Thirty Two

23.4K 2.4K 1.2K
                                    

Percaya atau tidak, Ujian Nasional sudah di depan mata.

Ya, ini sudah sekitar tiga bulan sejak UAS selesai. Liburan terakhir sebelum semester terakhir di SMA sudah lewat. Dan tidak, aku tidak menghabiskan liburanku untuk belajar.

Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah. Tapi empat belas hari di kamarku tanpa mengeluarkan energi plus marathon membaca komik itu worth it. Mungkin.

Kalau ditanya sudah siap atau belum, tentu saja belum. Maksudku, siapa sih yang bakal menjawab 'sudah' jika ditanya?

Ya, kecuali makhluk pede itu karena tentu saja tingkat kepercayaan dirinya melebihi batas kewajaran.

Bicara soal dia, berarti sudah lima bulan sejak kami benar-benar berinteraksi. Selain yang kami 'pulang bareng' tidak disengaja itu. Setelah itupun tidak ada apa-apa. 

Kebetulan memang sering kali menghampiri, seperti; berpapasan di jalan saat berangkat atau pulang sekolah, di kelas, di kantin—intinya dimana-mana sepertinya kami sering berpapasan.

Tapi diluar pandangan kami yang beberapa kali bersibobrok tanpa sengaja, kuarasa tidak ada interaksi lain.

Tapi tenang saja, aku sudah tidak memikirkan makhluk itu.

Oke, mungkin masih.

Tapi tidak sesering dulu.

Karena entah bagaimana, walaupun terasa aneh diawal, pada akhirnya hal tersebut akan terlewati dengan sendirinya. Karena waktu berjalan, dan perubahan-perubahan kecil pun juga ikut berdatangan.

In my case, aku mulai dapat bersosialisasi dengan beberapa teman.

Dan itu berarti semakin sedikit waktuku untuk bengong—yang berarti semakin sedikit pula waktuku untuk memikirkan hal-hal tidak berguna. Termasuk makhluk itu.

"Eh, Sab, tumben dateng pagi?" Aku pun refleks mengalihkan pandanganku ke pemilik suara.

Kupandangi Sekar yang baru memasuki kelas hingga ia duduk di sampingku. "Tumben dateng siang," balasku.

Kudengar dia bergumam, "Iya nih kesiangan bangun."

Baru aku kembali membuka mulutku, derit pintu yang terbuka mengalihkan perhatianku. Sosok Faisal dan sahabatnya-yang kalian tahu lah siapa- berjalan memasuki kelas.

Aku kembali menundukkan kepala, bersikap untuk tidak peduli.

Tapi meskipun begitu, masih sering kupergoki diriku sendiri yang mencoba untuk mendengar ucapannya secara diam-diam.

"Eh Sab," ucapan Sekar mengambil alih perhatianku. "Udah liat hasil try out kemarin?"

Ingatanku pun berlabuh pada daftar nilai try out yang belum sempat kulihat.

"Oh, iya. Belom."

"Bentar ya, gue share lagi ke lo."

Tak lama, notifikasi dari Sekar masuk ke ponselku. "Peringkat berapa?" Tanyanya.

Aku bergumam, "Bentar." sambil membuka berkas yang dikirim Sekar.

"Hmm, nggak beda jauh. Naik lima peringkat sih dari yang kemarin," ujarku.

"Ihh, bagus dong naik. Kok gue turun ya?"

"Lo nya kurang belajar kali?" Balasku sekenanya.

Sekar merenggut sambil berkata, "Enak aja. Gue belajar keras ya buat TO yang ini. Kemaren giliran gue nggak belajar kok hasilnya malah bagus, sih?"

"Emang lo nggak ditakdirkan belajar kali." Balasku sambil terkekeh.

Kudengar Sekar hanya mendengus. Kulihat pandangannya berkeliling kelas sebelum jatuh kepada sosok yang duduk di sebelah Faisal. 

A Riddle Upon UsWhere stories live. Discover now