1.0

741 66 0
                                    

Suasana Kantin tampak ramai walau sekarang sudah lewat jam makan siang. Beberapa pedangan sibuk meracik berbagai pesanan secepat-cepatnya. Suara obrolan bercampur baur dengan asap rokok yang mengepul di beberapa tempat. Untung saja, bangunan ini berkonsep terbuka dengan atap yang tinggi guna memberi jaminan kesejukan dari ancaman teriknya kilauan sang surya.

"Lo gila, ngapain kita nyasar sampe sini coba?" tanyaku dengan nada agak kesal sambil menaruh sepiring baso tahu dan segelas orange juice kemudian menarik kursi di meja pojok belakang yang tampak tidak sepenuh di bagian depan kantin

"Santai dong Mosa, lo kayak emak-emak aja, ngomel-ngomel mulu, heran gue! Baru juga jalan sebentar, anggap aja olahraga gratis," jawab Adista yang juga membawa semangkuk baso dan duduk di berhadapanku.

"Apa lo bilang Dista, jalan sebentar??? Apa perlu besok gue bawa meteran. Gedung Falkultas kita ibaratnya ada di utara terus sekarang kita di Fakultas Teknik yang ada di selatan. Lo lagi ngecengin mahasiswa teknik apa gimana? Kalau iya, usaha sendirian dong, nggak usah bawa-bawa gue!" balasku masih berapi-api.

Adista mendekatkan gelas besar berisi orange juice ke arahku. Mungkin saja dia berharap api kemarahanku itu bisa padam terkena dinginnya air es. "Minum nih, dari pada lo entar darah tinggi!" ucapnya.

Aku mendengus, namun tetap meminum orange juice tersebut hingga setengah gelas. Aku berharap itu bisa mendinginkan mulut dan otakku yang sudah mendidih karena kesal. Aku bukan gadis manja yang tidak suka berjalan.

Tetapi coba bayangkan, setelah perjalanan yang seperti mendaki bukit melewati lembah itu kau harus kembali lagi ke titik awal. Iya, kami harus kembali ke tempat asal karena masih ada satu kelas lagi yang harus dihadiri. Ingin rasanya aku mencekik sahabatku yang malah asik memakan basonya sambil senyum-senyum itu.

Kata orang tidak ada musuh dan teman yang abadi di dunia ini, karena dalam perjalanan waktu bisa saja status mereka berubah dari teman menjadi musuh atau sebaliknya. Begitu pula cerita persahabatan kami, awal pertemuanku dengannya sama sekali tidak manis.

Bagiku dia itu gambaran sosok cewek yang tidak begitu aku sukai dan lebih baik aku jauhi. Tetapi tenang dia bukan cewek sombong nan arogan, sebaliknya dia ramah dan kalau istilah yang biasa Papiku gunakan adalah 'cewek tuh harusnya kayak gitu'. Maksudnya dia jenis cewek yang amat menjaga penampilannya, rambut kusut dikit nggak tenang, kuku patah bisa emosi. Bisa dibayangkan apa jadinya kalau hak sepatunya patahkan. Dengan singkat kata dia 'cewek ribet' menurutku.

Entah kesialan atau keberuntungan aku malah satu kelompok dengannya saat ospek terbuka maupun ospek terselubung. Adakah yang bingung ??? Biar aku jelaskan... Eh, tapi harusnya ini informasi rahasia, jadi ingat jangan beritahu orang lain, Ok!

Jenis ospek yang terlalu keras dan melibatkan kekerasan telah dilarang oleh Negara karena dikhawatirkan jatuhnya korban. Maka kami mahasiswa baru hanya melakukan ospek dalam bentuk kuliah umum, pengenalan kampus, kegiatan pertunjukan kesenian dan olahraga juga ada latihan kedisiplinan ringan. Kegiatan semacam itulah yang diizinkan.

Hal itu tidak seberapa ternyata dibanding ospek yang diadakan di jurusan kami secara tersembunyi. Tiga hari mencekam di tengah bukit atau hutan aku masih kurang paham sampai sekarang. Di sana pula akhirnya aku bersyukur bahwa aku adalah perempuan, kalian tahukan maksudku. Di situasi seperti itu kalian juga akan menemukan kawanmu yang sesungguhnya. Dari sanalah pula persahabatan kami dimulai hingga kini memasuki tahun ketigaku di kampus ini.

"Lah malah bengong, kenapa? Terpukau sama kecantikan Adista Larasati Atmadjaya!" ucapan Adista sambil mengedip-ngedipkan matanya dan tentu menyadarkanku dari lamunan.

MIMOSAWhere stories live. Discover now