Tiga Belas

157 11 5
                                    


7 Jumadil Akhir 1441 H / Sabtu, 1 Februari 2020
💗💗💗

"Siapa saja yang menjaga sholat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari kiamat. Sedangkan, siapa saja yang tidak menjaga sholat, dia tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti, dia akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Firaun, Haman, dan Ubay bin Khalaf."

***

Sudah dua hari ini, Anza selalu berdiam diri di dalam kamar kosnya. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi. Semenjak Anza memutuskan pergi dari rumah, keluarganya sama sekali tidak mencari Anza dan bahkan tidak pernah menghubungi Anza lagi.

Begitu pula dengan kebencian Anza kepada mereka semakin hari kian bertambah besar. Anza merasa tidak seharusnya menunggu lama lagi. Anza sudah tidak dianggap lagi sebagai anak, karena Anza memang bukan anak kandungnya. Seharusnya ialah orang yang paling kecewa diantara mereka. Karena mereka telah memisahkan Anza dengan keluarganya.

Bukan saatnya Anza memikirkan hal ini. Ia harus memikirkan masa depannya nanti. Bagaimana ia bisa hidup di Jakarta tanpa biaya dari keluarganya. Anza harus bisa hidup sendiri tanpa bantuan siapa-siapa. Ia hanya ingin hidup mandiri dan harus membuktikan kalau Anza bukanlah orang yang selalu bergantung dengan orang lain.

Anza menatap kartu ATM yang diberikan Abdullah. Ia begitu yakin ada banyak uang di dalam kartu ATM itu. Tapi, selama beberapa hari tinggal di Jakarta Anza belum pernah menyentuhnya bahkan memakai uang pemberian Abdullah. Anza hanya memakai uang tabungan selama Anza masih sekolah.

Dengan berat hati, Anza membuang kartu ATM tersebut ke dalam keranjang sampah. Sekarang Anza tidak memerlukan semuanya. Yang Anza butuhkan sekarang adalah mencari pekerjaan yang cocok untuk seorang mahasiswa sepertinya.

Kemudian Anza langsung mengambil tas dan kunci motornya untuk pergi mencari pekerjaan. Semoga saja ada lowongan pekerjaan yang cocok dengannya.

Sekarang ini, Anza berada di depan kafe milik Khafa. Anza juga tidak menyangka jika pemilik kafe dekat kampus yang sering ia kunjungi adalah milik Khafa. Tapi, Anza tidak bisa bekerja di Kafe milik Khafa. Anza takut kalau nantinya Khafa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepadanya. Yang ada Khafa akan memberitahukan kepada keluarganya, apalagi ayah Khafa bersahabat dengan Abdullah.

Anza harus apa sekarang? Uang Anza tinggal sedikit untuk bertahan hidup. Besok harus makan apa kalau dirinya tidak bekerja.

"Ayu," panggil seseorang. Anza pun membalikan badan dan menatap orang tersebut. Ternyata yang memanggil Anza adalah Khafa.

Tapi kok, Khafa manggil aku dengan nama Ayu?

"Kamu manggil aku?" tanya Anza.

Khafa mengangguk. "Kamu ngapain di sini?" tanya Khafa.

"Emang nggak boleh ya aku ada di sini? Semua orang kan berhak datang ke sini. Nggak ada tanda larangan juga kan?" ucap Anza dengan sewotnya.

"Hmm... emang nggak ada sih," ucap Khafa, lalu berlalu meninggalkan Anza.

"Khafa tunggu!" ucap Anza. Dan akhirnya Khafa menghentikan langkah kakinya untuk masuk ke dalam kafe. Anza pun berjalan ke arah Khafa. "Hmm... aku mau ngomong sesuatu sama kamu," ucap Anza pelan.

"Ngomong langsung aja."

"Aku butuh pekerjaan."

Khafa menatap Anza dengan dahi berkerut. "Emang kamu bisa kerja?"

Menuju Jalan-MuWhere stories live. Discover now