1

6.7K 522 9
                                    

Peluh membasahi dahinya, ketakutan yang merayapi ia kendalikan seorang diri karena tidak ada siapa pun di balik jeruji besi ini. Ya, dia terbangun karena mimpi buruk itu lagi. Mimpi yang selalu mengingatkannya kepada saat di mana dia kehilangan keluarganya dan dapat berada di sini.

Mira adalah gadis malang yang menjadi korban peperangan. Ia bukan satu-satunya wanita yang mengalami kejadian ini, masih banyak yang mengalami hal yang serupa terutama mereka yang cantik dan masih muda. Mereka dibawa ke Bashmad, ibu kota Khijr, untuk dijadikan budak atau pelacur di istana. Namun, berbeda dengan yang lain yang telah pasrah dan tidak berdaya, Mira punya dendam dan amarah yang begitu besar untuk Bangsa Persia yang telah melenyapkan kedua orang tuanya, terutama pemimpin mereka. Oleh karena itu, ia tak sudi menyentuh makanan yang selalu mereka antarkan setiap pagi dan malam.

Kelaparan? Ya. Mira sudah tidak mengisi perutnya selama dua hari dan pagi ini, ia tetap pada keputusannya, ia tidak sudi menyentuh makanan dari bangsa yang telah menjadi penyebab kematian kedua orang tuanya.

"Tidak menyentuh makananmu? Lagi?"

Gadis berambut cokelat bergelombang itu tersentak menemukan seorang pemuda duduk di depan sel yang mengurungnya. Pemuda itu tampan, tampak seperti seorang bangsawan, sepasang mata cokelatnya menyorot Mira dengan hangat namun terbesit sedikit rasa kasihan di sana. Ini untuk yang pertama kalinya Mira bertemu dengan pemuda itu tapi bagaimana dia bisa tahu kalau ini bukan yang pertama kalinya Mira tidak menyentuh makanannya?

Melihat Mira bergeming tak menjawab pertanyaannya, pemuda itu masuk ke dalam jeruji besi yang mengurung Mira. Ia menyuruh penjaga untuk mengambil makanan yang baru lalu tanpa merasa jijik lelaki itu duduk tepat di sisinya.

"Kau mengerti bahasa kami?" tanyanya. Mira mengangguk kaku lalu dia kembali melemparkan pertanyaan yang lain, "Siapa namamu?"

Kali ini Mira enggan menjawab pertanyaannya, ia justru merasa was-was meski pemuda yang mendekatinya tidak terlihat berbahaya sama sekali.

Mira bungkam hingga makanan datang. Makanan hangat yang jauh lebih layak dari makanan yang biasa ia terima. Aromanya tercium lezat sehingga perut Mira yang keroncongan berbunyi dengan sangat jelas dan membuat pria itu tergelak. Di dalam benaknya Mira merutuki perutnya yang membuatnya menjadi bahan tertawaan pemuda bangsawan itu. Tapi tanpa ia duga-duga, lelaki yang baru saja menertawainya kini menyodorkan langsung makanan ke mulut Mira dengan tangannya sendiri.

"Makanlah, izinkan aku menyuapimu, tanganmu terlalu kotor untuk makan sendiri"

Mira menatap langsung ke dalam matanya dan mencoba membaca maksud tersembunyi dari kebaikan hatinya. Pasti ada sesuatu sehingga seorang bangsawan tiba-tiba saja masuk ke dalam sel Mira dan menjadi begitu perhatian kepadanya, biar bagaimana pun Mira berada di sekitar orang-orang yang telah melenyapkan keluarganya, ia tidak bisa percaya kepada siapa saja.

Memalingkan wajah, Mira berkata, "Aku tidak lapar"

"Bohong. Aku dengar perutmu keroncongan beberapa detik yang lalu"

Melalui ekor matanya Mira melirik makanan yang hendak lelaki itu suapkan ke mulutnya. Ia sangat lapar, benar-benar kelaparan, tapi ia tak ingin memakan makanan mereka sebab makanan itu disajikan oleh bangsa yang telah melenyapkan keluargnya.

"Buka mulutmu"

"Tidak" sahut Mira dengan tegas, "Kalian telah membunuh tuaku dan menghancurkan rumahku, aku lebih baik mati dari pada harus menelan makanan kalian!"

Lelaki itu mendesah pelan, meletakkan piringnya di atas pangkuan lalu berkata, "Aku mengerti bagaimana perasaanmu—"

"Tidak, kau tidak akan pernah mengerti" sela Mira, "Kau hidup dengan tenang di dalam istanamu, terlahir sebagai seorang bangsawan, dan tidak pernah melihat kedua orang tuamu dihabisi di depan mata kepalamu sendiri!"

"Kau benar" sahutnya, "Tapi apakah membandingkan penderitaanmu dengan orang lain dapat membuatmu merasa lebih baik? Setiap orang punya rasa sakitnya sendiri dan hidup terus berjalan, kau tidak bisa terus menerus terpuruk seperti ini"

Mira menatap pemuda itu dengan air mata yang berlinang dan kemarahan yang ia pendam, "Mungkin hidupmu akan terus berjalan tapi tidak denganku, aku bahkan tidak tahu sampai kapan kalian mengurungku di sini dan apa yang akan kalian lakukan kepadaku nanti"

"Kau akan baik-baik saja, aku yang akan menjamin keselamatanmu. Sekarang, makan?" lelaki itu kembali menyodorkan satu suapan ke mulut Mira tapi lagi-lagi Mira enggan menerimanya, "Tidak. Aku tidak ingin selamat, kalian telah melenyapkan kedua orang tuaku lalu mengapa tidak menghabisiku juga?"

"Karena kau masih punya tujuan di dunia ini" dahi Mira berkerut dalam mendengar jawaban itu, "Kau masih hidup, itu artinya Tuhan punya rencana untukmu. Mungkin sulit bagimu untuk percaya kepadaku tapi pikirkan apa yang aku katakan, dengan menjadi terpuruk seperti ini apakah akan membuat kedua orang tuamu kembali? Tidak. Hidup terus berjalan, dan hidupmu belum berakhir sampai di sini. Aku tidak mengatakan kalau kau harus merasa  beruntung karena tetap hidup di dunia yang kejam ini, aku hanya ingin mengatakan bahwa sebaiknya kau tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah kau dapatkan, mungkin bagimu sekarang hidup tidak berarti apa-apa lagi tapi nanti, ketika kau telah menemukan tujuanmu kau akan menyadarinya dan berterima kasih"

Mira terdiam sejenak, sambil menatap lekat sepasang manik cokelat pemuda itu ia bertanya, "Siapa dirimu?"

"Maheer, pujangga yang belum menemukan tujuan hidupnya"

Tiba-tiba saja kekehan kecil lolos dari bibir Mira sehingga Maheer dibuat terpukau olehnya.

"Kau berusaha membuatku yakin kalau hidup selalu punya tujuan tapi kau sendiri belum menemukan tujuan hidupmu"

Maheer tersenyum tipis, "Akan ada waktunya untuk itu. Dan siapa namamu?"

"Mira"

"Jadi Mira, kau ingin makan atau membiarkan perutmu menjerit kelaparan?"

Mira membuka mulutnya dan menyambut suapan pertama dari tangan Maheer langsung. Dia sudah tidak peduli lagi kalau pemuda itu berasal dari bangsa yang telah membunuh keluarganya. Ia tidak peduli jika Maheer adalah seseorang yang berbahaya. Yang ia tahu Maheer telah membuka pikirannya, membuat Mira yang sebelumnya beranggapan kalau hidupnya tidak lagi berarti kini berpikir untuk mencari tahu apa tujuan hidupnya dan apa yang telah Tuhan rencanakan setelah memberikan dia kesempatan untuk tinggal lebih lama di dunia yang pelik ini. Dan entah bagaimana Mira dapat merasakan rencana itu melibatkan Maheer.

— TBC —

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

Shackled To The Sheikh (Completed)Where stories live. Discover now