08. Fake Friend, True Friend

Start from the beginning
                                    

"Gak perlu, cuma masih di konter." Jawab Sky seadanya.

"Loh? Emangnya ada apa sama handphone kamu?" Tanya Jevan yang sedari awal memang tak tau apa-apa.

Sky baru akan bersuara sebelum sang pemilik senyum menawan, Jimmy, menyambar seenaknya.

"Jadi kemaren tuh aku ngeliat Sky hampir ketabrak mobil di depan gerbang sekolah, terus aku nolongin dia dengan cara ngedorong ke pinggir jalan, tapi pas aku ngedorong dia tuh handphonenya gak sengaja jatoh dan kayaknya sih rusak." Kata Jimmy serius.

"Hah!? Kamu hampir ketabrak, Sky? Kok bisa sih? Terus kamu gak apa-apa kan? Gak ada yang luka kan?" Tanya Jevan bertubi-tubi sambil memeriksa seluruh tubuh Sky.

"Ck.. Bawel banget sih!"...

"Sky!"...

"Iya, kemaren aku emang hampir ketabrak gara-gara main handphone sambil nyebrang. Untung ada Jimmy yang nolongin aku, jadi aku gak apa-apa dan gak ada yang luka. Puas?" Jawab Sky tak bergairah.

"Ya ampun.. Lain kali hati-hati dong, kalo kemaren kamu beneran ketabrak gimana?" Jevan masih mengomeli Sky yang menurutnya keras kepala.

Sky tak ambil pusing. Ia malah sibuk menelisik sosok pemuda bernama Jimmy yang menumpang duduk di bangku depan meja mereka sambil memperhatikan Jevan yang terus mengomel.

"Dia kayaknya baik deh.. Apa aku beneran punya temen baru sekarang?" Batin Sky.

"Ngomong-ngomong makasih banget ya, Jim, kamu udah nolongin Sky si muka datar ini. Kalo gak ada kamu mungkin mukanya udah tambah datar kegesek sama aspal kemaren." Ucap Jevan tulus.

Siapa yang ditolong, siapa yang berterima kasih.

"Hahahahh.. Iya, sama-sama, kita kan temen. Aku udah nganggep kalian sebagai temen aku, gak tau deh kalian gimana.." Kata Jimmy.

"Kita juga udah nganggep kamu sebagai temen kok.. Iya kan, Sky?" Tanya Jevan sambil menyikut pelan lengan Sky meminta persetujuan.

"Iya, kita temen." Jawab Sky mantap.

Entah kenapa mulutnya tergerak untuk mengatakannya. Intinya, hatinya sudah menyatakan pada dirinya sendiri bahwa dia memiliki seorang teman selain Jevan.

Dialah Jimmy Wardana!

.

.

.

.

Tap.. Tap.. Tap..

Langkah kecil Rain dan Yongki yang menyatu dengan lantai menimbulkan keselarasan derap yang terus-menerus berulang selama mereka masih dalam langkah yang sama.

Tujuan mereka satu, yaitu perpustakaan. Untuk apa lagi jika bukan untuk mengembalikan buku paket?

Dari arah yang berlawanan pun terdengar keselarasan derap yang sama berasal dari tiga orang pemuda. Bedanya, tujuan mereka adalah kantin.

Langkah mereka berlima terhenti kala lensa Sky dan Rain bertemu pandang. Ya, tepat sekali! Tiga orang pemuda dengan tujuan kantin adalah Sky, Jevan, dan sahabat baru mereka, Jimmy.

Sky menatap Rain dengan tatapan yang menusuk. Bukannya setiap hari memang begitu? Hmm, tapi kali ini tatapannya lebih menusuk. Tersirat kemurkaan dan kebencian disana. Jika biasanya tatapan Sky hanya datar dan tak berarti, sekarang tatapannya seolah akan membunuh Rain. Tajam!

Bagaimana nasib Rain? Tentu dia tak nyaman. Matanya jelalatan tak tentu arah. Kadang menatap Sky, kadang menatap ke sembarang sudut sekolah, dan kadang menatap ujung sepatunya. Jujur, dia takut! Seumur hidupnya baru kali ini Sky memberikan tatapan membunuh padanya.

Sementara mereka berdua menyalurkan perasaan lewat tatapan, Jevan dan Yongki malah saling bertanya-tanya. Jika Jevan sudah tau sedikit banyak tentang akar masalahnya, lain lagi dengan Yongki yang benar-benar tak tau apa-apa sama sekali karena Rain tak menceritakannya.

"Kenapa kita berhenti?" Tanya Jimmy polos.

Seketika atensi keempat pemuda yang ada disana teralihkan pada Jimmy.

"Dia kan murid baru yang waktu itu nabrak aku. Jadi Langit udah akrab sama dia.. Tapi kok bisa semudah itu? Setauku Langit gak mudah akrab sama orang baru." Batin Rain.

"Oo, jadi ini murid pindahan di kelasnya kak Jevan. Mm, ganteng sih.. Kayaknya dia juga ramah deh sama orang baru, soalnya dia udah bisa temenan sama kak Jevan dan terutama kak Sky si muka datar yang cueknya minta ampun." Batin Yongki.

"Jangan pada ngelamun!" Ucap Jevan sambil melangkah menyusul Sky yang sudah pergi duluan tanpa berkata apapun.

Ucapan Jevan lantas menyadarkan kedua pemuda tersebut.

"Kamu ada hubungan apa sama Sky? Kamu ada masalah ya sama dia?" Tanya Jimmy penasaran.

Rain mengernyit. Kenapa Jimmy bertanya begitu? Kenapa dia seperti.. sedang menginterogasinya?

"Gak ada, dia cuma kakak kelas, permisi!" Jawab Rain lalu tergesa-gesa pergi diikuti Yongki.

"Ew, songong banget!"...

Jimmy menatap kepergian Rain dengan pandangan datar tanpa senyum atau apapun, namun meskipun dia mati-matian menutup sesuatu, sirat matanya tak akan bisa berbohong. Ingat, mata bisa bicara! Kita bisa tau perasaan seseorang melalui sirat matanya.

.

.

.

.

-TBC-

[3]Rain From The Sky [End]Where stories live. Discover now