Epilogue

21.4K 2K 825
                                    

"Sabrina!"

Gadis pemilik nama tersebut segera meraih tasnya dan keluar kamar. Ia menuruni tangga dan menemukan ibunya sedang duduk di sofa.

"Kenapa, bu?" tanyanya, heran dengan ibunya yang tiba-tiba memanggil.

"Ini, ibu bingung buat wisuda kamu nanti pake baju yang mana, ya?" tanya ibunya balik sambil terus menggeser layar ponsel yang ia pegang.

Sabrina memutar mata. "Aku revisi skripsi aja belom kelar, ibu udah musingin baju wisuda," balas Sabrina sambil sibuk mengisi botol minumnya dengan air.

"Ibu nggak musingin baju wisuda doang, tahu! Ibu juga musingin kamu entar gimana sedih banget pas wisuda nggak ada cowok yang ngasih kado!" balas ibunya.

Sabrina menautkan alisnya bingung. "Hahhh? Itu lebih nggak penting lagi, bahkan," balasnya kesal. Ia menutup botol minumnya dan memasukannya ke dalam tasnya dengan cepat.

"Eh, mau ibu kenalin sama anaknya temen ibu, nggak?" tanya ibunya dengan wajah antusias. Sabrina tidak menjawab dan berjalan ke arah pintu rumahnya.

"Katanya dia baru lulus juga, nih. Seumuran berarti! Terus dia juga cum laude, dari luar ne -- eh, Sab! Mau kemana kamu siang-siang gini --" 

"Ke sekolah."

"Brak!"

Ibu dari gadis tersebut mendengus sambil melipat kedua tangannya. "Kabur mulu deh, kalo ngomongin beginian. Hfft, ibu belom selese ngomong, juga."

***

Sabrina menghela napas. Ia mulai melangkahkan kakinya keluar rumah. 

Menuju SMA-nya.

Pagi tadi, ia teringat untuk meminta Surat Persetujuan Narasumber dari perpustakaan SMA-nya tersebut, karena beberapa waktu lalu, ia menggunakan perpustakaan tersebut sebagai salah satu data untuk skripsinya.

Ia berjalan sambil menendangi kerikil yang ia temukan, pelampiasannya terhadap apa yang ibunya katakan. Ia sebal dengan ibunya yang terlalu heboh terhadap hal-hal kecil. Semakin ia bertambah tua, semakin heboh saja ibunya dengan segala kekhawatirannya.

Tanpa ia sadari, langkahnya telah memasuki gerbang sekolahnya dulu. Sekolahnya terlihat sepi karena jam istirahat siang sudah lewat, namun bel pulang belum berbunyi.

Sabrina melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan. Ia membuka pelan pintu perpustakaan.

Seorang wanita dengan kacamata tebal menoleh ke arahnya dari balik sebuah meja tinggi.

"Sabrina, ya?" tanyanya. 

Sabrina mengangguk. Ia berjalan mendekati wanita tersebut. "Siang, Bu Gita."

"Siang. Kenapa, Sab, ke sini?" tanya wanita tersebut ramah.

"Mau minta tandatangan buat Surat Persetujuan Narasumber, Bu. Yang buat skripsi saya waktu itu," jawab Sabrina tersenyum.

"Ohh, iya. Bentar, ya. Saya nyelesein ini dulu," balasnya lalu sibuk kembali dengan komputer di hadapannya. Sabrina mengangguk dan diam menunggu.

Bosan, ia mulai melihat sekeliling ruang perpustakaan. Beberapa hal telah berubah sejak ia SMA. Tapi tetap saja, sama seperti saat ia mengambil data untuk skripsinya di sini, ia mengingat kembali beberapa kepingan memori.

"KRIINGG!"

Sabrina tersentak dari lamunannya. "Eh, udah bel pulang ya, Bu? Apa besok aja saya ke sini lagi, Bu?" tanya Sabrina merasa tidak enak.

Wanita di hadapannya menggeleng. "Nggak apa-apa, kok. Ini saya udah selesai. Sini, mana yang mau saya tanda tangani?" tanyanya sambil mematikan komputernya. Sabrina mengangguk lalu memberikan sehelai kertas kepada wanita di hadapannya tersebut. 

A Riddle Upon UsOnde histórias criam vida. Descubra agora