehatnya, lelaki itu segera menarik diri dari Mira lalu menatap wajah cantik istrinya dengan nafas yang memburu.

"Aku sangat merindukanmu"

Mira mencoba untuk tidak terbawa perasaan sebab kata-kata rindu itu Taher tujukan untuk tubuhnya.

"Yang Mulia, aku...."

"Bagaimana perayaannya? Kau disambut dengan baik di sana?"

Mira mengangguk, "Ya, Ibu Ratu sangat baik kepadaku. Dia juga mengatakan kalau dia menunggu Anda untuk menemuinya"

Taher mengangguk dan berkata, "Aku baru saja menemuinya, dia senang kau menyempatkan diri menghadiri perayaan ulang tahunnya" Taher melangkah menuju ke ranjang sambil menarik jubahnya, "Bagaimana harimu?"

Mira menjilat bibir bawahnya, oh rasa Taher masih melekat kuat di sana.

"Berjalan seperti biasa" jawab Mira  ia menatap kalung yang berada di dalam genggamannya, Mira tak ingin membuang waktu lagi, ia harus segera mengembalikan kalung ini kepada Taher, "Yang Mulia, ada sesuatu yang ingin kukatakan"

Taher yang sudah bertelanjang dada berbalik untuk menatap Mira. Ia menatap wanita itu dengan teliti, kegugupan yang terlalu kentara tercetak jelas di wajahnya. Taher duduk di ranjang lalu meminta sang istri duduk di sisinya.

"Katakan" ucap Taher. Di dalam benaknya Taher mencoba mengendalikan amarah sebab ia pikir apa yang ingin Mira sampaikan pasti menyangkut mantan kekasihnya, Maheer, yang telah memiliki kekasih yang baru. Namun ternyata dugaannya salah. Mira menunjukkan kalung permata yang berada di tangannya sambil berkata, "Kalung ini, aku merasa tidak pantas menyimpannya"

Taher menatap istrinya tajam, "Mengapa?"

Oh, Mira tak tahu apa yang harus ia katakan agar ia tidak terlihat cemburu, karena yang sebenarnya terjadi adalah Mira memang merasa tidak pantas menyimpan barang berharga peninggalan Zaara sementara ia bukan siapa-siapa bagi Taher. Ia hanya seorang istri yang dinikahi untuk memuaskan nafsu semata.

"Aku merasa tidak pantas menyimpannya sebab ini adalah kalung peninggalan mendiang istrimu" ucap Mira.

"Dan sekarang kalung itu menjadi milikmu, aku telah menyerahkannya kepadamu dan kau tidak boleh mengembalikannya lagi"

Mira menggeleng tak setuju, "Tapi Taher, a-aku tidak bisa—"

"Kau bisa dan kau akan menyimpannya" tekan Taher.

"Mengapa kau ingin aku menyimpannya?" pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Mira dan ia merutuki dirinya sendiri yang tidak dapat mengendalikan ucapannya. Oh, sekarang dia pasti terlihat seperti seorang istri yang menyedihkan.

Pandangan Mira tertunduk saat ia berkata, "Maaf, aku tidak bermaksud—"

"Aku ingin kau menyimpannya karena Zaara pernah berpesan sebelum ia pergi kalau aku harus menyerahkan kalung itu kepada wanita yang kucintai"

Mira tersentak dan kembali mengangkat wajahnya untuk menatap Taher. Wajah lelaki itu datar seakan kalimat yang baru saja ia katakan tidaklah mengejutkan. Menatap sepasang manik birunya, Mira mencoba mencari kebohongan di sana tapi yang ia temukan adalah kejujuran dan tekad yang begitu besar di balik bola mata suaminya yang datar.

"Yang Mulia apa yang—"

"Itu bukan sesuatu yang penting" sela Taher sambil menghindari tatapan Mira dan mulai mengalihkan perhatian wanita itu dengan sentuhannya.

Dengan halus Mira menepis tangan Taher yang bermain di pahanya. Ia menangkap rahang Taher dan memaksa lelaki itu untuk menatapnya kemudian bertanya, "A-apakah kau mencintaiku?"

Taher terdiam, dalam waktu yang cukup lama mereka hanya saling bertatapan. Jantung Mira berdebar kencang dan segala macam emosi bercampur menjadi satu di dalam benaknya. Oh, apakah lelaki itu bercanda? Tidak mungkin, dari raut wajahnya yang serius Mira yakin Taher  sedang tidak ingin bergurau sekarang.

Bukannya memberikan jawaban, setelah membiarkan Mira menanti cukup lama lelaki itu malah mendorong tubuhnya agar berbaring di atas ranjang. Ia menindih tubuh ramping Mira lalu menggenggam kedua tangan gadis itu di atas kepala sebelum membungkam bibirnya dengan ciuman yang intim dan mesra. Ciuman yang Mira artikan sebagai jawaban dari pertanyaannya.

Ya!

— TBC —

Cerita lengkap Shackled To The Sheikh sudah dapat kalian baca di KaryaKarsa seharga 50.000 rupiah. Cerita sudah lengkap dengan bonus chapternya ya!

Cara baca di KaryaKarsa :

1. Instal aplikasi KaryaKarsa di Google Playstore
2. Buat akun/daftar agar kamu bisa memberikan dukungan
3. Cari akun penulis di KaryaKarsa : Authorrere
4. Pilih karya/paket yang ingin kalian baca kemudian bayar dengan memilih salah satu dari metode pembayaran yang tersedia ( transfer bank, ovo, gopay, shopeepay, indomart, alfamart, pulsa, Dana, dll)

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apapun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

Shackled To The Sheikh (Completed)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon