"____" Pura - pura nggak dengar aja lah.

Sialan... aktingku ketahuan. Ini aku yang memang nggak bakat jadi artis atau malah Adista yang punya bakat jadi cenayang. Hadeeeh... kira-kira cerita apa yang bisa gue pakai jadi alibi? Bikin tambah bingung aja, lagian gue ini anak ekonomi bukan anak hukum jadi tidak pandai beralibi.

"Nggak perlu ngerangkai alibi yang aneh di otak lo."

Eh Buset... kok dia bisa tahu gue lagi nyusun alibi ... benar kayaknya dia punya darah cenayang! racau hatiku.

Berdeham sesaat lalu balik memandangnya "Gue emang nggak latah, Dista tapi cuma kaget aja."

Dia mendengus "Dibilangin nggak usah alibi. Gue inget dulu waktu OHP konslet terus meledak dan kabel terbakar, lo santai-santai aja padahal lo duduk di depan. Cewek-cewek termasuk gue udah ngibrit ke belakang, bahkan Susan yang duduk di belakang aja heboh mepet-mepet Nando. Terus apa sekarang gue harus percaya lo kaget karena hal sepele kayak barusan? Akting lo payah, lagian mana ada orang kaget masih stay di posisinya. Gue aja sadar-sadar udah jauh dari meja kita, padahal gue nggak inget kapan gue mulai lari," ucap Adista panjang kali lebar dan tak terbantahkan.

Berdecak mendengar jawaban Adista "Soal Susan itu karena dia kecentilan dan pengen aja kali meluk playboy cap Panda macem Nando. Enak aja lo samain gue sama dia!" balasku mencoba mengalihkan pembicaraan.

Gantian Adista yang menoyor kepala gue "Playboy cap Panda, sembarangan lo. Gitu-gitu dia sahabat kita bego! Oh, tepatnya sahabat gue dan friendzone sama lo," ucap Adista yang diakhiri cekikikan.

Gue bergidik membayangkan sahabat gue yang satu itu. Tampangnya memang keren dengan mata sipit dan pastinya berdompet tebal membuat banyak cewek jatuh pada pesonanya dengan mudah. Untung selama ini dia nggak pernah kurang ajar sama aku. Kalau dia berani berbuat kayak gitu, bakalan kupatahin tangannya yang entah udah megang berapa cewek dan nggak tahu juga apa aja yang udah dia pegang.

"Woi, malah ngelamun!" Teriakan plus toyoran Adista Serta merta menyadarkan gue dari lamunan.

"Hehe... sorry... Soal tadi itu karena gue gedek baget sama tuh cowok, kenapa pula ributnya nggak tadi pagi atau besok aja. Daripada gue dendam jadi langsung aja gue bales. Lo tahu istilah mata dibayar mata, gigi dibayar gigi kan ? Nah, gue cuma mempraktekannya tadi buat dia. Adil kan?"

"Itu yang lo bilang mata dibayar mata. ibaratnya lo kena cipratan nah dia basah sebadan-badan. Gue bingung sama konsep 'adil' versi lo Moza!" sergahnya kesal.

Terkekeh lagi mendengar omelannya. Akupun berjalan santai dan melambat di belakangnya sambil mengeluarkan ponsel karena terdengar dering samar "Itu memang mata dibayar mata Adista, mata semut dibayar mata gajah... Hehe... Lagian lo perhatian banget sama cowok itu? jangan-jangan lo suka lagi sama dia, ngaku lo?"

"Sembarangan lo, gue khawatir sama lo. Gimana kalau ada yang tahu lo sengaja atau cowok itu tahu perbuatan lo. Bisa-bisa dia ngapa-ngapain lo tolol. Please Mosa, thinking before you doing something! " Nada Adista naik satu oktaf lagi dan dia berjalan cepat menuju belokan gedung. Kesal mode on kayaknya dia.

"Iya, sorry ... tadi refleks aja," balasku sambil kembali melihat layar ponsel guna membaca notifikasi yang masuk.

DUK

Tubuhku menabrak tubuh Adista yang malah berdiri di belokan. Salahku juga karena berjalan sambil memeriksa ponsel, dengan berdecak sebal aku berkata "Adista ngapain lo berhenti nggak bilang-bilang sih!"

"____" Tidak ada balasan apapun darinya.

Mengosok-gosok keningku yang tertabrak punggungnya. Akupun memandang ke depan, ingin tahu apa penyebab Adista mendadak jadi patung gini. Alisku naik satu memandang pemandangan di hadapanku.

Sekarang hari apa sih? Sepertinya ini adalah hari sial bagiku. Ternyata belokan ini langsung menuju parkiran motor dan parahnya sosok lain yang juga terlibat dalam huru-hara tadi sedang bersantai dan duduk di atas motor bersama teman-temannya.

Pandangan kami sempat bertemu untuk kedua kalinya. Namun, dia segera memutus pandangan itu kemudian menatap ke arah lain sambil meminum soda kalengan dari tangannya, Tak lupa meremas kaleng yang telah kosong itu hingga ringsek dalam genggamannya.

Dia nggak dengerkan obrolan kami tadi?

Pastinya nggak lah, tapi suara Adista rada-rada mirip toa sangking kerasnya, mana suasana sepi lagi.

Si Dodo ke kantor camat.
Bodo amat.

Lagian aku juga nggak bakalan ketemu dia lagi karena diriku nggak ada niat balik ke Fakultas Teknik.

--------------02072019---------------

Bersambung

MIMOSAWhere stories live. Discover now