Bonus Chapter: 58. All Behind It

9.2K 916 565
                                    

Perkenalkan aku Soobin. Soobin Adhitama. Seorang remaja belasan tahun yang biasa saja. Aku bungsu dari 2 bersaudara. Aku memiliki seorang kakak. Kakak laki-laki yang usianya hanya terpaut 9 menit denganku.

Hidupku bahagia. Keluargaku bahagia. Kebutuhan kami selalu tercukupi. Dan kami harmonis. Kami selalu bermain bersama di rumah. Selalu berbagi cerita yang dipenuhi dengan canda tawa. Entah itu tentang akademikku, ekskulku, atau pun cinta monyet pada gadis kelas sebelah.

Aku pikir hidupku akan terus bahagia selamanya hingga aku dewasa dan tua nanti.

Tapi dunia tidak pernah membiarkan itu terjadi.

Suatu ketika saat aku memasuki semester 2 kelas 1 SMA, mamaku mengalami pendarahan haid yang tidak pernah berhenti. Tidak lama kemudian mamaku divonis mengidap penyakit kanker rahim stadium 3.

Aku tidak bohong perasaanku hancur sekali harus menyaksikan mamaku melakukan kemoterapi yang perlahan membuat rambutnya rontok. Mamaku tidak lagi cantik di mata orang lain. Tapi di mataku, dia tetaplah wanita tercantik. Karna dia adalah ibuku. Karna dia adalah duniaku.

Sejak saat itu mamaku menjadi orang yang sangat sensitif. Dia menjadi orang yang mudah tersinggung, mudah menangis, dan mudah marah. Tapi aku dan Sanha selalu dipesankan oleh papaku untuk memakluminya.

Tentu saja ma, aku maklum.

Waktu demi waktu berjalan, frekuensi kami berkumpul tidak sesering dulu karna mamaku harus istirahat dan berobat. Tidak apa-apa. Walaupun waktu yang kami punya tersita, untuk saat ini yang terpenting bagiku kita masih bersama.

Aku pikir saat itu hidupku baik-baik saja.

Tapi duniaku hancur ketika sesuatu itu datang.

Pagi itu aku bangun dengan rasa yang tidak bisa aku jelaskan. Kepalaku pening dari semalam. Setelah aku tidurkan aku pikir itu akan membaik. Tapi ternyata tidak. Bahkan lebih pening dari semalam.

Sebiasa saja mungkin kemudian aku mencoba bangkit lalu turun ke bawah. Menemui mamaku yang sedang merajut sapu tangan pada sofa depan tv. Aku duduk di sebelahnya, kemudian menidurkan kepalaku pada pahanya.

"Pucet banget kenapa dek?"

Aku membuang nafas kasar,"Gatau"jawabku. Lalu memejamkan mataku untuk meredakan rasa pusing. Kemudian aku merasakan dahiku dipegang oleh mamaku.

"Ga kemo ma?"

"Kan udah minggu kemaren"

"Oiya, lupa"

"Panas badan kamu nih, demem kayanya. Begadang aja terus kamu main game sampe pagi. Makan malem engga. Sarapan sana, minum obat"

Andai ia tahu aku bahkan tidak melakukan itu.

Aku hanya menjawab dengan dehaman kemudian berusaha untuk bangkit. Berbarengan dengan itu, papa dan kakakku baru saja pulang dari membeli makanan di luar. Aku dan mereka berdua sama-sama menuju ke dapur.

"Beli apa pa?"tanyaku begitu mereka meletakkan makanan yang dibeli di atas meja makan.

Kian lama pusing yang aku rasakan semakin menjadi-jadi. Hingga sulit sekali rasanya aku membuka mataku. Pandanganku buram, berkunang-kunang. Aku merasa tubuhku sangat ringan.

"Bubur ayam, itu ada kue-kuean ka-"

Lalu semuanya gelap.

~

Aku bangun lalu mendapati tv yang menyala dengan volume kecil sebagi objek yang pertama kali aku lihat. Terdapat masker oksigen yang turut menghalangi pandanganku. Aku memakai baju serba putih dan mendapati tangan kiri yang diletakkan di atas perutku terhubung dengan infus. Aku di rumah sakit?

Tomorrow | Choi Soobin [REVISED][COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang