Twenty One

66K 4.6K 426
                                    

His POV

"Elah, udah ditutup!"

Gue masih mengatur napas gue yang terengah-engah.

Gue tadi telat berangkat. Jadilah gue lari-lari ke sekolah. Dan nyatanya? Gerbang udah ditutup.

Sial.

Masih merutuki gerbang yang udah ditutup, tiba-tiba gue mendengar napas terengah-engah, yang jelas bukan dari gue. Gue pun menoleh ke asal suara tersebut.

Dan ternyata ada orang lain yang telat.

Tapi fakta adanya orang lain yang telat malah memperparah keadaan. Karena orang itu adalah--hft, bisa dibilang pembawa kesialan. Ke gue doang, sih.

Yah, orang itu, Mile.

Persetan dengan semua ini.

Kelihatannya sih, dia belom sadar ada gue di sini, yang lagi nunggu pak satpam bukain gerbang.

Nah, baru sekarang dia nengok.

"E-eh kak Angga?" Ucapnya terbelalak. Gue hanya membalas dengan menatap dia, dengan tatapan yang gue sendiri nggak bisa jelasin. Campuran muka capek karena lari, muka capek ketemu dia--gue merasa jahat--dan lain lain.

Tiba-tiba gue dengar suara gerbang dibuka.

"Kenapa kamu telat?" Tanya pak satpam sambil melotot.

"Ya tadi ada urusan pagi-pagi, pak." Jawab gue seadanya. Ya, emang begitu, sih.

"Urusan apaan pagi-pagi?" Tanyanya balik. Tsk, ini hal yang paling gue hindari.

Untung sebelum gue terpaksa menjawab, pak satpam itu udah ngalihin pandangannya ke anak di samping gue dan mulai gantian menginterogasinya. Hm, gue nggak perlu mendengarkan sesi interogasinya dia.

Lalu pak satpam itu kembali melihat ke arah gue.

"Kalian berdua, bisa-bisanya ya, telat sampai tiga puluh menit?" Ucapnya sambil melotot. Heh, mungkin gue salah masuk ke sekolah yang terlalu taat gini.

"Kalian nggak boleh masuk ke kelas sampai jam pelajaran kedua! Sampai jam kedua, kalian pungutin sampah di sekitar lapangan!"

Cih.

Dengan malas pun gue memasuki gerbang sekolah yang di depannya langsung disambut dengan lapangan sekolah.

Untung gue telat tiga puluh menit. Jadi jam pertama bentar lagi selesai dan gue bisa balik ke kelas. Nggak untung banget juga, sih.

Ini nggak lucu banget kalau nanti dilihatin temen sekelas lagi mungutin sampah.

Ya, mau gimana lagi, gue pun mulai memunguti sampah di sekeliling lapangan. Cuma sampah dedaunan, sih.

Setelah beberapa menit mengerjakan aktivitas ini, gue baru sadar kalau yang telat bukan gue aja. Ada Mile juga.

Dia kelihatan ragu untuk memungut daun-daun kering. Walau jumlahnya bisa dihitung jari, tetep aja lapangan ini bakal lama bersihnya. Ya, walaupun nggak kotor juga, sih.

Alhasil gue pun berjalan ke arahnya dan mulai ngebantuin dia.

"E-eh kak, makasih." Ucapnya yang cuma gue bales dengan gumaman.

"N-ng, kak Angga telat juga, ya. Makasih ya kak, ngebantuin Mile mulu, Mile ma--"

"Gue cuma mau ini cepat selesai." Potong gue.

Dan mungkin doa gue dikabulin karena beberapa menit setelahnya, bel terdengar.

"Gue duluan, ya." Ucap gue lalu ngibrit ke kelas gue--gue merasa jahat lagi sama dia--sebelum guru pelajaran selanjutnya masuk.

A Riddle Upon UsWhere stories live. Discover now