02. Apathetic

2.3K 237 29
                                    

WARNING!!
-Metode Penulisan Berbeda
-Percakapan Non-Baku
-Happy Reading & Semoga Betah

.

.

.

.

Yongki sedikit mempercepat langkahnya setelah sepupunya, Jevan, meneleponnya dan mengatakan kalau Rain sedang berada di ruang kesehatan.

Apa Rain sakit karena telah bermain dengan hal yang tak disukainya? Untung saja jam pelajaran sang guru killer telah berakhir sebelum Jevan menelepon tadi.

.

.

Sky melangkah masuk ke ruang kesehatan dengan santainya tanpa sedikitpun suara langkah kaki yang terdengar.

"Van! Cepetan ganti seragam! Kamu gak kedinginan apa pake kaus basah kayak gitu?" Kata Sky membuat Jevan sedikit terperanjat karena kemunculannya yang tiba-tiba.

"Ih, Sky! Kamu ngagetin tau gak?!" Teriak Jevan gemas.

"Ck, udahlah gak usah drama. Cepet ganti atau aku tinggal!" Ucap Sky ketus.

Jevan menatap Sky dengan tatapan sendunya.

"Sky, apa kamu bener-bener gak kasihan sama Rain? Kamu gak mau tau kenapa dia bisa pingsan?" Tanya Jevan memelas.

Sky terdiam sebentar. Matanya beralih menatap Rain yang sedang terbaring di brankar ruang kesehatan dengan wajah pucat dan rambut basah. Perasaannya kembali berperang dengan egonya, sangat sakit namun tak berdarah. Cukup! Ia tak ingin menatap Rain lama-lama, lantas tatapannya kembali beralih pada Jevan.

"Gak tuh!" Ucapnya datar tanpa belas kasih.

Jevan mengatup mulutnya rapat-rapat. Rahangnya mengeras. Sudah terlalu lama dia bersabar menghadapi Sky yang terperangkap dalam egonya. Sekarang dia bertekad harus menyadarkan Sky sebelum Sky kembali terperangkap dalam penyesalan.

"Kak Jevan!" Panggil Yongki yang tiba-tiba masuk ke ruang kesehatan saat Jevan sudah akan membuka mulut untuk menasihati Sky.

"Yongki!" Balas Jevan.

"Gimana keadaan Rain, kak? Kenapa dia bisa pingsan?" Tanya Yongki khawatir.

Jevan tersenyum miris. Seharusnya Skylah yang menanyakan semua itu, tapi apa? Nyatanya semua pertanyaan kekhawatiran itu keluar dari mulut Yongki, bukan Sky.

"Dia gak apa-apa kok, cuma kedinginan karena terlalu lama diguyur hujan." Jawab Jevan sambil tersenyum, meskipun tak semua penjelasan tentang kondisi Rain dia utarakan, tapi dia sama sekali tak berbohong soal itu.

Diam-diam Sky menghela napas lega. Entah kenapa hatinya tiba-tiba damai saat Jevan mengatakan kalau Rain hanya kedinginan. Apa dia sangat menyayangi Rain? Tapi kalau rasa sayangnya begitu besar, seharusnya rasa sayangnya mampu mengalahkan egonya kan?

"Syukurlah kalo gitu.. Eh, kakak abis hujan-hujanan juga?" Tanya Yongki dengan polosnya saat melihat air yang menetes dari kaos olahraga Jevan.

"Iyalah, bego! Gimana ceritanya Jevan gak basah kalo dia yang udah nolongin anak itu!" Sahut Sky yang sedari tadi masih setia menyandarkan bahunya di kosen pintu ruang kesehatan.

Yongki lantas berbalik menghadap Sky. Ia baru menyadari bahwa sosok sahabat sang kakak sepupu ternyata sedang berdiri di dekat pintu. Sejak kapan dia ada disana? Kenapa Yongki tak melihatnya saat masuk ke ruang kesehatan tadi?

"Van, cepet! Kita udah telat lima menit nih!" Kata Sky kembali ke pembahasan semula.

"Tapi Rain belum sadar, Sky. Setidaknya kita nungguin Rain sampe sadar dulu." Ucap Jevan tak tega meninggalkan Rain.

"Heol! Aku gak mau ketinggalan hapalan rumus fisika cuma gara-gara dia. Kalo kamu mau tetep disini ya gak apa-apa, aku bisa ke kelas sendiri!" Kata Sky emosi.

"Kak Jevan balik ke kelas aja sama kak Sky. Biar nanti aku yang minta izin buat nemenin Rain disini." Ucap Yongki menengahi.

"Denger tuh! Udah ada Yongki buat nemenin dia. Cepet ganti!" Kata Sky sambil berlalu pergi.

Jevan menghela napas kasar sementara Yongki menepuk-nepuk bahunya sambil tersenyum. Harapan mereka berdua sama, semoga sikap Sky pada Rain bisa berubah secepatnya.

.

.

.

.

Mata bulat itu mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang masuk. Dilihatnya sang sahabat sedang menatapnya dengan senyum semanis gula.

"Kamu udah sadar Rain? Masih pusing?" Tanya Yongki membuat Rain mengernyit.

Kenapa Yongki bisa tau kalau dia merasa pusing? Apa Yongki sudah tau semuanya? Rain celingukan sebelum menyadari bahwa dia sedang berada di ruang kesehatan.

"Siapa yang bawa aku kesini?" Bukannya menjawab pertanyaan Yongki, Rain malah balik bertanya.

"Kak Jevan." Jawab Yongki singkat.

Hati Rain mencelos. Kenapa harus Jevan? Padahal dia juga sempat melihat Sky berada disana saat dia berlari tadi. Dasar, Rain! Jangan pernah berharap, bodoh!

"Apa yang dikatakan dokter tentang aku?" Tanya Rain lagi sambil mencoba duduk.

"Aku gak tau. Kamu udah diperiksa sama dokter sebelum aku kesini, tapi kak Jevan bilang kamu gak apa-apa kok, cuma kedinginan." Jawab Yongki sesuai apa yang diketahuinya.

Rain terdiam. Tak mungkin dokter sekolah hanya mengatakan kalau dia kedinginan. Rain tau ada kebohongan disini, entah siapa yang berbohong. Apakah dokter sekolah? Atau justru Jevan?

"Rain.. Kenapa diem?" Tanya Yongki karena Rain terlihat melamun.

"Gak apa-apa. Ngomong-ngomong tadi kak Jevan bawa aku kesini sendirian?" Tanya Rain lagi, masih belum puas menginterogasi.

"Mm, aku gak tau sih, tapi pas aku datang ada kak Sky juga yang cuma berdiri di pintu." Jawab Yongki.

Cukup taulah Rain, bahwa Sky benar-benar tak menganggapnya orang yang cukup berarti dalam hidupnya, bahkan Jevan dan Yongki terlihat lebih khawatir daripada Sky padahal Sky lebih tau tentang kondisi Rain yang sebenarnya dibanding mereka.

"Aku mau ke kelas, Ki." Ucap Rain akhirnya.

"Gak usah.. Aku udah minta izin sama ketua kelas kok. Kamu istirahat disini aja dulu." Kata Yongki yang hanya dibalas anggukan oleh Rain.

"Langit.. Sebenarnya salahku apa? Kenapa kamu segitu gak sukanya sama aku? Padahal aku suka banget sama kamu Langit, sangat!"...

.

.

.

.

-TBC-

[3]Rain From The Sky [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang