11. Between Physical & Mental

Start from the beginning
                                    

Sky yang sedang sakit tak urung menghilangkan kebenciannya pada Rain. Jangankan menghilangkan, mengurangi barang sedikit pun tidak. Meskipun dalam hati dia sangat ingin bermanja-manja, namun dia tak sudi bermanja-manja dengan pemuda yang sudah mengambil sebagian besar afeksi sang papa darinya.

Sky, pemuda tampan nan cuek itu seakan menjelma menjadi pemuda manis yang butuh perhatian saat sedang sakit. Kebiasaannya bermanja-manja dengan sang papa sejak kecil mampu membuatnya gelisah saat tak lagi bisa melakukannya sekarang. Ia sakit, papanya sedang berada di kota orang, dan dia malah ditemani oleh seseorang yang menurutnya akan membuatnya tambah sakit. Huh! Rasanya Sky akan hijrah saja ke rumah Jevan kalau begini.

Sebenarnya Sky sudah mendapatkan setengah dari bentuk perhatian yang dia harapkan. Rain yang dengan telaten membuatkan makan malam untuknya meskipun harus ada perdebatan dulu sebelum Sky menghabiskan makan malamnya. Rain yang dengan sabar memenuhi semua kebutuhannya meskipun Rain tak luput dari bentakan-bentakan menusuknya. Rain yang dengan tulus terus menemaninya dan sesekali mengulas senyum canggung untuknya meskipun dia hanya membalas dengan decakan kesal dan tatapan datar. Semuanya Rain lakukan tanpa paksaan apapun meskipun hatinya masih sangat kecewa dengan perlakuan Sky terhadapnya di sekolah tadi.

Satu hal yang selalu ada dibenak Rain! Papanya sudah berusaha keras untuk menghidupinya dan membahagiakannya, merawatnya dari kecil sampai bisa sebesar sekarang tanpa pamrih. Lalu, apa dia rela menelantarkan Sky yang sedang sakit? Tentu tidak! Sebaliknya, Rain mencoba membalas kebaikan papanya dengan memperlakukan kakaknya dengan baik seperti papanya yang memperlakukannya dengan baik pula. Ya, kakaknya.

Seandainya saja Sky mau membuka mata hatinya barang sedikit, dia pasti akan merasa senang memiliki adik yang begitu perhatian seperti Rain, adik yang begitu kebal akan cacian dan makian yang senantiasa dilontarkan padanya, adik yang tak pernah berhenti berharap untuk sesuatu yang lebih baik ke depannya. Harusnya Sky bisa menyadari semua itu! Harusnya Sky bisa bersikap lebih dewasa! Harusnya Sky bisa menyayangi Rain! Harusnya..

.

.

Dini hari Sky terlihat bergerak dengan gelisah di atas pembaringannya. Peluh mengucur deras di keningnya. Lenguhan-lenguhan tak berarti berhasil lolos dari mulutnya membuat sang penunggu yang sedang tertidur di sofa lantas terbangun.

Rain menghampiri Sky yang masih bergerak tak beraturan. Kepalanya terus menggeleng ke kanan dan ke kiri. Entah kekuatan dari mana yang membuat tangan Rain tergerak untuk meraba kening Sky. Uh! Panas sekali!

"Sky.." Panggil Rain lembut.

Rain meringis saat tak mendapat balasan dari orang yang dipanggilnya.

"Sky.." Panggilnya sekali lagi.

Sky mengerjap pelan membuat matanya langsung menangkap objek Rain di depannya.

"Ka..kamu ngerasa gak nyaman ya? Mana yang sa..sakit? Atau mungkin kamu butuh sesuatu?" Tanya Rain canggung.

Entah kenapa tiba-tiba netra Sky memanas. Buru-buru dia memalingkan pandangannya dari wajah teduh Rain sebelum dirinya terhipnotis lebih dalam.

"Ka..kamu haus ya? Mau aku ambilin minum?" Tanya Rain lagi masih dengan kecanggungan yang tak mau hilang.

Tidak, Sky tak haus, dia tak butuh air. Sesungguhnya yang dia butuhkan sebagai obat yang paling manjur saat dia sakit adalah sebuah pelukan. Ya, pelukan hangat. Obat yang merupakan hasil racikan sang papa dan selalu diberikan kepadanya saat dia sedang sakit. Namun, sekarang obat yang sangat dia butuhkan tak ada di sisinya. Lantas, apakah dia akan segera sembuh?

"Pergi.." Lirih Sky lemah.

Rain tak terkejut, tak pula beranjak. Ia sudah sangat tau apa yang akan keluar dari mulut Sky.

"Gak, Sky! Aku gak bisa ninggalin kamu dalam keadaan kayak gini." Kata Rain kukuh.

"Aku bilang pergi..hh..uhuk..uhuk!" Niat Sky akan membentak, namun malah membuat dadanya sesak.

"Sky, aku mohon.. Untuk kali ini aja dengerin aku. Ini bukan buat aku, tapi ini buat kamu, buat kebaikan kamu.." Ucap Rain, tak gengsi untuk memohon.

Sky diam. Ia tak lagi mengeluarkan sepatah kata apapun. Ia hanya memikirkan papanya, obatnya yang jauh dari jangkauannya. Tanpa sadar Sky menangis. Ia ingin mengeluh, tapi kepada siapa? Rain? Jangan harap! Sky tak akan melakukannya, tak akan pernah melakukannya.

Rain yang melihat Sky menangis tak kuasa untuk tak menangis pula. Sungguh, dia kasihan melihat Sky lemah seperti sekarang. Jika dia bisa memilih, tak apa-apa jika setiap hari dia harus mendapat tatapan tajam dan perilaku dingin dari Sky daripada harus mendapat tatapan hampa dan tanpa perlakuan seperti sekarang. Rasa hatinya sakit melihat saudaranya terbaring sakit.

Rain memberanikan diri untuk duduk di pinggir tempat tidur Sky. Toh, Sky tak akan bisa berbuat apa-apa dalam keadaan lemah begitu.

Sky sontak menatap Rain dengan tatapan.. Oh, apa itu? Tatapan memohon?

Rain tau, sangat tau. Tatapan yang diberikan Sky tak seperti biasanya. Kali ini tatapannya sedikit lebih teduh dengan sirat memohon disana. Meskipun Sky tak memperlihatkannya secara terang-terangan, tapi Rain tau.

Entah ada angin apa, Rain tiba-tiba menjatuhkan separuh tubuhnya di atas tubuh Sky, meletakkan kepalanya dengan nyaman di atas dada Sky, melingkarkan kedua tangannya di lengan Sky, dan menyesap bau tubuh Sky serta merasakan kehangatan tubuhnya.

"Aku mohon, Sky.. Untuk kali ini aja, tolong terima perlakuan aku. Setelah kamu sembuh, terserah kamu mau ngelakuin apa lagi, terserah kamu mau ngomong apa lagi. Silahkan kalo kamu mau lupain semua yang udah aku lakuin buat kamu sekarang.." Lirih Rain dengan air mata yang sudah meluruh di selimut Sky.

Ajaib! Sky sama sekali tak berontak. Ia malah tersenyum tipis, sangat tipis. Beberapa detik kemudian, matanya tertutup sempurna, dengkuran halus terdengar dari mulutnya. Tak ada lagi rasa gelisah yang tadi sempat menyambanginya, dia tertidur dengan sangat damai berkat obat racikan Rain yang tak kalah manjur dari obat racikan sang papa.

.

.

.

.

-TBC-

[3]Rain From The Sky [End]Where stories live. Discover now