Part 4. Who Is He?!

Start from the beginning
                                    

***

Sinar matahari mulai merangsek masuk ke dalam kamar Ashmita pagi ini. Udara segar mulai tercium di hidung Ashmita, dan seketika membuatnya terbangun dari tidurnya. Ashmita menguap kecil, dan mulai meregangkan otot tubuhnya yang terasa kaku, akibat posisi tidurnya yang telungkup semalaman.

Bahkan selimutnya sudah tidak lagi menutupi tubuhnya, dan malah berkumpul di ujung kedua kakinya. Ashmita menguap untuk kesekian kalinya. Mengusap wajahnya perlahan, dan menghirup syaratnya segar yang memenuhi seluruh area kamarnya itu.

Mengusap - usap kedua lengannya saat hawa dingin menusuk kulitnya. Menurunkan kedua kakinya dan menyentuh lantai yang sangat dingin. Meski awalnya Ashmita sama sekali tidak terbiasa bangun pagi, dia mencoba untuk selalu berubah. Dan merubah beberapa sifat dan juga kebiasaan buruknya. Tentu saja.

"Mengapa bayangan pria itu masih saja memenuhi pikiranku?! Mengapa ketakutan ini semakin berasa?!" Ashmita bergumam sekali lagi. Kedua matanya bergerak lincah, begitu terlihat gelisah.

Seketika tubuhnya menggigil, diakibatkan oleh ketakutannya sendiri itu. Ashmita dengan segera menggelengkan kepalanya, dan bangkit bangun, lalu mandi. Tak lama setelah itu, dia keluar dan segera memakai pakaian berwarna hijau muda dengan selendangnya yang melingkari leher jenjangnya. Serta rambutnya yang basah setelah keramas.

Ashmita menutupi rambutnya yang basah itu dengan menggunakan handuk yang ukurannya cukup besar. Ashmita segera keluar dari kamarnya dan pergi menuju dapur. Disana sudah ada ibu dan juga kedua keponakannya. Mereka sedang masak bersama. Sebenarnya, hanya ibunya saja yang memasak, sedangkan kedua keponakannya itu malah mengganggu ibunya dengan saling melempar tepung terigu. Dan membuat dapur seperti kapal pecah terlihatnya.

Ashmita tersenyum lebar dan menggelengkan kepalanya. Mempercepat langkahnya mendekati kedua keponakannya dan ikut mengoleskan tepung terigu tepat ke wajah kedua keponakannya itu.

"KAKAK!!!! IHHH!!!!" Teriak keduanya sambil merengut kesal ke arah Ashmita yang tertawa dengan keras, bahkan terbahak - bahak.

"Makanya jangan ganggu nenek kalian memasak... Hahahah..." Ashmita terus mentertawakan wajah dari kedua keponakannya itu.

"Ashmita... Sudah - sudah... Kalian ini ya. Sekarang bantu ibu memasak, Ashmita... Dan untuk kalian... Cucu - cucu nenek, sekarang bantu nenek mengelap piringnya ya. Tapi ingat, jangan sampai pecah." ucap ibu Ashmita yang langsung dijawab oleh Ashmita dan juga kedua keponakannya dengan anggukan kepala mereka bersamaan.

Ashmita dengan cekatan segera membantu ibunya memasak sayur dhal. Kesukaan kakeknya. Namun, saat akan mengambil garam, dia melihat wadah itu kosong. Dan juga bubuk cabe yang mulai menipis isinya. "Ibu... Garam dan juga bubuk cabenya sudah habis... Aku beli dulu ya." ucap Ashmita langsung.

"Oh benarkah?! Padahal, sepertinya isinya masih banyak waktu itu... Ya sudah, ini uangnya." Ibunya segera memberikan sejumlah uang kepadanya.

Ashmita tersenyum dan menerima uang itu. "Hati - hati, Ashmita..." ucap ibunya.

"Baik, ibu... Aku pergi dulu ya..." Ashmita dengan segera pergi dari rumah, menuju ujung jalan dari rumahnya, ke sebuah toko bahan makanan yang terdekat disana.

Tak lama, Ashmita pun sampai di toko itu. Dan segera membeli sebungkus garam dan juga sebungkus bubuk cabe. "Beli garam dan bubuk cabenya, satu bungkus ya..."

Pemilik toko itu dengan ramah, pun tersenyum kepada Ashmita. "Baik... Tunggu sebentar ya..."

Ashmita pun membalas dengan tersenyum kecil. Tak lama, pemilik toko itu datang dengan sebuah kantung kresek berisi belanjaan milik Ashmita. Dengan segera Ananya memberikan uangnya untuk membayar belanjaannya itu.

"Terima kasih.." Ashmita pun segera pergi kembali ke rumahnya. Dia memilih untuk melewati jalan pintas menuju rumahnya. Meski jalanan yang dia pilih itu kondisinya sedikit sepi, dia sama sekali tidak masalah, karena masih pagi.

Lorong - lorong jalanan itu terasa sangat dingin dan juga lembab. Tubuh Ashmita merinding sedikit saat merasakan hawa itu di sekitar dan mengelilingi tubuh mungilnya itu. Tiba - tiba saja angin berhembus dengan kencang menerpa dirinya. Dan membuat Ashmita menutup kedua matanya dengan erat, takut jika nanti matanya kelilipan oleh debu yang dibawa oleh hembusan angin itu.

"Huh... Untung saja tidak kelilipan..." gumam Ashmita penuh syukur dan juga lega sekaligus. Ashmita mengusap - usap rambutnya, dan memperbaiki letak selendangnya yang hampir jatuh dari lehernya. Namun, saat akan melanjutkan langkahnya, sesuatu menahan gerak langkah dan juga tubuhnya. Ada yang menahan selendangnya dari arah belakangnya.

Jantung Ashmita berdegub dengan kencang. Begitu membuncah dengan rasa khawatir, takut dan juga curiga secara bersamaan. Dengan perlahan, Ashmita menolehkan kepalanya, mengintip kecil sesuatu yang menahan langkahnya. Namun belum sampai kepalanya menatap ke belakang, dia merasakan sentuhan tangan menjalar di pinggangnya.

"Kita bertemu lagi, honey..." Suara yang membuat Ashmita membeku seketika.

Pria itu lagi... Batin Ashmita ketakutan. Kedua tangannya dengan perlahan mengeluarkan keringat dingin. "A-apa yang kau inginkan dariku?!" Ashmita bertanya dengan nada yang penuh dengan ketakutan. Bahkan sangat sulit untuk mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya yang mulai kaku.

Hembusan napas pria itu begitu terasa di sekitar lehernya yang terbuka. Dan Ashmita baru sadar, jika pria itu sudah menyampirkan rambutnya ke bahu kirinya. Dan hal itulah yang membuat leher dan juga bahu kanannya begitu terbuka. Seketika Ashmita menyesal telah memilih jalan pintas ini untuk pulang ke rumahnya.

"Kau, honey... Aku menginginkanmu. Sangat. Dan sepertinya, kau pun bisa mengenali suaraku." jawab pria itu yang malah membuat tubuh Ashmita bergetar. Dan sialnya, tangan pria itu tidak melepas sama sekali sisi selendangnya yang dia pegang dan juga pinggangnya. Bahkan pria itu kini mengusap - usap pinggangnya, sama seperti waktu di pekan raya.

Kedua mata Ashmita menatap ke sekelilingnya, dan soalnya untuk sekali lagi. Tidak ada seorang pun yang melewati jalanan itu. "Lepaskan aku." ucap Ashmita sedikit keras, berharap dengan begitu, pria yang ada di belakangnya kini mau melepaskan dirinya.

"Kenapa harus aku lepaskan?!" Nada suara pria itu seakan - akan mengejek ketakutannya. "Jika aku menginginkanmu, maka akan aku dapatkan... Tidak peduli bagaimana pun caranya. Termasuk dengan mendapatkan dirimu, Ananya..."

Ashmita sontak memberontakkan tubuhnya. "Tidak!!!" Ashmita berteriak kencang dan menginjak kaki pria itu dan membuatnya menjerit. Dan Ashmita pun tanpa membuang waktu segera berlari, tanpa mempedulikan selendangnya yang terlepas dari lehernya. Karena pria itu masih menggenggam erat selendangnya.

Ashmita berlari kencang hingga masuk ke daerah rumahnya. Tanpa peduli dengan tatapan - tatapan yang diberikan tetangganya yang berlalu lalang, menatap penasaran ke arahnya. Yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah berlari yang jauh, hingga tidak akan lagi bisa ditemukan oleh pria misterius tadi.

Saat Ashmita masuk ke dalam rumah, ibunya memandang Ashmita dengan bingung. "Ashmita, ada apa?! Kenapa kamu berlarian seperti ini, hah?!"

Ashmita mengatur napasnya yang terengah - engah. "Ta-tadi... Aku..." Ashmita menghentikan ucapannya. Jika aku mengatakan yang sebenarnya, ibu pasti akan khawatir. Batin Ashmita berkecamuk.

"Ashmita?!" panggil ibunya yang mulai menuntut jawaban.

"Eh... Iya... Tadi, aku di kejar orang gila, bu... Karena takut jadi aku lari saja... Hehehe..." jawab Ashmita dengan gugup.

"Ya sudah... Mana belanjaannya... Kamu istirahat saja dulu..." Ibunya mulai mengambil alih kantong belanjaannya itu.

"Iya..." Ashmita berjalan perlahan memasuki kamarnya. Dan masuk ke dalam kamar mandi, dan mencuci wajahnya dengan air dingin. Dan sialnya, Ashmita sama sekali tidak bisa menutupi ketakutan yang memenuhi kedua matanya. "Oh Tuhan... Tolong aku." gumamnya.

***

Black Heart ✔️Where stories live. Discover now