Fifteen - Weird Sentiments

58.9K 4.1K 152
                                    

Akhir-akhir ini aku lebih sering menghabiskan waktu istirahatku di perpustakaan. Baik itu istirahat pertama maupun kedua.

Because I'm focusing on that ridiculous game.

Ya, yang sebelumnya aku tidak jadi bertanya ke makhluk itu dan jadilah aku menjawabnya sendiri, lalu salah, lagi. Dan aku pun harus mengulang level-nya.

Hmm, sebenarnya bukan hanya karena itu. Juga karena entah kenapa aku tidak terlalu betah di kelas.

Biasanya di perpustakaan aku hanya duduk di kursi yang disediakan, bermain handphone, dan kadang juga membaca buku. Tapi tentunya lebih sering bermain handphone.

Perpustakaannya menurutku sih bagus. Buku-buku di sini lengkap--kecuali komik, lalu ruangannya ber-AC, dan terdapat banyak meja dan kursi. Di setiap meja seperti ada pembatas dengan meja lainnya agar tidak terganggu dengan pembaca di sebelahnya atau di depannya. Oh, iya, juga ada wifi.

Sebenarnya di perpustakan ini juga ada ruang guru. Tapi tidak seperti ruang guru yang di lantai dua, di sini lebih kecil, dan hanya berisi guru mata pelajaran bahasa dan guru Bimbingan Konseling.

Dan sekarang aku sedang duduk sambil tentunya memainkan handphone. Suasana perpustakaan tentunya sepi. Bisa dibilang saking sepinya kalau ada yang ngomong pelan saja bisa didengar semuanya.

Seperti sekarang ini.

.

"Kamu pindahan dari Jepang?"

"Iya, pak."

"Gimana di kelas? Kamu udah bisa beradaptasi?"

"Udah kok, pak."

"Terus, kamu kesulitan nggak Bahasa Indonesia-nya?"

"Nggak kok, pak."

"Oh, bagus deh. Oh iya, kamu bawa Kartu Keluarga-nya, kan?"

"Bawa kok, pak, nih."

"Oh, iya makasih ... hm ... siapa? Oh, Miyaki Irigashi Lukia Eru. Hm, namamu lucu, ya."

"Ehhh, uhm, i-iya pak."

.

Ya, itulah percakapan yang kudengar. Tapi bukan berniat nguping lho, ya kedengeran aja.

Aku mendongak dari layar handphone-ku, kulihat guru BK sedang berbicara dengan anak yang tadi kudengar dari Jepang itu. Dan tentunya mereka membelakangiku.

Sepertinya memang jarang ada anak yang dari luar negeri. Kasihan juga mereka, ngurus administrasi-nya pasti ribet. Walaupun mereka masuk di awal semester, bukan pindahan di semester dua, pasti tetap ribet ngurusin administrasinya.

Sebenarnya bodo amat tentang anak pindahan, tapi anak yang membelakangiku ini tampak familiar.

Dan ... sekarang dia berbalik badan dan ... menatapku. Oh, dia Mile.

Mile terbelalak sekejap ketika menatapku. Dan aku hanya mengerjap, bingung.

Lalu dia mendatangiku dengan wajah cemas.

Dan sekarang dia persis di depan mejaku.

"Ka ... kak Sab-Sabrina, denger percakapan ta-tadi?" Tanyanya dengan wajah gugup.

"Eh? I-iya, nggak sengaja kedengeran." Jawabku bingung.

"De-denger nama Mi-Mile?" Tanyanya lagi.

"Hah? Denger. Miyaki Irigashi Lukia Eru, 'kan?" Jawabku masih bingung. Dan entah bagaimana aku bisa menghapal namanya, mungkin karena nama Jepang.

Dan ya, kalau boleh jujur, namanya unik.

A Riddle Upon UsTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon