Sepuluh

125 13 6
                                    


13 Jumadil Awal 1441 H / Rabu, 8 Januari 2020
💗💗💗

Wahai Manusia, Kami akan menguji kalian dengan kesempitan dan kenikmatan untuk menguji iman kalian. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan kembali.”
(QS. Al-Anbiya: 35)

***

Semua proses pemakaman Nenek Anza berjalan dengan lancar. Selama proses berlangsung Anza hanya menitikan air matanya. Ia benar-benar tidak sanggup melihatnya. Sekarang, sudah tidak ada lagi orang-orang yang membuat Anza seceria dulu. Ditambah lagi kenyataan dirinya bukanlah cucu dari kakek dan neneknya. Anza sangat sedih saat mengetahui hal itu.

“Anza,” panggil Firman-kakak pertama Anza.

Anza hanya diam dan tidak tahu harus bersikap seperti apa dengan saudara-saudaranya.

“Anza.” Kini Fauzan-kakak kedua Anza yang memanggilnya.

Anza tetap diam. Hanya air matalah yang terus mengalir dipipinya. Sekarang, Anza berada di ruang tengah rumah Neneknya bersama Abdullah, Nurul, Firman, Fauzan, Fatih, Fildan, dan kedua kakak iparnya Ain dan Lisa. Keluarga lain memberikan akses untuk Anza dan keluarganya bicara.

“Anza kenapa diam saja?” tanya Fatih-kakak ketiga Anza.

“Mbak Anza bicara dong! Ini bukan Mbak Anza yang Fildan kenal.” Fildan-adik Anza menggigit bibirnya saat Anza tetap tidak menggubrisnya.

Anza tetap diam saat ada yang bertanya kepadanya. Yang Anza inginkan adalah ucapan kebenaran dari keluarganya sendiri. Setahu Anza belum ada yang memastikan dari anggota keluarganya tentang Anza yang bukan anak kandung Abdullah dan Nurul.

“Anza.” Nurul terus memanggil Anza sambil menangis dipelukan Abdullah.

“Maafkan kita semua,” ucap Firman mewakili Abdullah. Firman tahu ini berat bagi Anza dan keluarganya.

Tangisan Anza semakin kuat. Ucapan maaf dari Firman sudah membuktikan semuanya kalau Anza bukanlah keluarga mereka. Ternyata mereka telah membohongi Anza selama ini. Terbukti dari mereka yang tahu kebenarannya tapi tidak pernah memberitahukan semuanya kepada Anza.

Apa aku nggak berarti bagi mereka?

“Nak,” Abdullah mendekat ke arah Anza. Ia begitu mendekap Anza sangat erat. Sesekali dia mengecup puncak kepala Anza. Anza hanya diam tidak menanggapi segala perlakuan Abdullah terhadapnya. Ia begitu terpuruk.

“Anza anak Abah,” ucap Abdullah yang juga ikut menangis.

“Anza bukan anak Abah.” Akhirnya Anza mengungkapkan hal itu. Ia terus menangis saat Nurul dan Abdullah mendekapnya begitu erat.

“Jangan katakan itu lagi! Kamu anak Abah dan akan tetap jadi anak Abah selamanya.”

***

Anza terus memandangi bintang dari jendela kamar yang selalu ia tempati jika berada di Solo. Ia terus memikirkan semuanya. Bagi Anza sangat sulit menerima semua kenyataan pahit. Rasa kehilangan Neneknya belum sepenuhnya Anza ikhlaskan, mana lagi di tambah ia bukanlah cucu dari Neneknya. Ia hanya anak angkat dari Abdullah dan Nurul.

Walau Abdullah dan Nurul terus mengelak kalau Anza adalah anak mereka, tetap Anza merasa sebaliknya. Terbukti juga pada saat makan malam tadi, sepupunya Rima dan Jesmi terus saja menyinggung soal Anza yang tidak tahu malu. Mereka mengatakan jika Anza telah mengambil kasih sayang Nenek mereka. Dan mereka juga mengatakan kalau yang seharusnya disayang oleh sang Nenek adalah cucu kandung dan bukanlah anak buangan. Hal itu membuat Anza tidak ada nafsu makan sama sekali. Lebih baik Anza memilih untuk pergi dari pada harus mendengarkan ucapan dari sepupunya yang terus menyalahkan Anza.

Menuju Jalan-MuWhere stories live. Discover now