Part 2. The Dreams

Start from the beginning
                                    

Ayahnya tertawa kecil. "Iya - iya... Makananmu itu memang enak kok."

"Sudah... Sudah... Cepat masak ya... Ibu mau memijat ayahmu dulu... Masak yang banyak, jadi nanti siang tinggal dipanasi saja." Ibunya menengahi.

Ashmita menganggukkan kepalanya dengan cepat. Mulai menyiapkan bahan makanan. Dan membiarkan ibu dan juga ayahnya, pergi ke kamar mereka. Saat melihat bahan makanan yang dibeli oleh ibunya, Ashmita berniat untuk memasak sayur kare, chapati, nasi dan beberapa sayuran lainnya.

Dia tahu, jika suatu hari nanti, dia akan memasak untuk suaminya. Memasak makanan yang mungkin disukai oleh suaminya. Memasak manisan yang juga akan disukai oleh suaminya. Ashmita seketika tersenyum kecil, saat mulai membayangkan dirinya yang akan memakai saree di pagi hari, dengan sindoor yang menghiasi rambutnya, sedang menyiapkan makanan untuk suaminya yang tersenyum ke arahnya.

Ashmita seketika menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Mencoba untuk menghilangkan bayangan - bayangan yang terus saja muncul di dalam pikirannya itu. Kedua tangannya terus bergerak menyiapkan makanan. Hingga selama hampir satu setengah jam, makanan itu pun jadi.

Dengan segera, Ashmita menata hasil masakannya itu ke atas meja makan. Ashmita tersenyum dan mulai melangkah menuju kamar kedua orangtuanya.

"Ayah... Ibu... Makanannya sudah jadi, ayo turun!" teriak Ashmita di depan pintu kamar.

"Iya, Ananya!" balas kedua orangtuanya bersamaan.

Ashmita tersenyum dan mulai kembali berjalan menuju halaman depan rumah, untuk memanggil kakeknya. Saat berada di halaman depan, Ashmita melihat kakeknya yang sedang menangis tanpa suara. Ashmita melihat bagaimana kedua bahu yang masih kekar itu bergetar, menahan tangis. Dan Ashmita tahu, jika kakeknya selalu merindukan neneknya yang meninggal akibat konflik daerah enam tahun yang lalu.

"Kakek..." panggil Ashmita dengan nada suaranya yang terdengar cukup lirih. Mendengar panggilan dari Ashmita, kakeknya dengan segera menghapus air matanya, dan menoleh ke arah Ashmita yang ada di belakangnya, sambil sedikit tersenyum.

"Ada apa Ashmita?!" Kakeknya bertanya.

Ashmita mencoba untuk tersenyum. "Makanannya sudah jadi... Ayo masuk, kek... Sebelum makanannya dingin..." ajak Ashmita yang mendapatkan jawaban anggukan kepala dari kakeknya.

"Iya... Kamu masuk saja dulu..." jawab kakeknya dengan sebuah senyuman yang muncul dengan sedikit paksaan, untuk menutupi kegetiran dari kesedihannya.

"Iya..." gumam Ashmita sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Meninggalkan kakeknya yang berjalan masuk ke dalam rumah dengan langkahnya yang sedikit tertatih.

Mendongakkan kepalanya dan menatap langit. "Aku merindukanmu, Aruhi..." gumamnya, sambil melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah.

Sedangkan Ashmita sudah duduk di kursi meja makan. Dengan sepiring makanan di hadapannya, Ashmita mulai memakan makanannya. Kakeknya baru masuk dan duduk, dengan segera dibantu disiapkan makanannya oleh ibunya. Ashmita hanya bisa tersenyum sedih saat melihat kakeknya tidak terlalu menikmati makanannya, tapi dia tahu penyebab hal itu terjadi.

Neneknya meninggal, di akibatkan sebuah konflik. Banyak orang yang tewas kala itu. Dan kakeknya juga ada disana, dan menyaksikan sendiri bagimana istrinya tewas di hadapannya. Dan Ashmita tidak pernah mau membayangkan kesedihan yang masih dalam terasa oleh kakeknya itu.

Yang dia ingat kala itu adalah saat umurnya baru menginjak enam belas tahun, kakeknya dengan langkah berat, membawa pulang jasad neneknya di gendongannya. Kakeknya yang waktu itu berumur enam puluh enam tahun, menggendong jasad neneknya yang berumur enam puluh empat tahun.

Dengan kedua kaki yang gemetar, kakeknya meletakkan jasad neneknya di atas lantai rumah. Membuat darah yang keluar dari dalam tubuh neneknya itu mengotori lantai. Dan setelah itu, kakeknya menangis tiada hentinya. Meski saat setelah jasad neneknya di kremasi, kakeknya tidak ada hentinya untuk menangis.

Ashmita tersentak dalam kenangan masa lalunya itu. Dia mencoba untuk tersenyum kembali. Menatap ke arah kakek, ibu dan juga ayahnya yang mulai menikmati makanan yang dibuat oleh dirinya itu.

"Mmm... Ashmita..." panggil ayahnya yang membuat Ashmita sedikit tersentak, karena sempat mulai melamun lagi.

"Iya ayah?! Ada apa?! Apa ada yang tidak enak?!" tanya Ashmita merasa sangat lah khawatir dengan rasa makanan yang tadi dia masakkan.

Ayahnya menggelengkan kepalanya dengan cepat, dengan senyuman yang lebar serta makanan yang masih belum di telah oleh ayahnya itu. Terlihat begitu memenuhi mulutnya. "Tidak - tidak... Makanan buatanmu ini rasanya top!! Enak banget kok!! Jadi pengen nambah!!"

Ashmita seketika ikut tersenyum, merasa bangga dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh ayahnya itu. "Terima kasih ayah..."

"Iya, Ashmita... Masakan buatanmu ini tidak kalah dengan masakannya ibu. Oya... Bagaimana dengan gulab jamunnya?!" Ibunya bertanya sambil melihat ke sekeliling meja makan.

Ashmita menepuk dahinya perlahan. "Oh iya... gulab jamunnya belum aku hidangkan.. Sebentar, aku ambilkan dulu..." Ashmita segera bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju dapur. Mengambil tiga mangkuk dan dengan segera dia isi dengan beberapa potong gulab jamun.

Segera membawanya kembali ke meja makan, dan menghidangkannya ke kakek, ayah dan juga ibunya. Tak lupa dia mengambil kembali mangkuk berisi gulab jamun miliknya yang masih ada di meja depan televisi. Kembali masuk ke dapur, tanpa menghiraukan keluarganya yang menatap penuh kegelian ke arah dirinya.

Dan kembali mengambil beberapa potong gulab jamun untuk dirinya sendiri. Saat kembali ke meja makan, dia mendapatkan tatapan penuh geli ke arahnya. "Kenapa menatapnya seperti itu?!" Ashmita bertanya karena mulai merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan yang diberikan oleh keluarganya itu.

"Kau itu... Memang mirip dengan ibumu waktu memasak untuk ayah pertama kali... Dia sangat gugup dan selalu lupa saat pertama kali. Ayah bahkan masih ingat dengan wajahnya yang memerah karena sedikit malu akibat tingkahnya itu." Ayahnya menyaut dengan wajahnya yang penuh kegelian mengingat kenangannya bersama ibunya itu.

"Benarkah?!" Ashmita bertanya dengan nada penuh keingintahuan yang sangat besar. Kedua matanya terlihat begitu berbinar menatap ke arah ayah dan juga ibunya yang kini mencubiti lengan ayahnya dengan gemas.

"Jangan begitu dong... Kan waktu itu, kamu juga yang terus gangguin, waktu aku masak... Apalagi waktu itu adalah pertama kalinya aku masak buat kamu... Kamu sih... Jadi malu kan aku." Ibunya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, menutupi warna kemerahan di seluruh wajahnya itu.

Ashmita tersenyum melihat interaksi kedua orangtuanya itu. Dan kakeknya juga ikut tertawa. "Ashmita..." panggil kakeknya yang membuat Ashmita menolehkan kepalanya menatap ke arah kakeknya itu.

"Iya, kakek?!"

"Tingkatkan lagi memasakmu ya... Masakan kamu ini sudah sangat enak, pastikan kalau kamu lebih banyak belajar masakan yang lainnya, yang?!" ucap kakeknya dengan nada suaranya yang terdengar cukup tegas.

Ashmita menganggukkan kepalanya dengan cepat dan tersenyum kembali. "Tentu, kakek... Aku akan belajar lebih banyak lagi... Ayo, lanjutkan makanannya... Aku akan buatkan gulab jamun lagi nantinya..."

Dan mereka pun mulai melanjutkan makan mereka sambil berbicara dan tertawa. Sepertinya kebahagiaan itu tidak akan bisa di hancurkan oleh siapapun.

***

Black Heart ✔️Where stories live. Discover now