9 - AN EARTHQUAKE

Start from the beginning
                                    

Sudah beberapa hari Januar bertemu Nasa, sedikit demi sedikit dia dapat melihat sifat asli cewek itu. Nasa tidak sombong seperti Januar kira sebelumnya.

Januar melipat tangannya dan ikut dalam perbincangan mereka. "Kalau bisa, jual kue kamu di sekolah dengan harga 2000. Kalau kamu jual di luar sekolah, naikkan harga jadi 3000. Kamu bakalan untung banyak."

"Kalau teman aku protes harga naik gimana, Kak?" tanya anak itu kepada Januar.

"Bilang aja harga sembako naik. Mereka juga ngerti kok." 

Nasa berdiri di sebelah Januar. "Semangat jualannya. Walaupun begitu, jangan lupa belajar ya."

Anak itu mengangguk kemudian ikut berdiri mengangkut kotak dari barang dagangannya. "Makasih banyak ya udah beli semua kuenya, makasih juga untuk tips-nya, Kak. Nanti akan aku coba besok."

Nasa menutup wajahnya kembali dengan masker lalu berdadah-dadah padanya sembari membawa sekantong plastik berisi kue donat. Januar mengikutinya dari belakang, melihat Nasa yang riang dalam melangkah. Tanpa sadar, ia tersenyum. Namun, senyum itu tidak berlangsung lama saat Nasa tiba-tiba berbalik dan memberikan kantong plastik itu. "Bawain!"

Cowok itu mengambil alih barang belanjaan Nasa. Ia menyalakan ponsel Nasa di tangannya yang menunjukkan angka jam satu. Seharusnya, hari ini ia menghadiri mata kuliah terakhir. Namun, sepertinya ia akan membolos.

Toh, sesekali bolos tidak apa-apa bukan?

Januar terkekeh tanpa sadar.

Untuk pertama kalinya, cowok itu merasa senang berada di dekat Nasa.

• • • • • •

"Wah gila?!" teriak Januar saat melihat notifikasi yang berisi bahwa ia mendapat dua tiket nonton gratis film Spiderman : Far From Home dalam rangka Hari Kasih Sayang lusa ini.

Terdapat persyaratan dan ketentuan bahwa jika ingin memakai tiket gratis ini, maka ia harus mengajak pasangan mereka saat pemutaran film nanti. Ah, sial. Masa Januar mengajak Chaka? Sangat tidak mungkin! Januar tidak mau dicap sebagai lelaki homo.

Ia menggarukkan kepalanya, sembari berpikir keras. Masalahnya, bukan hanya itu. Tanggal 14 Februari adalah hari di mana ia akan mengikuti Kompetisi Statistika. Ah, Januar bisa saja sih menontonnya setelah kompetisi, tapi ya tetap saja, dia harus mengajak siapa?

Nasa?

Bahunya turun. Ia menatap pintu kamarnya yang tertutup. Bagaimana mengajaknya? Jujur, Januar malu. Sebelumnya ia tidak pernah mengajak seorang cewek untuk menonton film bersama. Ah, mengapa dia jadi seperti anak SMP yang sedang cinta monyet sih? Mengajak perempuan saja masa malu?

Januar pun memilih untuk mengalahkan egonya dan keluar dari kamarnya dengan ponsel di genggamannya. Melihat Nasa di ruang tamu sedang asyik menonton drama Korea sembari memakan kue donat yang diborongnya tadi siang. Nasa duduk di sofa tepat depan televisi, sementara Januar di sebelahnya. Cewek itu melihat Januar dan menunjuk kantong plastik berisi kue donat. "Lo mau?"

Januar menggeleng, menatap televisi di depannya. Menayangkan salah satu adegan di mana sang putra mahkota sedang memerhatikan wanita yang dicintainya dari kejauhan. Halah, Januar benci roman picisan. Ia lebih menyukai film laga.

Salah satu tangannya menyenggol Nasa. Membuat perhatiannya teralihkan.

"Lo m-mau nonton film b-bareng gue nggak?" tanyanya kikuk sembari menunjukkan layar ponselnya yang berisi notifikasi sebuah voucher gratis nonton Spiderman untuk berdua.

Nasa melihatnya sekilas, lalu kembali menatap layar kaca. "Nggak."

"Gue lusa ada lomba, jadi kita bisa nonton sorenya."

"Nggak mau, gue mau bermalas-malasan di hari Valentine."

Januar mendecak. "Lo ngapain di sini ngegabut? Selama hari Valentine banyak promo pasangan. Sayang untuk dilewatkan."

"Ya tetap gue nggak ma-"

Ucapan Nasa tiba-tiba berhenti saat ia merasakan sesuatu bergoyang. Januar melihat lampu gantung yang turut berayun.

"Eh gempa!" ucap Nasa panik dan hendak beranjak keluar.

Januar menarik tangan Nasa, mencegahnya untuk keluar dan justru malah menariknya ke kamar lalu memasuki lemari bajunya yang cukup besar dan muat untuk dua orang. Guncangan masih terasa yang membuat Nasa memejamkan mata.

"Gue belum mau mati, dosa gue masih banyak, dan hal-hal yang gue inginkan belum banyak tercapai," gumam Nasa sembari memegang tangan Januar erat.

Tak lama, suara debuman kencang membuat mereka berdua terkejut. Nasa refleks berteriak dan memeluk Januar.

Hanya ada suara deru napas dari mereka berdua. Nasa memeluknya, begitupun dengan Januar yang membalas pelukannya. Tak lama, guncangan berhenti, salah satu tangan Januar membuka pintu lemari dan ia melihat lampu hias di mejanya terjatuh hingga pecahan kacanya berderai di lantai.

Mata Nasa yang masih terpejam, ia buka secara perlahan. Memandang wajah Januar sembari memujinya dalam hati. Garis rahangnya yang tegas, wajahnya yang mulus tanpa jerawat, dan rambutnya yang sedikit berantakan, membuatnya jauh terlihat lebih tampan.

Tatapan mereka bertemu. Sangat dekat. Degup jantung Januar yang awalnya normal langsung berdegup dengan kencang sampai tidak bisa bernapas.

Merasa bahwa ini tidak benar, Januar langsung mendorongnya. Membuat khayalan Nasa mengenai Januar hancur seketika.

• • • • •

a u t h o r n o t e :

Terima kasih sudah membaca!

04 April 2020

Under Nasa's SpellWhere stories live. Discover now