Twenty Six - Nonsense

60.8K 4.2K 1K
                                    

Sudah beberapa minggu sejak hari pertama masuk kelas tiga.

"KRIINGG!!!"

Tepat dengan berbunyinya bel masuk, aku meletakkan tasku di kursi. Bukan tipikal kursi di pojok kelas dan dekat dengan jendela, kursiku terletak di barisan ketiga dari depan dan dipojok dekat tembok, tapi tanpa jendela di sebelahnya.

Denah tempat duduknya sudah ditentukan oleh wali kelas. Yang duduk di sebelahku kalau tidak salah bernama Sekar. Sudah pasti tertebak, aku jarang berbicara dengannya. Dia juga lebih suka bermain handphone sepertiku tapi entah kenapa dia tidak memberi aura orang yang malas bersosialisasi.

"BRAK!" Bunyi pintu dibanting dan pelakunya adalah wali kelasku.

"Ah, maaf." Ucapnya. Sepertinya dia tidak sengaja membantingnya.

Semua murid tidak terlalu kaget, sih. Kecuali satu orang yang jelas bukan penghuni kelas ini. Angga.

"Ah, misi, pak." Ujarnya langsung menuju keluar kelas setelah salam ke wali kelasku.

Entah berita bagus atau tidak, tapi Angga memang lumayan sering ke kelasku. Oh, bukan, sangat sering. Entah itu sebelum pelajaran dimulai atau saat istirahat.

Memang sih, teman-temannya Angga saat kelas dua dulu banyak di kelasku, tapi alasannya dia sering ke sini tidak mungkin kan karena dia tidak punya teman baru?

Yah, maksudku, manusia pede itu kan 'Mr. Popular'. Entah julukan dari siapa itu, aku terlalu malas untuk mengingatnya.

Dan aku memang yah, sedikit mencuri dengar kalau di kelas barunya lebih banyak perempuannya dibanding laki-lakinya dan ada alasan lainnya yang tidak sempat terdengar olehku. Lagipula kelas kami memang sebelahan, jadi sepertinya cukup wajar.

Dan seperti biasanya, pagi ini pun wali kelasku berceramah tentang posisi kami sebagai anak kelas tiga yang akan ujian dan blabla yang bagiku tidak terlalu pantas untuk terus didengarkan. Membosankan. Dan menurutku malah membuat tekanan batin mendengar kata 'ujian' berkali-kali. Hey, ini masih semester awal.

Di saat begini, satu-satunya harapanku adalah agar cepat istirahat.

***

"KRIINGG!"

Yes, istirahat.

Aku pun segera merapihkan alat tulisku, beranjak dari kursi, dan menuju keluar kelas. Tujuanku pastinya jelas; perpustakaan.

"Buk!"

"Eh, Sab." Suara yang terlalu familiar mendarat di telingaku.

Tuh kan, kalau istirahat juga ke sini.

"Ke perpus lagi, ya?" Tanyanya.

"Hm-hm." Jawabku yang bergeming di tempat karena pintu kelasku terhalangi oleh Angga.

"Oh, oke." Jawabnya lalu menuju teman-temannya.

"Ngg ... lo ..."

... nggak ikut ke perpus?

Tenang, aku tidak mengatakannya. Itu hanya di pikiranku. Lagipula saat aku membalik badan Angga sudah bergabung dengan teman-temannya dan pastinya tidak mendengar kalimatku yang terpotong itu.

Pertanyaan seperti itu muncul di kepalaku saja sudah aneh.

Bukan, pastinya bukan berarti aku berharap dia ikut ... tapi aku sedikit mengira dia akan ikut karena dia lumayan sering ikut ... entahlah.

Jangan-jangan aku terinfeksi kepedeannya?

Horror.

Setelah sadar bahwa aku sedikit menghalangi jalan keluar kelas, aku pun mulai menuju ke perpustakaan.

A Riddle Upon UsWhere stories live. Discover now