34. MIDNIGHT TALK

140 19 0
                                    

"Kenapa Tuhan gak pernah adil sama gue? Katanya Tuhan sayang sama hambanya, tapi kenapa Tuhan selalu beri gue penderitaan? Gue mencoba untuk bersikap kuat di depan banyak orang, tapi untuk kali ini gue benar-benar gak kuat. Untuk apa gue memperjuangkan semua ini, jika pada akhirnya Prasetyo gak bisa mempertanggungjawabkan perbuatan jahatnya?" tanya Nasa sambil terisak.

Januar melepas pelukannya dan mengusap kedua pipi Nasa yang dialiri oleh air mata. "Jangan bilang Tuhan gak adil, karena Tuhan gak akan memberikan ujian kepada hambanya di luar batas kemampuannya. Lo tahu? Perjuangan lo hingga detik ini menjadi salah satu buktinya. Dengan terungkapnya buronan tersangka yang lo cari selama bertahun-tahun, ini menandakan bahwa lo berhasil melewati ujian Tuhan, Nas."

Tangan Januar menyisir rambut Nasa dan menyampirkan beberapa helaiannya ke belakang telinga cewek itu. "Gue yakin kedua orangtua lo di atas sana bangga dengan apa yang lo lakukan hari ini untuk mereka."

Nasa memegang dadanya yang sesak saat kenangan lama bersama orangtuanya kembali terlintas di pikirannya. "G-gue kangen mereka, Januar."

"Jangan sedih, Nas. Orangtua lo pasti merasakan hal yang sama seperti lo. Doakan yang terbaik aja untuk mereka, ya?" tanya Januar dengan nada bergetar di akhir kalimatnya.

Jika menyangkut orangtua, Januar tidak bisa untuk tidak menangis. Ia turut merasakan kehilangan yang Nasa rasakan selama ini walaupun hanya mendengar dari kisahnya saja. Ia tidak mengerti mengapa Nasa begitu hebat untuk menanggung semuanya seorang diri.

Keduanya diam dalam waktu yang cukup lama. Nasa melepaskan pegangan tangan Januar kemudian menunduk, berusaha untuk menahan isak tangisnya. "Maaf kalau gue ke sini gak bilang-bilang. Gue gak mau nangis di rumah yang memiliki banyak kenangan dengan orangtua gue."

"It's okay. Gak perlu minta maaf, lo bisa ke sini kapan aja dan anggap ini rumah kedua lo. Oh ya, tunggu di sini sebentar."

Januar beranjak dari sofa dan pergi ke dapur. Tidak menunggu waktu lama, cowok itu kembali dengan membawa satu wadah es krim dan sendok di tangannya. Jujur, Nasa benar-benar tidak percaya dengan apa yang dibawa Januar.

"The cure for your second heartbreak," katanya sembari menaruh es krim tersebut di meja.

Nasa mengambil dan membuka wadah tersebut dengan cemberut. "Sekarang udah hapal, ya. Bawain gue es krim setiap gue nangis."

"Berkaca dari masa lalu," balas Januar terkekeh, "I hope this gonna be your last heartbreak. Jangan sedih lagi, ya? Be happy."

Nasa menyendokkan es krim tersebut ke mulutnya lalu mengangguk. Ia mengusap sisa air mata di kedua pipinya kemudian menghela napas. "Gue akan berusaha untuk menerima semua ini. Walaupun gak dipenjara, setidaknya untuk saat ini dia masih berada di dalam pengawasan perawat di RSJ dan gak bisa bebas 'kan?"

Januar mengiyakannya lalu mengusap rambut Nasa. Perasaan kikuk kembali merasukinya, cewek itu berdeham dan mengalihkan pembicaraan. "Lo kemarin transfer semua uang yang pernah gue kasih, ya?"

"Gak semua, uang yang gue transfer itu sisa deposit lo yang udah dikurangi dengan biaya pembelian hape baru lo, gas, air, listrik yang dibagi dua, dan uang belanja gue yang lo bayar kemarin. Kalau lo gak percaya sama jumlahnya, gue punya bukti pengeluaran dan buku catat-"

"Tunggu dulu-uang yang gue kasih buat lo itu jadi deposit selama gue tinggal di sini?"

"Iya, gue berubah pikiran. Seharusnya gue gak mengharapkan imbalan saat membantu seseorang. My bad. Uang yang udah gue transfer itu, tolong jangan ditransfer lagi."

Nasa mendecak, menyebut nama Januar dua kali layaknya sebuah mantra. Cewek itu sama sekali tidak percaya bahwa Januar baru saja melakukan hal yang tidak ia duga sebelumnya.

Under Nasa's SpellWhere stories live. Discover now