xvi

1.3K 264 26
                                    

Kepala badut itu diletakkan Mingyu disamping tubuhnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kepala badut itu diletakkan Mingyu disamping tubuhnya. Pemuda itu menghirup napas dalam-dalam. Hampir 4 jam berada di dalam kostum badut ini membuat Mingyu kekurangan oksigen.

Tapi untungnya, semua itu sudah berakhir.

Disaat semua teman-temannya menghabiskan weekend dengan bersenang-senang, Mingyu malah sebaliknya. Sibuk mengambil part time tambahan.

Seperti saat ini, menjadi badut dipesta ulang tahun anak-anak.

Mingyu sengaja mengambil part time lain di minggu ini. Pemuda itu baru saja berpikir, mungkin saran Hyunjin waktu itu ada benarnya.

Tahun ini, Mingyu sudah kelas 12. Beberapa bulan lagi ujian-ujian itu akan dilaksanakan. Jujur saja, Mingyu juga merasa sepertinya ia membutuhkan les-les itu. Mingyu juga ingin mengikuti les.

Tapi, bukankah biayanya cukup besar? Dari mana Mingyu bisa mendapatkan sejumlah uang itu?

Meminta ke ibunya? Mari kita coret cara ini.

Maka dari itu, Mingyu sengaja menambah part time nya. Untuk mendapatkan sejumlah uang. Agar ia bisa mengikuti les-les itu, tanpa meminta perlu meminta uang ke ibunya.



Seorang pria paruh baya menghampiri Mingyu. Pria itu tersenyum menepuk pundak Mingyu. "Ini buat bayaran kamu ya, nak. Saya salut sama kamu. Disaat anak muda lainnya sibuk bermalas-malasan, kamu malah giat bekerja seperti ini. Ini ada tambahan untuk kamu."

"Makasih, makasih pak." Ujar Mingyu membungkukkan badan.

Pria itu kembali tersenyum, menepuk-nepuk pundak Mingyu. Lalu beralih pergi.

Mingyu tersenyum lebar, sepertinya uang yang ia kumpulkan sudah lebih dari cukup.





















Langkah Mingyu berhenti begitu melihat segerombolan preman diujung jalan. Seperti sudah menunggu kedatangannya.

Mingyu langsung balik badan, berjalan cepat. Tapi preman-preman itu dengan mudahnya menangkap tubuh Mingyu.

"Ehh, mau kemana lo? Buru-buru amat. Kita-kita udah nungguin daritadi." Ucap salah satunya menyengir lebar.

Pria yang bertindik di hidung, maju mendekati Mingyu. "Mana sini uang lo. Keluarin cepet!"

Mingyu tergagap, menatap ketakutan. "G—ga ada bang."

Bugh.

Preman itu memukul perut Mingyu. "Gausah bohong! Lo bohong, lo abis sama kita! Mana sini, cepet keluarin!"

"J--jangan bang, gue butuh uang ini."

"Alah! Gausah banyak alasan."Preman itu menatap temannya, memberi kode. "Bongkar tasnya, cepetan!"

"Bang, jangan--" Cicit Mingyu.

Tidak peduli, dua preman memegangi tangan Mingyu. Satu lagi menggeledah ist tasnya, menumpahkan isinya di jalanan.

Begitu menemukan amplop berisi sejumlah uang, preman itu tersenyum senang. "Nah, ketemu. Gini dong, kalo ada uang tuh bagi-bagi."

Kedua temannya ikut tertawa, mendorong tubuh Mingyu kasar. Meninggalkannya sendiri dijalanan.

Kedua bahunya merosot. Sia-sia semua kerja keras Mingyu selama ini. Rasanya, Mingyu ingin menangis sekeras mungkin. Tapi lagi-lagi pemuda itu menggeleng, ia sudah bertekad untuk tidak menangis hanya karena hal kecil seperti ini.

Krukk.

Ah, Mingyu bahkan lupa. Dari pagi tadi ia belum makan sedikitpun.

Merogoh koceknya dalam, Mingyu menemukan selembar uang dua puluh ribu. Tersenyum kecil, ternyata ia masih memiliki sedikit uang. Setidaknya Mingyu masih bisa membeli sebungkus makanan.

✔️ Mère | Kim Mingyu Where stories live. Discover now